Narasi

Refleksi 2024; Membaca Pergeseran Manuver Kelompok Radikal-Ekstrem

Melihat kembali perjalanan tahun 2024 kita akan disuguhi lanskap keagamaan yang menarik. Di satu sisi, kita melihat adanya perkembangan signifikan dalam pemberantasan ekstremisme. Di tahun 2024, kita berhasil mempertahankan status zero attack terrorism. Angka aksi terorisme berhasil ditekan ke titik nol.

Penyelenggaraan pesta demokrasi juga nisbi steril dari politik identitas dan politisasi agama. Selain itu, organisasi ekstrem, Jamaah Islamiyyah menyatakan diri bubar secara suka rela. Lalu euforia kunjungan Paus Fransiskus yang dirasakan oleh masyarakat lintas-agama. Dan, yang terakhir perayaan Natal berjalan aman dan damai.

Namun, di balik itu masih ada sejumlah persoalan terkait kebebasan beragama yang belum selesai. Misalnya, masih sering terjadi kasus pembubaran paksa kegiatan ibadah kelompok minoritas, pelarangan pendirian tempat ibadah, dan sebagainya. Yang paling mengkhawatirkan dari semua itu adalah adanya pergeseran manuver kaum radikal-ekstrem pasca pembubaran sejumlah organisasi radikal.

Pembubaran organisasi radikal, seperti FPI, HTI, dan JI nyatanya tidak serta-merta menyurutkan propaganda radikalisme keagamaan. Para simpatisan gerakan radikal-ekstrem kini bermetamorfosa dan bertransformasi ke dalam berbagai bentuk agar lebih adaptif dan mampu menggaet kelompok muda (milenial dan generasi Z).

Seperi kita lihat belakangan ini, para pengasong ideologi radikal ekstrem tidak lagi memakai cara dan pendekatan konvensional untuk mempropagandakan ideologi dan gerakannya. Mereka tidak melulu memakai forum kajian keagamaan dan secara eksplisit mempromosikan jihad, hijrah, khilafah, dan sebagainya. Sekarang mereka tampil dalam kemasan yang lebih gen-Z friendly, adaptif pada trend gaya hidup, dan tentunya menyesuaikan dengan algoritma media sosial.

Rebranding Gerakan Radikal

Maka, hari ini propaganda radikalisme dan ekstremisme bisa dikemas ke dalam acara entertainment yang menggabungkan antara talkshow, musik, dan lawak tunggal (stand-up comedy). Kita tentu ingat event bertajuk “Metamorfoshow; It’s Time to One Ummah” yang tidak lain merupakan bentuk pendekatan baru mempropagandakan konservatisme ke kalangan generasi Z perkotaan.

Hal yang sama juga tampak di ranah digital. Para pentolan organisasi radikal-ekstrem kini berusaha merebranding dirinya dari yang tadinya dicap ustad radikal menjadi seorang influencer yang membahas isu-isu yang related dengan problem anak muda. Upaya rebranding itu dilakukan dengan beragam cara, termasuk mengadaptasi budaya populer yang memang tengah hype di kalangan kaum muda. Misalnya seperti film, drama korea, musik korea, atau anime (komik dan animasi jepang).

Para influencer ini juga memaksimalkan produk digital seperti video pendek, vlog, siniar (podcast), dan sebagaiya sebagai media mempropagandakan ideologi radikal-ekstrem. Mereka juga tidak segan berkolaboasi dengan influencer yang berbeda pandangan, bahkan beda agama. Para influencer yang berpandangan konservatif-radikal ini rela membuat podcast dengan influencer yang dikenal liberal dan anti konservatisme.

Bahkan, dengan influencer non-muslim sekalipun mereka mau berkolaborasi. Tujuanya selain mencari engagement adalah untuk membangun citra diri sebagai sosok yang inklusif dan moderat. Kini, para pengasong ideologi radikal-ekstrem tampil dalam kemasan baru yang seolah-olah lebih ramah, segar, dan seolah-olah pro pada kebinekaan.

Waspada Kamuflase Radikalisme

Padahal, jika diamati dengan detil, subtansi pemikiran mereka tidak pernah berubah. Menebar sikap anti pada kelompok agama lain tetap dilakukan. Misalnya dengan terus-terusan melarang muslim mengucapkan selamat natal dan berteman dengan non-muslim. Sikap anti pada pemerintah juga tidak berubah. Misalnya, seruan untuk menolak pajak, karena dianggap tidak sesuai praktik Rasulullah. Hal itu menandai bahwa kelompok radikal-ekstrem tidak berubah secara prinsip, melainkan hanya mengubah strategi.

Ajakan untuk hijrah dan jihad menegakkan khilafah juga masih dilakukan. Hanya saja dengan bahasa dan pendekatan yang lebih halus. Ide-ide tentang hijrah, jihad, dan khilafah kerap diselipkan ke dalam pembahasan tentang kondisi ekonomi, sosial, dan politik di Indonesia. Mereka rajin membahas isu kemiskinan atau ketimpangan sosial dengan tujuan mendegradasi sistem ekonomi yang saat ini diterapkan.

Mereka juga rajin membahas problem-problem politik dengan maksud mendelegitimasi sistem demokrasi. Ujungnya, mereka akan mempropagandakan sistem khilafah sebagai solusi atas seluruh problem tersebut. Pola fetakompli yang demikian ini kerap tidak disadari oleh masyarakat. Alhasil, banyak umat yang terpesona oleh janji-janji utopis kaum radikal-ekstrem.

Pergeseran manuver kaum radikal inilah yang patut diwaspadai. Di tahun-tahun mendatang, bisa dipastikan kaum radikal-ekstrem akan semakin lihai bermanuver, berkamuflase, dan bertransformasi. Mereka akan lebih sering menunggangi isu sosial, politik, dan agama yang tengah trending topic di tengah masyarakat untuk menebar benih-benih radikalisme-ekstremisme. Inilah tantangan menuju tahun 2025. Siapkah kita?

Nurrochman

Recent Posts

Membaca Peluang dan Tantangan Penanggulangan Terorisme di Tahun 2025

Sepanjang tahun 2024, aksi terorisme di tanah air dapat dikatakan berada pada level yang relatif…

2 jam ago

Optimisme 2025 dan Tantangan Mempertahankan Status Zero Attack

Memasuki tahun 2025, Indonesia patut berbangga atas pencapaian yang telah diraih selama dua tahun terakhir…

23 jam ago

Resolusi 2025, Belajar Mencintai secara Kaffah ala Erich Fromm

Namun sudahkah manusia memahami perihal mencintai dengan baik? Bagaimana jika sesuatu itu tidak indah, apakah…

23 jam ago

Kemuliaan 2025 untuk Hijrah: Dari Kekhawatiran Iman, Menuju Kemantapan Iman dalam Merawat Keberagaman

Tahun baru yang jatuh pada Rabu (1/1/2025) bertepatan dengan bulan yang sangat dimuliakan oleh Allah…

24 jam ago

Refleksi Akhir Tahun : Tantangan Ideologi Kekerasan dan Radikalisme di Era Digital

Tahun 2024 menorehkan berbagai peristiwa yang menuntut refleksi mendalam, khususnya terkait dengan harmoni antarumat beragama.…

3 hari ago

Retrospeksi Keberagamaan di 2024; Membaca Popularitas Salafi-Wahabi dan Lahirnya Jihadis Gen-Z

Sebelum memasuki tahun baru 2025, adalah hal yang penting untuk melakukan retrospeksi. Istilah retrospeksi berarti…

3 hari ago