Keagamaan

Ramadhan Bulan Kasih Sayang

Tak terasa sudah sepekan kita melalui Ramadhan tahun ini. Banyak ibadah yang telah kita kerjakan mulai berpuasa itu sendiri, tadarus, tarawih di malam hari, bersedekah dan ibadah lainnya. Ramadhan menjadi bulan penggemblengan diri untuk menahan lapar dan dahaga selama satu bulan. Secara tak langsung dampak dari puasa memberikan kita energi untuk ikut merasakan penderitaan orang lain yang sedang melaksanakan pula. Dari sinilah rasa simpati, empati dan kasih sayang kita kepada sesama muslim tumbuh.

Puasa selama satu bulan ini menjadi ajang untuk melatih, menempa dan mengorganisasikan tabiat kita. Dalam adab berpuasa kita dilarang berdusta, mengumpat (ghibah), bersumpah palsu dan memandang dengan nafsu bahkan hal ini bisa dikatakan membatalkan puasa. Adab ini mengingatkan kepada kita untuk senantiasa memperhatikan orang lain agar tak tersakiti hatinya.

Syekh Wahbah Zuhaili (1932-2015) menyatakan bahwa puasa sebagai ajang menyucikan jiwa, mendapatkan keridhaan Allah, membiasakan diri untuk bertaqwa kepada Allah secara terang-terangan atau sembunyi, melatih kesabaran, meninggalkan syahwat, bahkan Nabi menyatakan: puasa sebagian dari setengah kesabaran. Penulis Tafsīr al-Munīr ini memberikan isyarat kepada kita untuk puasa tak hanya melulu berhubungan langsung dengan tuhan. Puasa juga sebagai bagian dari bentuk interaksi sosial yang kita bangun dengan saudara, tetangga dan masyarakat pada umumnya.

Selain itu, selama Ramadhan amal yang kita kerjakan akan dilipatgandakan Allah. Maka dari itu ini menjadi kesempatan kita untuk berlomba-lomba melakukan kebaikan sebanyak mungkin. Hal kecil yang mungkin terlewatkan adalah bila kita bisa saling mengasihi dan menyayangi orang-orang yang ada di sekitar kita. Hal ini bisa diwujudkan dengan misal berbuka bersama dengan keluarga, teman kelas, teman kantor, bila perlu dengan kaum dhuafa. Sebab kebahagiaan orang puasa adalah ketika berbuka dan bertemu dengan Tuhan.

Melembutkan Hati

Kasih sayang bisa tumbuh dengan adanya persamaan sama merasakan beratnya berpuasa di siang hari. Bahkan sungguh berat bagi saudara kita yang berada di belahan dunia yang mengalami siang lebih lama dibandingkan dengan kita yang berada di daerah khatulistiwa. Hal sepenanggungan inilah yang menjadikan Islam agama yang moderat, sederajat antara yang kaya dan miskin, tua dan muda, pejabat ataupun rakyat.

Kebiasaan buruk yang kita kerjakan secara otomatis akan terhenti selama Ramadhan. Ini menunjukkan Ramadhan mampu memberikan magnet tersendiri kepada kita minimal untuk menghormati dimana al-Qur’an turun pada bulan ini. Dengan meninggalkan kebiasaan buruk ke depan dalam bulan Syawwal bisa meningkat dengan mengerjakan kebaikan yang lebih banyak.

Hati yang diasah selama satu bulan penuh ini diharapkan mampu memberikan warna kasih dan sayang di bulan berikutnya. Tak berhenti pada Ramadhan belaka. Ibadah yang sesungguhnya adalah efek dari yang diajarkan dari puasa. Seperti halnya shalat yang kita kerjakan dapat mencegah dari perbuatan keji dan munkar (Al-Ankabut: 45). Karena shalat dan puasa bila dikerjakan dengan sungguh-sungguh dan kita bisa mengambil i’tibar maka tak mungkin perbuatan maksiat tak kita kerjakan.

Bila kita perhatikan betul bahwa puasa mampu melembutkan hati yang keras, mampu menjadikan orang yang sering marah menjadi periang karena ingat akan ibadahnya. Kasih sayang tentu menjadi dambaan setiap orang untuk mendapatkannya. Darisinilah kita bersyukur mampu menjalankan puasa hingga akhir bulan nanti.

Akhirnya, bila kita mampu melewati ibadah selama satu bulan ini dan menyandang predikat orang yang memiliki kasih sayang. Maka kita termasuk menjadi bagian yang disebutkan langsung al-Qur’an. Bahwa sebagian dari sifat orang mukmin adalah yang saling berkasih sayang diantara satu dengan yang lainnya. (Al-Fath: 29). Semoga.

Mukhamad Zulfa

Mahasiswa Pascasarjana UIN Walisongo Semarang, alumus Fakultas Ushuluddin dan Humaniora UIN Walisongo, Semarang. Pernah nyantri di Pesantren Raudlatul Ulum, Guyangan, Pati, Jawa Tengah. Aktif di jaringan pesantren Jawa Tengah.

Recent Posts

Konsep Islam Menentang Tiga Dosa Besar Dunia Pendidikan

Lembaga pendidikan semestinya hadir sebagai rumah kedua bagi peserta didik untuk mendidik, mengarahkan dan membentuk…

5 jam ago

Pemaksaan Jilbab di Sekolah: Praktir yang Justru Konsep Dasar Islam

Dalam tiga tahun terakhir, kasus pemaksaan hijab kepada siswi sekolah semakin mengkhawatirkan. Misalnya, seorang siswi…

5 jam ago

Memberantas Intoleransi dan Eksklusivisme yang Menjerat Pendidikan Negeri

Dua tahun lalu, seorang siswi SDN 070991 Mudik, Gunungsitoli, Sumatera Utara, dilarang pihak sekolah untuk…

5 jam ago

Riwayat Pendidikan Inklusif dalam Agama Islam

Indonesia adalah negara yang majemuk dengan keragaman agama, suku dan budaya. Heterogenitas sebagai kehendak dari…

1 hari ago

Hardiknas 2024: Memberangus Intoleransi dan Bullying di Sekolah

Hardiknas 2024 menjadi momentum penting bagi kita semua untuk merenungkan dan mengevaluasi kondisi pendidikan di…

1 hari ago

Sekolah sebagai Ruang Pendidikan Perdamaian: Belajar dari Paulo Freire dan Sekolah Mangunan Jogjakarta

Bila membicarakan pendidikan Paulo Freire, banyak ahli pendidikan dan publik luas selalu merujuk pada karya…

1 hari ago