Editorial

Sumpah Pemuda dan Perjuangan Pemuda Melawan Hoaks dan Radikalisme di Era Digital

Pada tanggal 28 Oktober 1928, Sumpah Pemuda diucapkan, menciptakan tonggak sejarah dalam perjalanan Indonesia menuju kemerdekaan. Pada saat itu, pemuda-pemuda bersemangat dari berbagai etnis, suku, dan budaya bersatu demi impian besar, yaitu membangun sebuah negara yang menjadi rumah bersama bagi beragam kelompok. Sumpah Pemuda mewakili cita-cita besar pemuda Indonesia pada zamannya, dan menciptakan dasar kuat bagi tumbuhnya kesadaran nasional.

Konteks sejarah Sumpah Pemuda menggambarkan bagaimana pemuda pada zamannya memiliki mimpi besar untuk menciptakan bangsa yang bersatu meskipun terdiri dari beragam suku, etnis, bangsa, dan budaya. Pada saat itu, Indonesia masih di bawah cengkeraman penjajah, dan semangat persatuan merupakan kunci untuk mencapai kemerdekaan. Sumpah Pemuda menjadi tiang penyangga bagi pergerakan perjuangan nasional Indonesia.

Setelah Sumpah Pemuda, arah pergerakan perjuangan Indonesia menjadi jelas. Mimpi besar yang digambarkan dalam Sumpah Pemuda menjadi pendorong untuk membentuk gerakan nasional yang kuat, dengan tujuan utama mencapai kemerdekaan. Sumpah Pemuda telah memberikan semangat kepada pemuda-pemuda Indonesia untuk melawan penjajahan dan mengusung semangat persatuan yang menjadi landasan kesatuan bangsa.

Saat Indonesia mencapai kemerdekaan pada tahun 1945, dasar-dasar pembentukan negara baru telah dirumuskan. Indonesia berusaha membangun bangsa yang bersatu, dengan pondasi yang telah ditetapkan sejak Sumpah Pemuda. Bahasa Indonesia diakui sebagai bahasa nasional, Pancasila diadopsi sebagai dasar negara, dan semangat “Bhinneka Tunggal Ika” dipegang teguh sebagai prinsip persatuan dalam keberagaman.

Namun, tantangan pemuda zaman kini adalah bagaimana melanjutkan bangunan kebangsaan ini dan melawan berbagai macam tantangan yang dapat merusak dan memecah belah kebangsaan. Salah satu tantangan utama adalah penyebaran hoaks, terutama menjelang musim pemilu. Kenapa dengan hoaks?

Hoaks dapat meracuni ruang publik yang sehat dan menciptakan lingkungan yang dapat mendukung radikalisme. Hoaks yang berkembang dengan cepat akan menciptakan polarisasi di tengah masyarakat yang dapat mendorong tindakan ekstrem. Selain itu, kelompok radikal memanfaatkan senjata hoaks untuk meradikalisasi masyarakat dengan menciptakan keretakan sosial dan ketidakpercayaan terhadap hukum dan instrument negara.

Pemuda, yang telah menjadi garda terdepan dalam sejarah perjuangan Indonesia, kini memiliki tanggung jawab besar untuk melawan hoaks dan radikalisme di era digital. Mereka dapat mengambil inspirasi dari semangat Sumpah Pemuda, yang mengedepankan kejujuran, persatuan, dan kesetiaan terhadap bangsa. Prinsip-prinsip ini harus menjadi pedoman dalam tindakan pemuda sebagai agen penangkal hoaks dan radikalisme.

Pemuda masa kini perlu berkomitmen untuk memeriksa kebenaran informasi sebelum mempercayainya dan menghindari menyebarkan informasi yang belum diverifikasi. Mereka harus menjadi penjaga kejujuran dan integritas dalam menjalankan peran mereka sebagai warga negara. Hanya dengan melawan hoaks dan radikalisme, pemuda dapat menjaga persatuan bangsa, seperti yang diimpikan oleh para pendiri bangsa pada tahun 1928.

Dalam era digital yang penuh dengan informasi yang mudah tersebar, pemuda memiliki peran penting dalam memastikan informasi yang berkembang di masyarakat adalah akurat dan tidak merusak persatuan. Mereka dapat menjadi agen perubahan positif dengan menyebarluaskan informasi yang benar dan mendidik masyarakat tentang bahaya hoaks dan radikalisme.

Sebagai pemuda Indonesia, kita memiliki tanggung jawab moral untuk melanjutkan semangat Sumpah Pemuda dengan mengambil tindakan konkret melawan hoaks dan radikalisme. Dengan prinsip-prinsip kejujuran, persatuan, dan kesetiaan terhadap bangsa sebagai panduan, pemuda dapat menjadi garda terdepan dalam melindungi persatuan dan kesatuan bangsa, serta menjaga mimpi besar Indonesia sebagai rumah bersama bagi semua suku, etnis, bangsa, dan budaya.

This post was last modified on 30 Oktober 2023 11:57 AM

Redaksi

Recent Posts

Pembubaran Doa Rosario: Etika Sosial atau Egoisme Beragama?

Sejumlah mahasiswa Katolik Universitas Pamulang (Unpam) yang sedang berdoa Rosario dibubarkan paksa oleh massa yang diduga diprovokasi…

4 jam ago

Pasang Surut Relasi Komitmen Kebangsaan dan Keagamaan

Perdebatan mengenai relasi antara komitmen kebangsaan dan keagamaan telah menjadi inti perdebatan yang berkelanjutan dalam…

4 jam ago

Cyberterrorism: Menelisik Eksistensi dan Gerilya Kaum Radikal di Dunia Daring

Identitas Buku Penulis               : Marsekal Muda TNI (Purn.) Prof. Asep Adang Supriadi Judul Buku        :…

4 jam ago

Meluruskan Konsep Al Wala’ wal Bara’ yang Disimplifikasi Kelompok Radikal

Konsep Al Wala' wal Bara' adalah konsep yang penting dalam pemahaman Islam tentang hubungan antara…

1 hari ago

Ironi Kebebasan Beragama dan Reformulasi Hubungan Agama-Negara dalam Bingkai NKRI

Di media sosial, tengah viral video pembubaran paksa disertai kekerasan yang terjadi pada sekelompok orang…

1 hari ago

Penyelewengan Surat Al-Maidah Ayat 3 dan Korelasinya dengan Semangat Kebangsaan Kita

Konsep negara bangsa sebagai anak kandung modernitas selalu mendapat pertentangan dari kelompok radikal konservatif dalam…

1 hari ago