Narasi

Siskamling Medsos : Upaya Mengkampanyekan Perdamaian di media sosial

Media sosial menjadi ruang interaksi dan sosialiasi. Berbagai aktivitas keseharian individu bebas untuk dipublikasikan didalamnya. Setiap orang-pun dapat menanggapi setiap aktivitas yang dibagikan. Sehingga menjadikan media sosial menjadi ruang komunikasi daring yang menyenangkan.

Namun, tidak semua yang terpublish ataupun tanggapan yang disampaikan menjadi menyenangkan. Sebab seringkali berupa hujatan, ancaman, provokasi yang mengarah pada penyebaran narasi kebencian.

Dititik ini, kebebasan dalam bermedia ternyata menemukan sisi negatifnya. Sebab ditengah kebebasan yang diusungnya media sosial menjadi pisau bermata dua. Semula menjadi jembatan komunikasi yang menyenangkan berubah menjadi jembatan komunikasi yang membawa ke arah perpecahan dalam konteks berbangsa.

Konten yang menyebabkan perpecahan semakin lama bukannya berkurang justru sebaliknya. Konten ujaran kebencian, provokasi ataupun hoax silih berganti mengisi ruang dunia maya, semakin tak terbendungkan. Meskipun tindak pidana selalu siap menerkam pelaku yang memproduksi ataupun menyebarkan konten tersebut.

Narasi kebencian sebenarnya tidak selalu dilakukan oleh individu-individu yang belum memiliki literasi media yang cukup. Tetapi dengan tujuan dan kepentingan tertentu, narasi kebencian justru sengaja diproduksi dan dimobilisasi oleh individu atau kelompok tertentu yang memiliki literasi media cukup.

Baca juga : “Ronda” Media Sosial dari Ujaran Kebencian

Dan bagaimana nasib bangsa ini kedepan jika narasi kebencian yang menyebabkan perpecahan tersebut terus diproduksi dan dimobilisasi secara sadar? Apakah kita sebagai individu yang sadar akan terus menerus pasif dan mendiamkan narasi kebencian terus menerus disebarkan? Sudah saatnya individu yang sadar untuk bergerak, menjaga dan merawat dunia maya kita bebas dari kebencian. Menjadikan dunia maya sarat dengan perdamaian.

Gerakan siskamling media sosial perlu dilakukan. Perlu untuk terus-menerus memantau, melaporkan ataupun mereduksi narasi kebencian didunia maya. Sebab didunia yang serba digital ini apa yang terjadi meskipun di dunia maya mempunyai implikasi terhadap keutuhan didunia nyata.

Siskamling media sosial dengan cara pemantauan dan pelaporan tentu upaya yang sangat bisa dilakukan. Tapi bagaimana mereduksi narasi kebencian ? Upaya apa yang mungkin dilakukan untuk tidak hanya  meminimalisir tetapi mengganti dan menjadikan media sosial  yang semula penuh dengan narasi kebencian menjadi penuh narasi perdamaian.

Upaya tersebut bukanlah upaya yang gampang tetapi bukan berarti tidak bisa dilakukan. Upaya yang bisa dilakukan adalah menyebar narasi perdamaian dengan model kampanye. Tetapi terlebih dahulu harus sudah tumbuhnya kesadaran sekaligus kuatnya persatuan sebagai basis geraknya.

Adapun kampanye yang dapat dilakukan diantaranya, : mengkampanyekan pentingnya literasi media sosial agar masyarakat pengguna media sosial tidak gampang terkecoh dan terjebak pada narasi kebencian.

Kampanye literasi media sosial tidak hanya agar masyarakat dapat menggunakan media sosial secara tepat, tetapi juga dapat menciptakan masyarakat media sosial yang ragu-ragu terhadap setiap konten.

Jika masyarakat mulai ragu-ragu artinya masyarakat akan menelusuri tingkat kebenaran konten. Penelusuran ini berimplikasi dua hal, pertama tidak percaya terhadap konten yang disebarkan oleh individu atau akun yang menyebarkan jika konten yang ditelusuri tidak benar. Kedua jika benar maka masyarakat akan cenderung percaya, dan dalam persoalan apapun, politik misalnya akan menjadikan akun tersebut sebagai refrensi.

Kedua, narasi perdamaian dengan cara memproduksi  dan memobilisasi konten. Adapun kontennya dapat berupa meme, quote, humor ataupun karikatur perdamaian. Ketiga manajemen konten yang tepat agar menjadikan konten perdamaian memenuhi jagat dunia maya. Agar konten perdamaian menjadi viral dimedia sosial. Dalam hal ini kita bisa belajar dari konten meme paslon presiden fiktif Nurhadi-Aldo (Dildo) yang mendamaikan ditengah panasnya kontelasi politik di tanah air.

Akhirnya, ke depan media sosial apakah terisi dengan konten perdamaian atau sebaliknya tergantung ditangan kita, disetiap jempol pengguna media sosial. Yang jelas ditangan jempol netizinlah nasib perdamaian negeri ini dipertaruhkan. Semoga kita menjadi netizen yang bijak dalam memanfaatkan media sosial. Sehingga nilai perdamaian dapat terus diwariskan dari generasi ke generasi.

Moh Zodikin Zani

View Comments

Recent Posts

Demistifikasi Agama dan Politik Inklusif untuk Kemanusiaan

Agama dan politik di Indonesia selalu menjadi isu yang sensitif sekaligus penting. Keduanya memiliki kekuatan…

1 hari ago

Merawat Hubungan Agama dan Politik yang Bersih dari Politisasi Agama

Sesungguhnya, agama tidak pernah bertentangan dengan politik. Agama dan politik itu sifatnya integratif. Agama dapat…

1 hari ago

Agama (Tidak) Bisa Dipisahkan dalam Politik?

Pada mulanya politik adalah sebuah jalan untuk mencapai tujuan yang mulia. Politik adalah seni untuk…

1 hari ago

Ruang Maya Sehat, Demokrasi Kuat

Menjelang Pilkada Serentak 2024, ruang digital di Indonesia menjadi semakin sibuk. Media sosial, yang telah…

2 hari ago

Mencegah Mudharat “Jualan Agama” Pada Pilkada 2024

Tahun 2024 adalah tahun politik. Pesta demokrasi melalui Pemilu telah. Kini masyarakat siap menyambut pemilihan…

2 hari ago

Prinsip Teo-Antroposentrisme Kuntowijoyo, Jembatan antara Dimensi Ilahi dan Realitas Sosial

Kelompok konservatif seperti Hizbut Tahrir Indonesia selalu menjadikan agama sebagai palang pintu terakhir segala problematika…

2 hari ago