Narasi

Tagar # Bersatu Lawan Terorisme

Belum berselang lama atas guncangan teror yang melanda Kota Surabaya, kini Mapolda Riau pun kembali merasakannya. Kali ini bukan lagi soal bom bunuh diri yang menggema ke Mapolda. Lebih berbahaya lagi, kelompok teroris bahkan telah berani melakukan penyerangan ke permukaan. Tentu dengan melihat kenyataan pahit demikian, secara seksama kelompok teroris sudah sangat berani melakukan perlawanan kepada bangsa Indonesia. Pasalnya, serangan teroris demikian membuktikan bahwa tonggak kebencian sudah sampai pada batas mengerikan.

Meski penyerangan demikian juga secara nyata telah menimbulkan terenggutnya beberapa nyawa. Namun harus disadari bahwa penyerangan tersebut merupakan kemenangan atas perlawanan terorisme yang telah kita lakukan. Sebab sebagaimana yang diungkapkan Jendral sekaligus ahli strategi militer dari Cina, Sun Tzu dalam taktik perangnya menyatakan bahwa prinsip peperangan yang sesungguhnya ialah “kemenangan besar hanya bisa dilakukan oleh orang yang berani mengambil risiko besar.” Resiko besar yang telah diambil oleh para terorisme dalam menyerang Kapolda Riau merupakan bentuk penyerangan yang sangat mengkhawatirkan.

Namun apabila kita amati dengan seksama, maka perihal demikian merupakan bentuk frustasi dan kekecewaan sebab tak mendapat dukungan—bahkan mendapat perlawanan—dari bangsa Indonesia. Sebab tentu saja, kemauan untuk mengambil resiko besar adalah ironi yang diambil akibat ketidakmungkinan memenangkan resiko yang lebih ringan. Lewat beragam kutukan dan pernyataan yang digulirkan, maka sesungguhnya secara nyata bangsa Indonesia  elah menentang kebiadaban terorisme demikian. Dengan meme yang bertuliskan tagar # kami tidak takut, tagar # kami bersama polri, tagar # teroris musuh bersama, tagar # bersatu lawan terorisme dan beragam tagar lainnya merupakan bukti bahwa secara serentak perlawanan telah dilakukan. Dan hal jamak inilah, yang tanpa sadar telah membuat para teroris menjadi gentar.

Langkah Solutif

Terlepas dari perihal demikian, meski kemenangan yang kita renggut telah memberikan efek yang kian menggemparkan. Namun tentu harus ada langkah solutif agar terorisme tak menginjakkan kaki lagi di Indonesia. Sebelum mengarah ke ruang tersebut, tentu harus difahami terlebih dahulu tentang tujuan dari aksi teroris itu sendiri. Dalam kajian keislaman, terorisme secara bahasa arab disebut dengan irhabiyah atau takhwif, yang secara etimologis bermakna menakut-nakuti. Senada dengan itu, Ali Tasykhiri mendefiniskan terorisme sebagai tindakan yang dilakukan untuk meraih tujuan yang tidak manusiawi dan merusak (mufsid) yang memberikan ancaman terhadap segala jenis keamanan dan pelanggaran atas hak asasi yang diakui oleh agama dan manusia (Jurnal al-Tauhid: 1987).

Berangkat dari definisi tersebut, maka bisa kita ambil benang merah bahwa tujuan pertama terorisme adalah untuk menakut-nakuti. Karena itulah, Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigadir Jendral (POL) Muhammad Iqbal menyatakan kepada segenap masyarakat agar tak menyebar beragam hal, baik berupa foto, video yang berkaitan tentang korban maupun kehancuran bangunan yang terjadi. Tentu dengan melihat kenyataan itu, langkah ini menjadi tindakan awal yang penting dilakukan, sebab tersebarnya foto dan video kebengisan terorisme akan memberikan dampak ke masyarakat berupa ketakutan yang sangat dalam..

Akhirnya, dari hal tersebut bisa diambil benang merah bahwa dengan menyebarkan foto, video dan hal apapun yang berkaitan dengan kejadian tersebut, tanpa sadar sesungguhnya kita sedang menebar kebencian kepada khalayak banyak. Dan itulah tujuan teroris yang sebenarnya, menebar ketakutan kepada masyarakat agar tak ada yang berani melawan. Langkah selanjutnya, secara bersama-sama kita bersatu padu melawan kejahatan terorisme dalam bentuk apapun. Baik dari iklim media dan tindakan nyata. Yang terpenting, tindakan demikian juga harus didasari secara kuat lewat sendi-sendi berjamaah. Karena seperti yang diketahui bahwa kekuatan terbesar kita adalah berjamaah.

Yang terakhir, dengan skala besar kekuatan persatuan itulah, secara serentak kita bahu membahu membantu pemerintah agar laju teroris semakin krisis. Selain itu, langkah prefentif lain yang harus dilakukan adalah menebar kebaikan dengan beragam hal. Baik itu lewat tindakan edukatif dan ajakan untuk bertabayyun (memperjelas) terhadap beragam informasi buram dan narasi kebencian yang didapatkan. Hal ini penting untuk dikampanyekan agar setiap orang bisa memahami secara betul tentang bahaya profokasi yang terjadi. Dan akhirnya, meskipun dalam upaya demikian secara nyata belum bisa menuntaskan permasalahan terorisme, namun setidaknya hal demikian telah memberikan banyak asupan agar terorisme tak lagi berkembang. Wallahu a’lam bi al-shawaab.

This post was last modified on 18 Mei 2018 9:26 AM

Moh Nurul Huda

Recent Posts

Demistifikasi Agama dan Politik Inklusif untuk Kemanusiaan

Agama dan politik di Indonesia selalu menjadi isu yang sensitif sekaligus penting. Keduanya memiliki kekuatan…

2 jam ago

Merawat Hubungan Agama dan Politik yang Bersih dari Politisasi Agama

Sesungguhnya, agama tidak pernah bertentangan dengan politik. Agama dan politik itu sifatnya integratif. Agama dapat…

2 jam ago

Agama (Tidak) Bisa Dipisahkan dalam Politik?

Pada mulanya politik adalah sebuah jalan untuk mencapai tujuan yang mulia. Politik adalah seni untuk…

2 jam ago

Ruang Maya Sehat, Demokrasi Kuat

Menjelang Pilkada Serentak 2024, ruang digital di Indonesia menjadi semakin sibuk. Media sosial, yang telah…

1 hari ago

Mencegah Mudharat “Jualan Agama” Pada Pilkada 2024

Tahun 2024 adalah tahun politik. Pesta demokrasi melalui Pemilu telah. Kini masyarakat siap menyambut pemilihan…

1 hari ago

Prinsip Teo-Antroposentrisme Kuntowijoyo, Jembatan antara Dimensi Ilahi dan Realitas Sosial

Kelompok konservatif seperti Hizbut Tahrir Indonesia selalu menjadikan agama sebagai palang pintu terakhir segala problematika…

1 hari ago