Narasi

Ramadhan: Titik Tolak Zerro Kekerasan, Full Kedamaian

Nuansa damai jelang bulan suci Ramadhan tahun ini ternodai oleh oknum yang melakukan kekerasan. Kerusuhan di Rutan Mako Brimob dilakukan napi terorisme yang mayoritas muslim pada selasa (8/5) hingga Kamis (10/5).  Apapun dalihnya, jatuhnya korban jiwa menjadi indikasi insiden tersebut patut dikutuk. Pelaku kerusuhan terbukti tidak mampu menahan emosi penuh nafsu hingga memanfaatkan celah melakukan kerusuhan berdarah.

Hanya selang tiga hari, bom bunuh diri mengguncang Kota Surabaya pada Minggu pagi (13/5). Tidak main-main, dalam waktu hampir bersamaan langsung terjadi di tiga lokasi, yaitu Gereja Katolik Santa Maria Tak Bercela (SMTB), Gereja Kristen Indonesia (GKI), dan Gereja Pantekosta Pusat Surabaya (GPPS) Sawahan. Korban tewas dan luka-luka dilaporkan berjatuhan. Kejadian ini kembali patut dikutuk, apalagi terjadi jelang bulan suci Ramadhan.

Ajaran Ramadhan

Ramadhan atau bulan puasa adalah sarana latihan mengendalikan diri. Bulan latihan juga penting dilakukan dengan latihan pula. Dengan demikian latihan pengendalian sudah penting dilakukan jelang Ramadhan. Rasulullah SAW memberikan teladan menyambut Ramadhan sejak tiga bulan sebelumnya dan semakin meningkat hingga sebulan sebelum Ramadhan.

Muslim harus memiliki tekad yang kuat (azam) serta niat yang tulus dan jujur untuk mengoptimalkan Ramadhan. Selanjutnya tekad yang kuat (azam) dan niat yang tulus tersebut akan membuat seseorang produktif dalam mengisi Ramadhan dengan berbagai ibadah dan amal shaleh.

Dosa dan maksiat dapat menghalangi seseorang dari ketaatan. Sebab, dosa dan maksiat dapat mengotori dan menutupi hati. Pemilik hati yang tertutupi oleh karat dosa dan maksiat biasanya berat melakukan ibadah dan amal shaleh. Untuk itu mesti melakukan taubat selama Ramadhan.

Selama Ramadhan, muslim juga harus membersihkan hati dari sifat jahat dan buruk terhadap sesama muslim. Dendam dan dengki (hasad) merupakan sifat tercela. Sementara terbebas dari sifat tercela tersebut merupakan ciri orang beriman dan bertakwa.  Muslim hendaknya membersihkan dirinya dari sifat buruk ini. Agar ia berpuasa dengan hati yang bersih dan dada yang lapang. Agar dapat melaksanakan amaliah Ramadhan dengan hati tenang. Jangan sampai berbagai kebaikan yang dilakukan berupa shiyam, qiyam, sedekah, tilawah, dan ibadah lainnya menjadi sia-sia karena sifat dengki (hasad). Sebab hasad dapat melahap kebaikan seperti api yang menghanguskan kayu bakar.

Anjuran Kedamaian

Esensi puasa adalah menahan nafsu dari perbuatan yang buruk. Diantara perbuatan buruk adalah kebencian dan kekerasan. Benci yang dianjurkan adalah benci terhadap kemunkaran dan perbuatan buruk lainnya. Rasulullah SAW bersabda, “Barang siapa di antara kalian yang melihat kemungkaran, hendaklah dia merubahnya dengan tangannya. Apabila tidak mampu maka hendaknya dengan lisannya. Dan apabila tidak mampu lagi maka dengan hatinya, sesungguhnya itulah selemah-lemah iman.” (HR. Muslim). Kemungkaran yang dibenci dalam hati masih selemah Iman. Naik sedikit adalah melawan dengan ujaran perbaikan.

Kebencian yang serampangan apalagi hanya berdasarkan unsur SARA semata jelas tidak dianjurkan agama. Benci menjadi pintu masuknya dendam dan dengki. Sebagaimana diuraiakan di atas kedua sifat ini adala tercela. Selama Ramadhan tentunya benci semacam ini harus dijauhkan dari diri umat Islam.

Sebaliknya Ramadhan harus dihiasi dengan sifat dan aktualisasi kedamaian dan welas asih. Kekerasan hingga menimbulkan korban pasti ditolak ajaran agama. Untuk itu mesti lahir dalam setiap diri ini kutukan terhadap kekerasan. Kutukan dalam hati masih lumayan meski selemah-lemah iman. Lebih baik jika kutukan digaungkan sebagai bentuk perlawanan.

Kutukan terhadap kekerasan mesti dibuktikan dan diwujudkan dengan laku kedamaian. Ajaran Islam yang penuh kedamaian mesti dibumikan. Pembumian ajaran berkedamaian yang gencar sejak dini merupakan upaya efektif mencehak radikalisme dan terorisme.

Upaya di atas sejalan dengan pendekatan terbaru BNPT yaitu soft approach atau pendelatan lunak. Berbeda dengan penindakan yang hanya bida dilakukan pihak berwenang, pendekatan lunak dapat bahkan wajib melibatkan semua pihak. Termasuk di dalamnya adalah umat Islam yang mayoritas di negeri ini. Salah satunya melakukan persiapan Ramadhan dengan mengutuk kekerasan dan  membumikan kedamaian. Aktualisasi ini mesti dilanjutkan dan ditingkatkan hingga Ramadhan dan  pasca Ramadhan.

RIBUT LUPIYANTO

Deputi Direktur C-PubliCA (Center for Public Capacity Acceleration); Blogger

Recent Posts

Memberantas Intoleransi dan Eksklusivisme yang Menjerat Pendidikan Negeri

Dua tahun lalu, seorang siswi SDN 070991 Mudik, Gunungsitoli, Sumatera Utara, dilarang pihak sekolah untuk…

5 menit ago

Riwayat Pendidikan Inklusif dalam Agama Islam

Indonesia adalah negara yang majemuk dengan keragaman agama, suku dan budaya. Heterogenitas sebagai kehendak dari…

24 jam ago

Hardiknas 2024: Memberangus Intoleransi dan Bullying di Sekolah

Hardiknas 2024 menjadi momentum penting bagi kita semua untuk merenungkan dan mengevaluasi kondisi pendidikan di…

24 jam ago

Sekolah sebagai Ruang Pendidikan Perdamaian: Belajar dari Paulo Freire dan Sekolah Mangunan Jogjakarta

Bila membicarakan pendidikan Paulo Freire, banyak ahli pendidikan dan publik luas selalu merujuk pada karya…

24 jam ago

Buku Al-Fatih 1453 di Kalangan Pelajar: Sebuah Kecolongan Besar di Intansi Pendidikan

Dunia pendidikan pernah gempar di akhir tahun 2020 lalu. Kepala Dinas Pendidikan Bangka Belitung, pada…

24 jam ago

4 Mekanisme Merdeka dari Intoleransi dan Kekerasan di Sekolah

Masa depan bangsa sangat ditentukan oleh mereka yang sedang duduk di bangku sekolah. Apa yang…

2 hari ago