Narasi

Ramadan, Melawan Kebencian dengan Asketisme

Dalam konteks berbangsa dan bernegara, kebencian adalah awal mula dari segala bentuk kejahatan. Intoleransi, rasisme, dan paling esktrim, terorisme, semuanya berpangkal bibit kebencian.

Kebencian itu ibarat virus yang masuk kedalam tubuh manusia. Ia tidak kelihatan, tetapi efeknya justru sangat kuat. Ia merusak sendi-sendir persaudaraan sesama bangsa. Merobek tenun kebangsaan. Dan, merobek-robek keharmonisan dan kedamaian antara sesama manusia.  Imunitas kolektif bisa rusak kerana kebencian terhadap liyan.

Jika boleh diibaratkan, bulan Ramadan itu ibarat sekolah. Tempat manusia belajar dan berperoses menuju suatu tujuan –dalam bahasa Al-Quran –disebut dengan taqwa. Laiknya sekolah ada proses pembelajaran yang harus ditempuh oleh semua siswa, yakni puasa.

Puasa adalah menahan dan menjaga seluruh tindak-tanduk anggota tubuh, baik fisik maupun psikis dari sifat yang tercela/dilarang. Dengan kata lain, puasa itu bukanlah tujuan pada dirinya, melainkan hanya sekadar proses.

Tujuan utamanya adalah menjadi manusia bertaqwa, dalam al-Quran cirinya adalah menciptakan kedamaian (lahum ajruhum), keamanan (wala khafun alaihim), dan kesejahteraan (wala hum yahjanun).

Sebab puasa adalah proses, maka ia adalah jihad yang terus-menerus. Bahkan dalam bahasa Nabi, ia adalah jihad akbar, jihad paling besar. Dalam konteks inilah kemudian, Ramadan selain disebut syahr al-siyam (bulan puasa), juga disebut syahr al-jihad (bulan jihad) –dengan alasan pesamaan keduanya.

Ketika puasa dimaknai Jihad, maka jihad di sini adalah jihad dalam pengertian umum –dalam bahasa Quraish Shihab –adalah totalitas perjuangan dalam segala aspeknya. Jihad bukan hanya sekadar dalam pengertian militeristek atau perang.

Bagaimana agar Ramadan bisa dimakanai sebagai pendidikan jihad melawan kebencian? Bagaimana agar berkah Ramadan bisa teraktualisasi dalam konteks merawat bangsa dan negeri ini?

Para pakar mengajukan jawaban, yaitu Ramadahan harus dimaknai sebagai asketisme ukrawi dan asketisme duniawi sekaligus. Jika Ramadan hanya dimakanai sebagai asketisme ukhrawi semata, maka Ramadan tidak memberikan efek besar dalam jihad melawan kebencian di negeri ini.

Asketisme ukrawi yang dimaksud adalah puasa hanya dimakanai sebagai menahan diri (zuhud) dari hal-hal yang bersifat materi demi mendapatkan pahala yang berlimpah.

Sikap menahan diri ini orientasinya adalah kebahagian akhirat. Asketisme ini hanya bersifat personal dan sekadar melahirkan kesalehan individual. Dalam level ini, banyak orang berhasil dan sukses menjalani Ramadan sebulan penuh.

Hal yang tidak boleh ketinggalan –dan ini yang paling sulit –adalah puasa sebagai bentuk asketisme duniawi. Artinya bagaimana puasa selama sebulan penuh bisa membuat diri manusia bisa lebih sejahtera, damai, dan aman di dunia ini.

Orientasinya adalah di sini dan sekarang, bukan hanya sekadar di sana dan esok. Puasa yang melahirkan sikap asketisme duniawi, akan membuat individu lebih semangat dan produktif.

Asketiseme duniawi menciptakan manusia-manusia yang bukan sekadar menggeser jadwal makan-minum dan menahan lapar dan dahaga, melainkan menjaga diri (zuhud) dari praktek ujaran kebencian, hoax, finah, provokasi, dan segala hal-hal yang bersifat negatif bagi kehidupan publik di negeri ini.

Terhindar dari segala macam unsur kebencian adalah manifestasi dari asketisme duniawi. Kebencian ditolak dengan menjadikan puasa sebagai perisainya.

Pendidikan jihad ini, akan membauat setiap insan yang menjalani puasa tidak sekadar menahan di dunia nyata, tapi sekuat tenaga pulak memelihara lisan, tulisan, cuitan dan segala bentuknya dari segala macam kebencian dan turunannya.

Pendidikan jihad ini, sudah dibuktikan oleh Nabi, para sahabat, dan para pendiri bangsa ini bahwa puasa  bukan hanya  berorientasi pahala di alam nan jauh di sana, tetapi juga puasa yang bisa mempunyai dampak positif dalam merawat negeri ini dari kebencian dan segala yang bisa merusak harmonisasi hubungan anak bagsan dalam konteks kekinian dan kedisinian.

Jika para pendahulu kita, merak puasa tapi berhasil mengusir penjajah, mempersatukan tekad, mewujudkan kedamaian, maka kita juga harus berpusa dengan cara mengusir ujaran kebencian, hoax, rasisme, dan paham radikal dari bumi pertiwi ini, wabilkhusus di dunai maya.

Jihad kebangsaan dengan menjaga perdamaian dan keamanan di dunia nyata dan maya, dan berusaha sekuat tega mencapai tarap kesehateraan adalah sebetul-betulnya pendikan jihad di era ini.

This post was last modified on 15 April 2021 12:48 PM

Hamka Husein Hasibuan

Recent Posts

4 Mekanisme Merdeka dari Intoleransi dan Kekerasan di Sekolah

Masa depan bangsa sangat ditentukan oleh mereka yang sedang duduk di bangku sekolah. Apa yang…

17 jam ago

Keterlibatan yang Silam Pada yang Kini dan yang Mendatang: Kearifan Ma-Hyang dan Pendidikan Kepribadian

Lamun kalbu wus tamtu Anungku mikani kang amengku Rumambating eneng ening awas eling Ngruwat serenging…

17 jam ago

Menghapus Dosa Pendidikan ala Pesantren

Di lembaga pendidikan pesantren, tanggung-jawab seorang Ustadz/Kiai tidak sekadar memberi ilmu kepada santri. Karena kiai/guru/ustadz…

17 jam ago

Sekolah Damai BNPT : Memutus Mata Rantai Radikalisme Sejak Dini

Bahaya intoleransi, perundungan, dan kekerasan bukan lagi hanya mengancam keamanan fisik, tetapi juga mengakibatkan konsekuensi…

2 hari ago

Dari Papan Kapur sampai Layar Sentuh: Mengurai Materialitas Intoleransi

Perubahan faktor-faktor material dalam dunia pendidikan merefleksikan pergeseran ruang-ruang temu dan arena toleransi masyarakat. Jarang…

2 hari ago

Pengajaran Agama yang Inklusif sebagai Konstruksi Sekolah Damai

Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) bekerjasama dengan Duta Damai BNPT telah berinisiasi untuk membangun Sekolah…

2 hari ago