Narasi

Sumpah Pemuda Dan Kita

28 Oktober bukanlah sekedar tanggal yang seiring perputaran waktu akan digantikan oleh tanggal selanjutnya. Mungkin ya bagi bangsa lain, namun tidak bagi bangsa kita. 28 Oktober menandai suatu peristiwa penting dalam sejarah gerakan bangsa indonesia, yang kemudian kita kenal dengan sebutan “Hari Sumpah Pemuda”.

Sumpah Pemuda tentu memiliki makna yang begitu dalam bagi mereka yang terlibat dalam mengikrarkannya. Pun demikian seharusnya bagi generasi kita hari ini. Lalu apa makna Sumpah Pemuda bagi kita? Mungkinkah kita menjadikan Sumpah Pemuda hanya sekedar ajang seremonial yang harus dirayakan setiap tahun? Atau sebagai ajang membanggakan diri bahwa bangsa kita pernah memiliki pemuda-pemuda hebat di masa lalu? Kalau memang demikian, maka kita tidak akan menemukan arah baru perjuangan pemuda hari ini. Apa yang semestinya dihayati dari Sumpah Pemuda adalah spiritnya. Untuk mengetahui apa yang menjadi spirit dari Sumpah Pemuda, perlu terlebih dahulu mengetahui konteks perjuangan pemuda Indonesia di masa itu.

Pemuda Indonesia di masa pra-kemerdekaan harus berhadapan dengan sistem kolonialisme yang menindas. Untuk melawan sistem ini, tidak cukup sekedar mengandalkan kesadaran individual, tetapi juga dibutuhkan kesadaran kolektif, yaitu persatuan. Perjuangan pemuda Indonesia untuk menanamkan rasa persatuan ini sejatinya didukung oleh sistem kolonialisme itu sendiri. Mau tidak mau, sistem kolonialisme menjelma sebagai musuh bersama (common enemy) bagi bangsa Indonesia yang, secara tidak langsung, menanamkan rasa persatuan di kalangan pemuda Indonesia.

Baca Juga : Daya Syair Sumpah Pemuda Melawan Ujaran Kebencian

Situasi yang dihadapi pemuda Indonesia di masa pra-kemerdekaan sangat jauh berbeda dengan situasi yang dihadapi oleh pemuda hari ini. Hari ini pemuda tidak lagi berhadapan dengan sistem kolonialisme. Pasca kemerdekaan, pemuda Indonesia seakan kehilangan musuh bersama yang dapat membuat mereka bersatu. Namun, apa benar tidak ada lagi sesuatu yang harus dilawan setelah Indonesia berdiri sebagai negara yang merdeka? Presiden Sukarno jauh-jauh hari telah mengantisipasi pertanyaan ini sembari mengatakan, “Perjuanganku lebih mudah karena mengusir penjajah. Sementara perjuangan kalian akan lebih sulit karena melawan bangsa sendiri.” Sekilas ungkapan ini persis dengan apa yang pernah dilontarkan oleh Nabi Muhammad pasca Perang Badar, di mana Muhammad Mengatakan, “Kita baru saja selesai menjalani jihad kecil, sekarang sudah saatnya kita menjalani jihad besar, yaitu jihad melawan diri sendiri.

Ungkapan Presiden Sukarno di atas, jika direnungkan lebih dalam, seolah-olah ingin menegaskan bahwa apa yang harus dilawan oleh para pemuda bukan hanya sistem kolonialisme. Di masa Soekarno, bangsa sendiri yang harus dilawan itu mewujud dalam bentuk kaum feodal, yang justru merasa diuntungkan oleh hadirnya sistem kolonialisme itu sendiri. Hari ini, ia bisa saja mewujud dalam berbagai macam bentuk; baik itu korupsi yang merajalela, sikap individualisme yang dapat menghilangkan rasa persatuan, maupun gerakan radikalisme yang dapat merusak ketuhan bangsa. Inilah yang harus dilawan oleh pemuda hari ini jika mereka benar-benar ingin melanjutkan spirit dari Sumpah Pemuda. Sebagaimana pesan Presiden Soekarno di atas, para pemuda harus sadar bahwa perjuangan mereka hari ini jauh lebih sulit dalam melawan bangsa sendiri. Hal ini tidak lain karena apa yang dilawan bukanlah musuh dalam artian yang sesungguhnya. Kelompok radikal, misalnya, sekalipun keberadaannya dapat merusak keutuhan bangsa, namun mereka adalah bagian dari bangsa kita sendiri yang harus dijaga dan diayomi. Jika di masa pra kemerdekaan persatuan dibutuhkan untuk mengusir penjajah, maka hari ini persatuan dibutuhkan agar kita sesama anak bangsa tidak saling menjajah satu sama lain. Selanjutnya, selamat berjuang para pemuda!

Mindra Hadi

View Comments

Recent Posts

Demistifikasi Agama dan Politik Inklusif untuk Kemanusiaan

Agama dan politik di Indonesia selalu menjadi isu yang sensitif sekaligus penting. Keduanya memiliki kekuatan…

2 hari ago

Merawat Hubungan Agama dan Politik yang Bersih dari Politisasi Agama

Sesungguhnya, agama tidak pernah bertentangan dengan politik. Agama dan politik itu sifatnya integratif. Agama dapat…

2 hari ago

Agama (Tidak) Bisa Dipisahkan dalam Politik?

Pada mulanya politik adalah sebuah jalan untuk mencapai tujuan yang mulia. Politik adalah seni untuk…

2 hari ago

Ruang Maya Sehat, Demokrasi Kuat

Menjelang Pilkada Serentak 2024, ruang digital di Indonesia menjadi semakin sibuk. Media sosial, yang telah…

3 hari ago

Mencegah Mudharat “Jualan Agama” Pada Pilkada 2024

Tahun 2024 adalah tahun politik. Pesta demokrasi melalui Pemilu telah. Kini masyarakat siap menyambut pemilihan…

3 hari ago

Prinsip Teo-Antroposentrisme Kuntowijoyo, Jembatan antara Dimensi Ilahi dan Realitas Sosial

Kelompok konservatif seperti Hizbut Tahrir Indonesia selalu menjadikan agama sebagai palang pintu terakhir segala problematika…

3 hari ago