Narasi

“Ronda” Media Sosial dari Ujaran Kebencian

Ucapan kebencian adalah tindakan komunikasi yang dilakukan oleh suatu individu atau kelompok dalam bentuk provokasi, hasutan, ataupun hinaan kepada individu atau kelompok yang lain dalam hal berbagai aspek seperti ras, warna kulit, etnis, gender, cacat, orientasi seksual, kewarganegaraan, agama, dan lain-lain.

“Siskamling” atau “Ronda” media sosial menjadi salah satu alternatif dalam mengurangi perilaku individu yang sering mengeluarkan ujaran kebencian di media sosial. Diharapkan dengan adanya individu yang sadar dengan bagaimana pentingnya “Ronda” Medsos memberikan dampak yang nyata dalam penekanan ujaran kebencian di media sosial.

Ujaran kebencian sendiri secara umum dibagi menjadi dua macam bedasarkan media yang dipakai yaitu ujaran kebencian melalui media umum seperti surat kabar, surat, foto, gesture dan sebagainya kemudian ujaran kebencian melalui media internet. Adapun ujuran kebencian yang sering menimbulkan masalah dan berbuntut panjang di indonesia lebih banyak melalui media internet. Hal ini dipengaruhi oleh tingkat kebutuhan masyarakat akan internet relatif jauh lebih tinggi dibanding dengan media lainnya.

Sementara itu hal yang sering menjadi dalih bagi pelaku ujaran kebencian adalah undang-undang tentang kebebasan berpendapat. Kebebasan mengeluarkan pendapat merupakan salah satu hak asasi yang dimiliki oleh setiap manusia dan dijamin dalam UUD 1945. Oleh karena itu setiap individu memiliki hak untuk mengemukakan pendapat baik secara lisan maupun tulisan, adanya kebebasan mengeluarkan pendapat hendaknya harus dilakukan dengan penuh tanggung jawab serta memperhatikan peraturan hukum yang ada. Dengan demikian setiap manusia dituntut untuk belajar  menghargai setiap perbedaan dalam berpendapat dan mampu mengembangkan sikap hidup yang mendukung kelangsungan hidup bermasyarakat.

Baca juga : Siskamling 4.0: Digital Security untuk Mengikis Narasi Kebencian

Sebagai mahluk Tuhan, manusia pada dasarnya adalah mahluk yang memiliki drajat yang sama. Seperti yang tercantum dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 27 ayat 1, dikemukakan bahwa semua warga negara sederajat dalam hokum dan pemerintahan baik presiden maupun rakyat, baik warga Negara asli maupun keturunan asing adalah sederajat dan sama kedudukanya menurut hokum dan pemerintahan. Pasal 28 menyatakan bahwa kemerdekaan beserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang. Dari uraian penggalan pasal tersebut dapat diambil kesimpulan meskipun kemerdekaan itu ada dan diakui akan tetapi pelaksanaanya tetap diatur dalam undang-undang, pada dasarnya kemerdekaan itu mengandung makna kebebasan yaitu bebas melakukan apa saja namun tidak seenaknya yang penuh dengan tanggng jawab sesuai dengan aturan-aturan yang berlaku.

Mengemukakan pendapat juga dapat diartikan sebagai suatu kegiatan yang dilakukan dalam rangka menyampaikan gagasan atau pikiran secara logis sesuai dengan konteks yang ada dalam artian hubungan antara orang yang menyampaikan gagasan dengan orang yang diajak berkomuniksi serta permasalahan yang sedang dibahas. Dalam undang-undang no. 9 thun 1998 pasal 1 ayat 1 dikemukakan bahwa yang dimaksud dengan kemerdekaan mengemukakan pendapat adalah hak setiap warga negara untuk menyampaikan pikiran secara lisan maupun tulisan secara bebas dan bertanggung jawab sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan yang berlaku. Penyampain pendapat dimuka umum memiliki arti bahwa pendapat tersebut didengar, dilihat, dan dirasakan oleh massa sehingga dalam penyampaian pendapat dimuka umum harus dilakukan dengan penuh tanggung jawab serta harus menghormati hak-hak dan kebebasan orang lain.

