Narasi

Rumah Ibadah Jangan Dijadikan Tempat Provokasi

Kata Mbah Sujiwo Tejo dalam akun Twitternya, “Intinya, bagaimana sembahyang itu bisa mendorong seluruh hatimu untuk menolong orang lain. Itulah inti pergi ke masjid, gereja, wihara, kuil, dan sebagainya.” Bila demikian, berarti rumah ibadah merupakan sarana tumbuhnya hidayah, kasih-sayang, kedamaian, kerukunan, dan toleransi.

Alangkah salah kaprah bila kemudian ada seseorang yang menyampaikan pesan-pesan permusuhan, kebencian, dan hoax di tempat ibadah. Sebab, hal itu bertolak belakang dengan tujuan ibadah, yaitu mendekatkan diri kepada Allah, untuk mencintai sesama manusia, saling menyayangi, saling menghormati, dan saling menghargai.

Seharusnya, kalau kita benar-benar beribadah di tempat ibadah, maka mustahil kita akan melakukan sesuatu yang membuat umat terpecah belah. Tetapi, bila ternyata kita hanya sekedar memenuhi kewajiban, terlebih karena takut neraka, jangan heran bila hati kita tidak tergerak untuk melakukan kebaikan-kebaikan. Malahan, kita melakukan berbagai bentuk provokasi-provokasi yang membahayakan perdamaian umat.

Di sinilah kita harus memahami, bahwa rumah ibadah merupakan tempat yang aman dan menenteramkan. Darinya, akan muncul kesalehan-kesalehan spiritual dan sosial bagi penghuninya. Maka, bila kita beribadah, bersungguh-sungguhlah supaya diselimuti oleh hal-hal yang positif.

Peran rumah ibadah tentu menjadi faktor penting untuk merawat persatuan umat beragama. Sejarah telah mencatat bahwa keberadaan rumah ibadah menjadi pusat bersemainya kearifan sosial yang membentuk jiwa-jiwa damai dan rukun. Namun, faktanya ada sebagian rumah ibadah yang menjadi titik simpul munculnya perselisihan publik akibat dari pemahaman dan praktik-praktik beragama yang tidak seimbang. Ya, tak jarang rumah ibadah menjadi tempat provokasi.

Baca juga : Rumah Ibadah: Media Pemersatu Bangsa Penebar Pesan Damai

Karena itu, janganlah kita ikut merusak rumah ibadah dengan hal-hal yang negatif. Ingatlah, bahwa rumah ibadah merupakan tempat untuk melindungi dan menjaga harkat martabat kemanusiaan, serta menjaga kelangsungan hidup dan peradamaian umat manusia.

Berhati-hatilah dalam menyampaikan sesuatu di tempat ibadah. Kalau tidak mengetahui secara pasti tentang duduk perkaranya, atau tidak berdasarkan pemahaman, lebih baik diam saja. Lebih baik, berbicaralah yang santun. Gunakanlah kalimat-kalimat yang baik dalam ukuran kepatutan dan kepantasan. Usahaknlah terbebas dari umpatan, makian, maupun ujaran kebencian yang dilarang oleh agama mana pun.

Sebab, prinsip ajaran agama itu membangun sikap dan perilaku positif, maka cara penyampaiannya pun harus dengan cara-cara yang elegan, bermartabat, dan menjunjung tinggi prinsip-prinsip akhlak. Selain itu, harus terbebas dari ungkapan-ungkapan kebencian atas dalih-dalih doktrin dan keyakinan, sehingga tidak menimbulkan kegaduhan sikap dan perilaku yang tidak produktif, bahkan bisa merusak tatanan sosial.

Di rumah ibadah kita juga harus berbicara yang bernuansa mendidik dan berisi materi pencerahan yang meliputi pencerahan spiritual, intelektual, emosional, dan multikultural. Utamakan banyak mengandung nasihat-nasihat perdamaian, motivasi dan pengetahuan yang mengarah kepada kebaikan-kebaikan.

Hindarilah pembicaraan yang mempertentangkan unsur SARA (suku, agama, ras, antar golongan) yang dapat menimbulkan konflik, mengganggu kerukunan ataupun merusak ikatan bangsa. Berbagai perbedaan yang ada tidak perlu dibesar-besarkan karena dapat menyulut emosi orang yang mendengarkannya. Terlebih, yang dibicarakan itu kelompoknya.

Jangan pernah mengatakan ucapan-ucapan yang memuat penghinaan, penodaan, dan pelecehan terhadap pandangan, keyakinan dan praktik ibadah antar atau dalam umat beragama. Intinya, hal-hal yang mengandung provokasi harus dihindari, jangan pernah mengatakan hal itu. Katakan saja, bahwa keragaman paham dan keyakinan adalah penguat persatuan dan persaudaraan. Jadi, jangan dijadikan pemicu timbulnya penghinaan atau pelecehan kepada sesama.

Di rumah Tuhan, kita tidak boleh berkampanye, baik secara nada teriakan maupun bisik-bisik. Sebab, rumah ibadah merupakan area yang netral dari kepentingan politik. Kepentingan politik sudah sewajarnya tidak melibatkan rumah ibadah yang notabene sebagai tempat yang bebas dari kepentingan duniawi.

Karena itu, mari jadikan rumah sebagai sumber terpencarnya cahaya dan inspirasi kelembutan, kearifan, dan keadilan bagi pemeluk agamanya, dan semua makhluk bumi. Mari hindari provokasi kebencian-kebencian!

Ach Fawaid

Keagamaan di Garawiksa Institute, Yogyakarta

View Comments

Recent Posts

Demistifikasi Agama dan Politik Inklusif untuk Kemanusiaan

Agama dan politik di Indonesia selalu menjadi isu yang sensitif sekaligus penting. Keduanya memiliki kekuatan…

4 jam ago

Merawat Hubungan Agama dan Politik yang Bersih dari Politisasi Agama

Sesungguhnya, agama tidak pernah bertentangan dengan politik. Agama dan politik itu sifatnya integratif. Agama dapat…

4 jam ago

Agama (Tidak) Bisa Dipisahkan dalam Politik?

Pada mulanya politik adalah sebuah jalan untuk mencapai tujuan yang mulia. Politik adalah seni untuk…

4 jam ago

Ruang Maya Sehat, Demokrasi Kuat

Menjelang Pilkada Serentak 2024, ruang digital di Indonesia menjadi semakin sibuk. Media sosial, yang telah…

1 hari ago

Mencegah Mudharat “Jualan Agama” Pada Pilkada 2024

Tahun 2024 adalah tahun politik. Pesta demokrasi melalui Pemilu telah. Kini masyarakat siap menyambut pemilihan…

1 hari ago

Prinsip Teo-Antroposentrisme Kuntowijoyo, Jembatan antara Dimensi Ilahi dan Realitas Sosial

Kelompok konservatif seperti Hizbut Tahrir Indonesia selalu menjadikan agama sebagai palang pintu terakhir segala problematika…

1 hari ago