Narasi

Stop Hoax! Mari Mengedukasi Umat dengan Ceramah Perdamaian di Rumah Ibadah

Dalam menjaga kebersamaan dan persatuan di tengah keragaman sangat mudah bagi kita jika kita mau berjuang dan selalu setia membuka jiwa dan pikiran demi  kebenaran, dan kasih sayang satu sama lainnya tetap tumbuh. Bagaimana kita berusaha menjadikan tempat ibadah sebagai sarana untuk mendeklarasikan nilai-nilai agama yang toleransi dan saling mencintai. Sehingga kebersamaan dan perdamaian di tengah keragaman tersebut bisa terjalin dan bangsa ini terselamatkan dari perpecahan satu sama lain.

Masyarakat kita saat ini berada di fase saling membenci, provokasi, dan intolerant dalam beragama. Hal ini disebabkan oleh rasa angkuh yang berlebihan, pemahaman tentang agama yang kaku, kebenaran normatif terhadap wahyu Tuhan, dan tidak adanya ijtihad baru yang diberikan oleh seorang agamawan dalam menjawab setiap persoalan.

Kondisi semacam ini sangatlah rawan akan kehancuran bangsa kita. Banyaknya provokasi dan doktrin keagamaan yang radikal justru hanya memanaskan suasana masyarakat dalam ber sosial dengan baik tanpa memikirkan keyakinan.

Baca juga : Rumah Ibadah Jangan Dijadikan Tempat Provokasi

Maka dari itu, sangat Penting akan adanya kurikulum baru bagi setiap agama. Baik kegiatan keagamaan di masjid, gereja, dan tempat ibadah lainnya yang sekiranya setiap khotbah keagamaan agar ada unsur nilai toleransi, kasih sayang dan pentingnya kebersamaan di tengah keragaman. Agar bangsa ini tetap terjaga kebersamaannya, saling mencintai, dan saling menyayangi satu sama lain di bawah tanpa membedakan keyakinan dan kepercayaan.

Setiap agama di dunia ini pasti mengajarkan tentang cinta dan arti mencintai satu sama lain. Karena agama Islam adalah agama yang penuh dengan cinta dan kasih sayang. Begitu pun dengan agama Kristen yang selalu memaafkan terhadap kesalahan orang lain. Begitu pun Buddha yang selalu memberikan jalan hidup bagi yang tersesat, Hindu, dan agama lainnya sebagai jalan hidup, bukan sebagai pelarian hidup.

Adapun faktor yang menyebabkan konflik antar pemeluk agama di dunia ini menurut W.C. Smith adalah adanya “klaim eksklusif “ atas wahyu keselamatan yang dimiliki. Karena pada dasarnya klaim eksklusif ini merupakan pengesaan akan identitas khas suatu kelompok agama yang berbeda dengan kelompok agama lain. Dari situ, seiring waktu klaim eksklusif tersebut dipaksa untuk digunakan oleh orang lain. Padahal orang tersebut sudah mempunyai klaim eksklusif sendiri.

Hal inilah yang sebenarnya menciptakan ketegangan setiap umat beragama. Mereka saling menyuarakan nilai-nilai keagamaannya di berbagai macam tempat ibadah, bahkan memaksakan untuk mengikutinya dengan cara kekerasan. Jadi, orang yang berceramah di berbagai ruang publik yang mendoktrin nilai keagamaan tersebut sebenarnya menyuarakan kebenaran eksklusif dalam dirinya yang terlalu berlebihan tanpa ada kontrol.

Ruang agama sebenarnya salah satu tempat yang sangat pas untuk kita jadikan ajang deklarasi perdamaian. Selama ini tempat-tempat ibadah dijadikan sebagai tempat doktrin agama yang bersifat kebenaran eksklusif yang akan memaksakan orang lainnya mengikutinya, dan bahkan memaksanya dengan jalan kekerasan.

Kekerasan dan ujaran kebencian merupakan hasil dari pemahaman yang didapat dari berbagai macam ceramah. Hal ini sebagai alasan sangat penting tentang kurikulum setiap khotbah keagamaan yang akan disampaikan. Agar membawa pesan-pesan perdamaian dan pesan tentang toleransi terhadap orang yang tidak seagama dengan kita.

Kurikulum baru dalam setiap khotbah keagamaan  sebenarnya bagaimana kita meminimalisir tentang doktrin agama yang akan memberikan semangat permusuhan dan ujaran kebencian satu sama lain. Karena agama adalah jalan manusia bersama dalam menjalani kehidupan ini dengan adil, damai, dan penuh dengan kebersamaan. Maka dari itu dengan upaya kurikulum baru ini, agar setiap khotbah keagamaan di Indonesia ini mampu memberikan pesan-pesan perdamaian dan kebersamaan.

This post was last modified on 20 Februari 2019 6:12 PM

Sitti Faizah

View Comments

Recent Posts

Ruang Maya Sehat, Demokrasi Kuat

Menjelang Pilkada Serentak 2024, ruang digital di Indonesia menjadi semakin sibuk. Media sosial, yang telah…

22 jam ago

Mencegah Mudharat “Jualan Agama” Pada Pilkada 2024

Tahun 2024 adalah tahun politik. Pesta demokrasi melalui Pemilu telah. Kini masyarakat siap menyambut pemilihan…

22 jam ago

Prinsip Teo-Antroposentrisme Kuntowijoyo, Jembatan antara Dimensi Ilahi dan Realitas Sosial

Kelompok konservatif seperti Hizbut Tahrir Indonesia selalu menjadikan agama sebagai palang pintu terakhir segala problematika…

22 jam ago

Politik dan Kesucian: Menyimak Geliat Agama di Pilkada 2024

Dunia politik, pada dasarnya, adalah sebuah dunia dimana orang menjadi paham akan manusia dengan segala…

22 jam ago

Potensi Ancaman Pilkada 2024; Dari Kekerasan Sipil ke Kebangkitan Terorisme

Sebuah video rekaman detik-detik “carok” di Sampang, Madura beredar di media sosial. Kekerasan itu terjadi…

2 hari ago

Mencegah Agenda Mistifikasi Politik Jelang Pilkada

Dalam ranah politik jelang Pilkada 2024, kita dihadapkan pada fenomena yang mengkhawatirkan, yakni potensi meningkatnya…

2 hari ago