Narasi

SisKamling Dalam Media, Menjaga Toleransi Beragama

Baru-baru ini banyak sekali hal-hal yang harus diwaspadai dari bumi nusantara ini, misalnya aksi yang sangat tidak terpuji terjadi di Gereja St Lidwina Bedog Trihanggo Gamping Sleman kemarin (11/02/2018) pagi. Sebelumnya juga indonesia diramaikan oleh kasus penyerangan pimpinan pondok Pesantren Al-hidayah kampung Santiong Desa Cicalengka, Bandung Jawa Barat, Sabtu (27/01/2018). Kedua aksi ini adalah bentuk penistaan terhadap kebhinekaan dan pancasila, lebih-lebih sikap toleransi beragama seakan seperti secarik kertas yang hancur diterpa banjir, bagaimana tidak, toleransi tidak lagi disabdakan sebagai jalan kedamain dan kesadaran diri dalam berbangsa yang majemuk tetapi hanya sebatas tabir yang tanpak jelas tapi nyatanya tidak berfungsi dalam menyatukan umat yang berbeda.

Satu yang perlu diwaspadai, jangan sampai kerukunan beragama terusik hanya karena isu-siu rendahan di dunia maya dan menghancurkan kebhinekaan dan persatuan bangsa. Kasus yang diatas sudah nyata memberikan kita gambaran bahkan bukan hanya sebatas ganbaran, melainkan aksi nyata dan langsung peraktek lapangan dari oknum yang mengaku berjalan diatas kebenaran agama, tetapi mendurhakai sisi kemanuasia dan menistakan hablum minannas, apakah seperti itu ajaran dan tuntunan agama? Bukan sama sekali, bahkan agama pun mengutuk aksi seperti itu. Kekerasan yang berdalih atas perintah agama sangat disayangkan, apalagi sampai menjatuhkan korban yang tak berdosa. Sungguh hina ajaran seperti itu!

Kedua kasus diatas mengundang perhatian dari semua kalangan, terutama di yogja selaku kota istimewa. Aksi kekerasan itu terjadi di gereje St Lidwina Bedog Gamping Sleman, yang masih dibawah naungan kraton yogjakarta, Sultan Agung mengaku heran dengan peristiwa itu. “mengapa yogja begini? Ini bukan karakter kita, saya sangat sedih dan menyesali kenapa ini terjadi, mengapa perbuatan keji itu terjadi ditengah jemaat yang sedang beribadah, dan diapun mengutuk keras perbuatan peristiwa tersebut. Berbagai kalangan mengecam dan sangat menyayangkan kejadian itu, Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto, Kabereskrim Polri Komjen polisi Ari Dono Sukmanto, menilai bahwa kasus ini tak main-main dan cukup menggemparkan karena dianggap mengusik toleransi beragama (KR:2018)

Menjaga Keberagaman Dengan Siskamling Di Media

Membaca beberapa polemik yang terjadi di atas menyadarkan kita perlunya sebuah sistem yang menjaga keberagaman bangsa, baik dalam sisi lingkungan nyata maupun dalam dunia maya. Dalam lingkungan masyarakat, Siskamling merupakan solusi efektif yang cukup meredam ketimpangan yang terjadi ditengah kemajemukan bangsa kita. Siskamling dalam dunia maya penting juga, mengingat banyak sekali maling-maling dalam media yang mencoba menerobos pasar demokrasi, dengan cara merampok kebenaran lalu menguyahnya menjadi kebohongan. itulah modal meraka dalam dunia maya, menistaan sebuah kebenaran lalu mempublikasikan.

Itulah mengapa pada tahun 2017 Polri telah membuat kebijakan cyber patrol dalam memonitoring konten kejahatan di dunia maya. Jika patroli lebih mengedepankan unsur aparat keamanan, Siskamling media sosial merupakan strategi dengan mengedepankan partisipasi masyarakat dalam melakukan monitoring dan pelaporan sebagai wujud kepedulian untuk menjaga lingkungan media sosial aman, nyaman dan bebas dari konten radikalisme dan terorisme.

Paling tidak begitulah yang diupayakan oleh para aparat negara, memonitoring konten kejahatan di dunia maya demi menjaga kestabilan bangsa dengan cara mengptimalkan peran dunia maya dan partisipasi masyarakat pada umumnya. Lain lagi dengan cara pandang pemuka media, mereka yang sering berpatroli mengamankan setiap sudut media untuk menangkal kejahatan yang bersarang di dunia maya terus bergegas mencari penangkal jitu guna melengserkan “maling-maling” dalam media. Sebenarnya hal yang paling mendasar yang sering merepotkan pemerintah adalah kurang terjaganya keragaman bangsa, maka maya dijadikan sebagai kambing hitam untuk memanasi-manasi rakyat indonesia perbedaan yang ada.

Maka langkah pemerintah dalam membuat cyber patrol patut diapresiasi, apalagi untuk kepentingan rakyat banyak dan demi menjaga toleransi didunia nyata maupun dunia maya. disitulah peran media dibutuhkan dan juga peran jurnalis supaya lebih cerdas mencari informasi. Dengan kasus diatas penulis menyimpulkan bahwa, bisa jadi kekerasan itu cipta oleh isu-isu sara sehingga sentimen keagamaan berbuah kekerasan yang terjadi akhir-akhir ini. Terakhir, upayakan sistem keamanan lingkungan (Siskamling) menjadi hal yang sangat dibutuhkan dalam untuke menjaga toleransi beragama dalam dunia maya.

Amiruddin Mb

Recent Posts

Ruang Maya Sehat, Demokrasi Kuat

Menjelang Pilkada Serentak 2024, ruang digital di Indonesia menjadi semakin sibuk. Media sosial, yang telah…

14 jam ago

Mencegah Mudharat “Jualan Agama” Pada Pilkada 2024

Tahun 2024 adalah tahun politik. Pesta demokrasi melalui Pemilu telah. Kini masyarakat siap menyambut pemilihan…

14 jam ago

Prinsip Teo-Antroposentrisme Kuntowijoyo, Jembatan antara Dimensi Ilahi dan Realitas Sosial

Kelompok konservatif seperti Hizbut Tahrir Indonesia selalu menjadikan agama sebagai palang pintu terakhir segala problematika…

14 jam ago

Politik dan Kesucian: Menyimak Geliat Agama di Pilkada 2024

Dunia politik, pada dasarnya, adalah sebuah dunia dimana orang menjadi paham akan manusia dengan segala…

14 jam ago

Potensi Ancaman Pilkada 2024; Dari Kekerasan Sipil ke Kebangkitan Terorisme

Sebuah video rekaman detik-detik “carok” di Sampang, Madura beredar di media sosial. Kekerasan itu terjadi…

2 hari ago

Mencegah Agenda Mistifikasi Politik Jelang Pilkada

Dalam ranah politik jelang Pilkada 2024, kita dihadapkan pada fenomena yang mengkhawatirkan, yakni potensi meningkatnya…

2 hari ago