Bagaimana cara terbaik dalam menanggapi ujaran kebencian di media sosial:

Pertama, Pendidikan tentang etika media harus berfokus pada hak dan kebebasan dalam menciptakan masyarakat yang damai. Menghadapi kebencian dimulai dengan kesadaran bahwa meskipun kebebasan berekspresi adalah hak asasi manusia yang mendasar, kemunculan media sosial telah menciptakan berbagai wadah untuk membuat dan menyebarkan ujaran kebencian. Pendidikan dan etika dalam bermedia sosial tidak harus memalui kurikulum khusus disekolah atau lembaga formal lainnya. Di indonesia sendiri sudah banyak komunitas yang peduli akan hal ini maka akan lebih baik pemerintah setempat memberikan ruang bagi komunitas yang peduli akan pendidikan bermedia sosial di indonesia.

Kedua, Mengatur media sosial, dengan mempelajari dan mengetahui etika serta undang-undang yang berlaku, atur penggunaan media sosial Anda lebih positif. Hindari mengikuti akun-akun yang memicu kebencian. Jika perlu, Anda bisa melaporkan akun atau perkataan tersebut kepada pihak aplikasi untuk menghilangkan konten itu dari media sosial. Jangan pernah malas untuk melaporkan konten yang berbau ujaran kebencian di media sosial dan mendorong pihak aplikasi untuk membuat algoritma untuk mengantisipasi ujaran kebencian di media sosial.

Ketiga, Mendorong korban dan saksi untuk melaporkan kejahatan yang terkait dengan kebencian Tindak ujaran kebencian kerap tidak terlihat hanya karena banyak korban yang tidak tahu ke mana harus melaporkan kasus. Bahkan, terkadang korban tidak sadar bahwa dia adalah korban dari ujaran kebencian. Oleh karena itu, bangun kesadaran diri Anda untuk meminimalkan maraknya tindakan ujaran kebencian di media sosial dengan membantu korban atau diri sendiri melaporkan jika mengalami tindak ujaran kebencian. Dengan melaporkan pihak yang melakukan ujaran kebencian yang merugikan anda sebagai korban akan memberikan dampak kepada si pelaku agar lebih berhati-hati lagi dalam menyampaikan pendapatnya serta memberikan pengajaran kepada masyarakat umum bahwa ujaran kebencian akan memberikan dampak yang tidak baik  di tengah masyarakat dan setiap pendapat yang dikeluarkan harus dapat dipertanggung jawabkan sepenuhnya.

Keempat, sebagai nitizen yang baik seharusnya tidak ikut-ikutan dalam menyebarkan ujaran kebencian sekalipun ujaran kebencian tersebut diperuntukkan kepada orang yang tidak anda sukai. Jadilah nitizen yang selalu melakukan crosschek berita dan melakukan literasi media terhadap pemberitaan yang beredar di media sosial. Ajaklah dan ingatkan lah akun yang menyebarkan ujaran kebencian kepada hal yang lebih positif lagi.(GH)

Gusveri Handiko

Penulis Galamai Duta Damai Sumbar, Ketua Duta Damai Sumatera Barat

Recent Posts

Demistifikasi Agama dan Politik Inklusif untuk Kemanusiaan

Agama dan politik di Indonesia selalu menjadi isu yang sensitif sekaligus penting. Keduanya memiliki kekuatan…

2 hari ago

Merawat Hubungan Agama dan Politik yang Bersih dari Politisasi Agama

Sesungguhnya, agama tidak pernah bertentangan dengan politik. Agama dan politik itu sifatnya integratif. Agama dapat…

2 hari ago

Agama (Tidak) Bisa Dipisahkan dalam Politik?

Pada mulanya politik adalah sebuah jalan untuk mencapai tujuan yang mulia. Politik adalah seni untuk…

2 hari ago

Ruang Maya Sehat, Demokrasi Kuat

Menjelang Pilkada Serentak 2024, ruang digital di Indonesia menjadi semakin sibuk. Media sosial, yang telah…

3 hari ago

Mencegah Mudharat “Jualan Agama” Pada Pilkada 2024

Tahun 2024 adalah tahun politik. Pesta demokrasi melalui Pemilu telah. Kini masyarakat siap menyambut pemilihan…

3 hari ago

Prinsip Teo-Antroposentrisme Kuntowijoyo, Jembatan antara Dimensi Ilahi dan Realitas Sosial

Kelompok konservatif seperti Hizbut Tahrir Indonesia selalu menjadikan agama sebagai palang pintu terakhir segala problematika…

3 hari ago