Narasi

Siskamling Medsos Cara Tepat Tangkal Konten Negatif

Banyaknya konten negatif yang mewarnai dunia maya terutma bagi media sosial yang menjadi sasaran para orang atau kelompok yang tidak bertanggung jawab menyebarkan konten negatif seperti ujaran kebencian dan hoax.

Mengambil data yang dilansir dalam IG: damailahri bahwa terdapat tiga aplikasi media sosial yang terjangkit konten negatif dari ketiga aplikasi tersebut adalah Facebook, WhatsApp dan Instagram. Konten negatifnya berupa hoax dengan komposisi Facebook 82.25%, WhatsApp 56.55% dan Instagram 29.48%. ketiga aplikasi ini tidak usah dipertanyakan eksistensinya karena saat ini kaum milenial banyak sekali yang menggunakan ketiga media sosial tersebut terutama aplikasi chating WhatsApp (WA).

Konten negatif di WA sangatlah banyak sekitar 56.55% bermuatan informasi bohong, maka dari itu Kementrian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) membuat peraturan dalam menyebarkan pesan di WA hanya sebanyak lima kali, artinya setiap user hanya diberikan lima kali forward jika sudah meliwati batas user harus mengetik ulang pesan tersebut. Tentu hal ini juga dibuat agar konten negatif yang ada di WA semakin sedikit.

Kebijakan tersubut dianggap sangat bagus untuk mereduksi adanya konten ujaran kebencian dan hoax namun sayangnya masih saja ada masyarakat yang tidak peduli dengan konten ujaran kebencian dan hoax tadi sehingga konten-konten tersebut semakin terjangkit. Kembali meminjam data yang dilansir oleh damailahri melalui Instagram bahwa kemampuan netizen (masyarakat) dalam mendeteksi konten negatif seperti hoax sangatlah memprihatinkan, terdapat 44.19% netizen tidak yakin bisa mendeteksi atau memilah mana berita hoax atau bukan dan 51.03% netizen malah berdiam diri ketika menemui adanya berita hoax dan konten negatif lainnya.

Jika terus-terusan seperti ini maka tentu saja lama-kelamaan Indonesia menjadi terpecah belah karena masyarakatnya masih pragmatis terhadap konten-konten negatif yang beredar dalam ruang maya terutama ketiga aplikasi tadi yang disinggung sebelumnya.

Siskamling Medsos

Selian kebijakan yang dilakukan oleh Kemkominfo tentu ada lagi yang harus mendukung dalam mereduksi narasi kebencian dan  hoax. Orang-orang tersebut atau komunitas itu pun harus memiliki kepedulian yang amat tinggi dalam persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia melalui media sosial yang berlandaskan ideologi Pancasila.

Baca juga : Mengulik Sejarah, Mengikis Kebencian ber-Media

Gerakan tersebut layaknya masyarakat yang melakukan keamanan dalam satu kampung atau yang disebut dengan Sistem Keamanan Lingkungan (Siskamling). Kegiatan tersebut seperti keliling kampung untuk mengecek apakah ada sesuatu yang janggal dan mencurigakan didalam lingkungan tersebut agar semua rumah yang tengah di jaga oleh Siskamling ini semakin aman.

Bayangkan jika siskamling ini dialih fungsikan untuk menjaga media sosial. Petugasnya tentu orang dan komunitas yang memiliki kecerdasan dalam menyeleksi dan melaporkan mana berita bohong, ujaran kebencian dan konten negatif lainnya, karena pada dasarnya media sosial pun merupakan sebuah lingkungan yang harus dijaga.

Di dalamnya banyak sekali interaksi dan bisa juga sebagai ruang untuk menghubungkan antara dunia nyata dan dunia maya seperti medsos. Ketika lingkungan medsos baik maka hubungan didalam masyarakat pun akan baik, namun ketika sebaliknya jika terjadi hal-hal yang tidak baik dan terpapar oleh konten negatif yang dapat menghancurkan kerukunan dalam masyarakat maka hal itu pun akan terjadi pula pada kehidupan yang nyata. Maka dari itu Siskamling medsos sangat dibutuhkan untuk mereduksi narasi kebencian dan konten negatif. Sama seperti Siskamling pada umumnya namun perbedaanya hanya pada medianya saja, yaitu jempol, smartphone, kuota dan sikap selektif dalam menerima informasi yang didapatkan.

Maka dari itu kita sebagai orang-orang yang memiliki pengetahuian mengenai mana berita bohong, ujaran kebencian dan lain sebagainnya untuk melakukan perlawanan dalam menjaga keamanan dan ketertraman dalam dunia media sosial agar Indonesia tetap aman dari serangan kebencian yang dapat mengikis persatuan dan kesatuan bangsa ini, jika kita peduli dengan Indonesia dan keindahan keragamannya maka detik ini juga kita harus sigap dengan konten-konten negatif dan meredupkannya dengan konten positif atau konten klarifikasi terkait informasi yang dinyatakan hoax dan ujaran kebencian agar masyarakat semakin melek mana yang berita hoax dan ujaran kebencian.

Abdul Raufian

Penulis merupakan anggota Surosowan Duta Damai, dan merupakan Mahasiswa Uin Sultan Maulana Hasanuddin Banten. Fakultas Dakwah Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam

Recent Posts

Harga Sebuah Amarah; Melihat Efek Demonstrasi Destruktif dari Sisi Ekonomi dan Psikologi

Dalam sepekan terakhir kita disuguhi pemandangan brutal ketika gerombolan massa meluapkan amarah kolektifnya. Ada yang…

12 jam ago

Agar Aspirasi Tak Tenggelam dalam Kebisingan Anarkisme

Gelombang demonstrasi terjadi di berbagai kota di Indonesia. Pada dasarnya, demonstrasi adalah hak konstitusional warga…

12 jam ago

Kampanye Khilafah; Gejala FOMO Kaum Radikal Menunggangi Fenomena Demonstrasi

Akun TikTok @ekalastri333 dengan pengikut 12, 9 ribu dan menulis di bio profilnya sebagai “pengemban…

12 jam ago

Menyelamatkan Demokrasi dari Tipu Daya Demagog dan Ashabul Fitnah

Demokrasi adalah ruang hidup bangsa. Ia bukan sekadar sistem politik, melainkan jalan bersama untuk menyalurkan…

2 hari ago

Tidak Ada Demokrasi yang Seharga Nyawa

Di pengujung Agustus 2025, demokrasi kita kembali menorehkan luka. Dua nama, Rheza Sendy Pratama di…

2 hari ago

Kembali Bersatu, Jaga Indonesia: Belajar dari Pedihnya Provokasi

Di tengah puing-puing dan reruntuhan bangunan pasca demo, ada gelombang besar semangat yang mempersatukan seluruh…

2 hari ago