Keagamaan

Semua Agama Sepakat Doktrin Perdamaian, Bagaimana dengan Orang Yahudi?

Agama-agama besar di dunia, baik Islam, Kristen, Hindu, Buddha, maupun Yahudi, pada dasarnya lahir untuk membawa pesan keselamatan dan perdamaian bagi umat manusia. Ajaran pokok agama adalah menghubungkan manusia dengan Tuhan sekaligus membimbing manusia agar hidup selaras dengan sesamanya. Namun, dalam sejarah panjang peradaban, agama seringkali dipersepsikan bertolak belakang dengan nilai perdamaian karena praktik sebagian pemeluknya yang melahirkan konflik, diskriminasi, dan bahkan peperangan. Pertanyaan kemudian muncul: jika semua agama adalah doktrin perdamaian, bagaimana dengan agama Yahudi dan umatnya?

Yudaisme sebagai salah satu agama Abrahamik memiliki konsep shalom yang sangat kuat. Kata shalom bukan sekadar berarti “damai”, tetapi juga mencakup keutuhan, keselarasan, dan kebaikan menyeluruh. Dalam kitab suci Ibrani, Nabi Yesaya menggambarkan cita-cita masyarakat damai, di mana bangsa-bangsa “tidak lagi mengangkat pedang” satu sama lain (Yesaya 2:4). Nilai inilah yang menjadi inti doktrin Yahudi: perdamaian adalah tujuan akhir peradaban.

Namun, seperti halnya agama lain, realitas umat Yahudi tidak selalu sejalan dengan doktrin agamanya. Dalam perjalanan sejarah, mereka pernah menjadi korban penindasan dan diskriminasi, seperti tragedi Holocaust. Tetapi dalam konteks modern, sebagian kebijakan politik Israel terhadap Palestina menimbulkan paradoks: sebuah bangsa yang pernah menjadi korban justru kini dituduh melakukan penindasan. Fenomena ini menunjukkan perbedaan mendasar antara ajaran agama Yahudi dengan praktik politik negara Israel. Agama mengajarkan shalom, tetapi politik seringkali mengikuti kepentingan kekuasaan.

Pertanyaan tentang Yahudi sering muncul karena konflik Israel–Palestina, yang kerap dipandang sebagai konflik agama. Padahal, inti masalahnya lebih pada perebutan tanah, kekuasaan, dan politik. Jika menilik ajaran Yahudi murni, konsep tikkun olam (memperbaiki dunia) justru mendorong umat manusia untuk bekerja sama memperbaiki kehidupan. Artinya, orang Yahudi secara teologis diajak untuk menjadi agen perdamaian, bukan sebaliknya.

Penting ditegaskan bahwa tidak tepat menyamakan politik Israel dengan umat Yahudi secara keseluruhan. Banyak tokoh Yahudi di dunia yang kritis terhadap kebijakan Israel, dan mereka menyerukan keadilan serta hak hidup damai bagi bangsa Palestina. Mengeneralisasi bahwa “orang Yahudi” identik dengan kekerasan akan sama salahnya dengan menyamakan Islam dengan terorisme. Agama harus dipahami dalam kemurniannya, sementara perilaku politik harus dikritisi dalam konteks kekuasaan.

Jika semua agama pada dasarnya adalah doktrin perdamaian, maka titik temu antaragama, termasuk Yahudi, adalah komitmen terhadap martabat manusia universal. Orang Yahudi, Muslim, dan Kristen, sebagai pemeluk agama Abrahamik, memiliki tanggung jawab moral untuk menjadikan nilai-nilai kasih, keadilan, dan shalom/salam sebagai jembatan rekonsiliasi. Jalan menuju perdamaian dunia tidak mungkin dibangun dengan kebencian kolektif, tetapi melalui kesadaran bersama bahwa agama hadir untuk menghapus permusuhan.

Semua agama, termasuk Yahudi, adalah doktrin perdamaian. Jika dalam kenyataan masih terjadi kekerasan, itu bukanlah representasi ajaran agama, melainkan hasil dari ambisi politik, kepentingan kekuasaan, dan kesalahpahaman manusia. Agama Yahudi dengan konsep shalom sesungguhnya mengajarkan harmoni, sebagaimana Islam dengan salam dan Kristen dengan kasih. Oleh karena itu, yang perlu ditumbuhkan bukanlah prasangka terhadap umat Yahudi, melainkan kesadaran bahwa agama apa pun, ketika dipahami dengan jernih, adalah jalan menuju perdamaian yang hakiki.

Athifatin Tsabitah

Recent Posts

Anak di Peta Digital: Merebut Kembali Ruang Bermain dari Ancaman Maya

Dalam rentang dua dekade, peta dunia anak-anak telah bergeser secara fundamental. Jika dahulu tawa dan…

5 jam ago

Bangsa Indonesia Tidak Boleh Merasa “Menang” dari Aksi Teror

Sejak awal dipublikasi pada 2023 hingga hari ini, narasi zero terrorist attack memang tidak bisa…

5 jam ago

Teror tanpa Bom : Ancaman Sunyi Melalui Soft Propaganda

Perubahan signifikan tengah terjadi dalam lanskap gerakan terorisme di Indonesia. Jika pada dua dekade pertama…

5 jam ago

Bagaimana Roblox sebagai Socio-Digital Bisa Menjadi Begitu Mencekam?

Pada Januari 2025, seorang pria bernama James Wesley Burger menggunakan Robloxuntuk secara terbuka menyiarkan ancaman…

1 hari ago

Kewaspadaan Kolektif: Menjaga Fondasi NKRI dari Terorisme Digital

Laporan Global Terrorism Index (GTI) 2024 yang menempatkan Indonesia pada status zero attack selama dua…

1 hari ago

Dari Warhammer ke Roblox; Visualisasi Ekstremisme di Semesta Gim Daring

Isu terkait penggunaan gim daring (online game) sebagai sarana terorisme sebenernya bukan hal baru. Maka,…

1 hari ago