Keagamaan

Revolusi Mental Umat Beragama

Tidak sedikit konflik, kriminalitas bahkan terorisme erat hubungannya dengan keyakinan beragama. Perbedaan agama menjadi penyebab terjadinya ketidakharmonisan antar sesama manusia ketiak masing-masing pemeluk agama merasa yang paling benar. Merasa paling benar dalam sebagai pribadi yang beragam merupakan hal yang tidak bisa dihindari untuk menjaga konsistensi diri memegang nilai-nilai agama yang dianut. Namun, merasa paling benar dalam beragama hubungannya dengan rabah  sosial menjadi tidak tidak etis kerena setiap inividu mendapatkan perlindungan hukum memeluk agama sesuai keyakinan masing-masing. Konsitusi negara dan agama menjamin kebebasan setiap orang untuk memilih agama mana yang hendak dianut.

Hal ini sering kali dilupakan oleh kebanyakan pemeluk agama. ketika menghadapi orang yang tidak seakidah atau tidak sepemahaman dalam memandang sebuah persoalan, ia mudah merespon secara emosional. Tidak sedikit pemeluk agama menyalahkan atau bahkan mengkafirkan orang lain ketika berbeda pandangan dengan diriny adalam hal keyakinan. Hal ini menyebabkan kondisi sosial tidak harmonis dan menciptakan perpecahan anar warga. Sebagai warga negara Indonesia, kita haru menyadari bahwa negara mengakui berbagai agama seperti Islam dan Kristen. Artinya, setiap penduduk disini harus mempu kesdaran beragama yang baik dengan memetakan agama dalam konteks individual dan sosial.

Dalam konteks individual, suatu agama tertentu adalah sistem keyakinan yang memuat ritual dan regulasi yang mengikat. Pemeluknya wajib mengakui untuk dirinya bahwa agama tersebut adalah kewajiban tunggal yang tidak boleh diawar lagi. Hal ini berfungsi untuk membentengi dari terjadinya pelanggaran atau kelalaian dalam menuaikan setiap kewajiban yang telah ditetapkan. Siapapun yang telah mengikrarkan diri untuk memeluk Islam misalnya wajib bagi dirinya menyakini bahwa Islam satu-satunya agam yang benar. Tidak ada agama yang benar selain Islam.

Pola kometmen keabsolidan agama tidak dapat digunakan ketika agama tersebut dihadapkan kepada orang lain. Pemeluk agama tertentu tidak boleh memaksakan kehendaknya untuk orang lain mengikuti keyakinannya. Dia harus memberikan ruang kepada orang lain untuk memilih berdasarkan kesadarannya agama apa yang hendak dianut. Umat Islam misalnya dapat merujuk kepada apa  yang dilakukan Nabi Muhammad SAW di Madinah. Masyarakt dengan latar belakang teologi yang berbeda hidupn rukun dan damai. Mereka saling memperlakukan satu sama lain secaram manusiawi. Inilah potret idealitas interaksi antar pemeluk agama yang tertuang dalam piagam madinah.

Adapun diberlakukannya beberapa aturan negara yang wajib ditunaikan oleh masyarakat non muslim pada waktu itu adalah hal lain seperti membayar pajak. Kondisi ini wajar sekali terjadi karena pemerintahan waktu itu dikendalikan oleh penduduk muslim yang humanis, adil dan transparsial. Jika hal itu hendak diimplementasikan di negera ini, yang perlu perlu dibenahi pertama kali adalah mental dan karakter umat Islam. Saat ini, kita hampir tidak dapat menemukan orang islam yang humanis, adil dan transpransial. Indikatornya adalah banyak dari kalangan muslim ketika diamanahi jabataan Negara tidak profesional.

Karakter humanis perlu dikembangkan sebagai dasar untuk menjalankan kehidupan di dunia. Islam mengajarkan kita untuk memanusiakan orang lain. Setiap pribadi memiliki hak untuk mengekspresikan keinginannya tanpa harus harus diintervensi orang lain selama tidak mengganggu ketertiban umum. Seorang boleh berbuat apapun sekehendaknya asal tidak mencederasi sistem kehidupan sosial yang berlaku di sekitarnya. Inilah yang dimaksudkan dengan memanusiakan orang lain.

Selain itu, kita perlu membekali diri dengan kerakter adil. Keadilan sangat penting ditegakkan tanpa pendang bulu. Seseorang sering hilang kendali ketika harus berbuat adil terhadap orang yang benyak berpengaruh terhadapa dirinya. Banyak sekali kasus-kasus yang mengambarkan ketidakadilan di negara ini. Nenek mencuri makanan utuk mengobati rasa lapar misalnya harus menjalani hukuman sementara mejabat negara dengan leluasa melenggang setelah melakukan tidak korupsi.

Keterbukaan juga perlu selalu dilakukan oleh siapapun teruma dalam yang menyangkut kepentingan umum. Kita tidak boleh menutup-nutupi apa yang seharusnya menjadi hak orang  meskipun merugikan diri sendiri. Dehumanisasi, ketidakadilan dan keidakterbukaan adalah kunci utama yang menyebabkan konflik horizontal terjadi. Mereka bisa melakukan apapun termasuk perilaku teror ketika haknya tidak didapatkan dengan selayaknya. Coba kita perhatikan bersama pemicu bergabungnya seseorang  ke jajaringan teroris. Itu adalah efek dari perilaku umat islam sendiri. Penduduk muslim yang memegang jabatan tidak bisa menjadi wakil yang mengaspirasikan suaranya malahan mereka berbuat yang tidak pantas.

Shulhan Alfinnas

Aktivis Komunitas Mata Pena Yogyakarta

Recent Posts

Belajar dari Kisah Perjanjian Hudaibiyah dalam Menanggapi Seruan Jihad

Perjanjian Hudaibiyah, sebuah episode penting dalam sejarah Islam, memberikan pelajaran mendalam tentang prioritas maslahat umat…

2 jam ago

Mengkritisi Fatwa Jihad Tidak Berarti Menormalisasi Penjajahan

Seperti sudah diduga sejak awal, fatwa jihad melawan Israel yang dikeluarkan International Union of Muslim…

2 jam ago

Menguji Dampak Fatwa Aliansi Militer Negara-Negara Islam dalam Isu Palestina

Konflik yang berkecamuk di Jalur Gaza sejak 7 Oktober 2023 hingga hari ini telah menjadi…

3 jam ago

Mewaspadai Penumpang Gelap Perjuangan “Jihad” Palestina

Perjuangan rakyat Palestina merupakan salah satu simbol terpenting dalam panggung kemanusiaan global. Selama puluhan tahun,…

3 jam ago

Residu Fatwa Jihad IUMS; Dari Instabilitas Nasional ke Gejolak Geopolitik

Keluarnya fatwa jihad melawan Israel oleh International Union of Muslim Scholars kiranya dapat dipahami dari…

1 hari ago

Membaca Nakba dan Komitmen Internasional terhadap Palestina

Persis dua tahun lalu, untuk pertama kalinya dalam sejarah Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada Senin 15…

1 hari ago