Narasi

Tanggung Jawab Pahlawan Milenial

Kita bersatu biasanya karena musuh bersama. Dulu kita bersama-sama menjadi kokoh saat melawan penjajah yang bernama Belanda. Tidak peduli seberapa kuat musuh kita. Yang penting kita punya semangat dan i’tikad yang kuat untuk memperjuangkan kemerdekaan. Menjalani dan memperjuangkan nasib kita sendiri.

Kita sebagai generasi milenial dapat berefleksi dari kisah-kisah perjuangan orang-orang terdahulu untuk berbuat sesuatu kepada bangsa dan negara. Mereka (generasi terdahulu) mempunyai cara dan semangat jaung yang tinggi untuk mewujudkan cita-cita bersama.

Tidak usah jauh-jauh, kita tentu belum lupa sebuah peristiwa yang sangat krusial yang menjadi tonggak lahirnya sejarah baru bangsa. Dan ini dimotori oleh para pemuda yang tidak lain ialah mahasiswa. Mahasiswa yang menjadi ikon generasi waktu itu bergerak dan menyuarakan asiprasi untuk kelangsungan hidup bangsa dan negara yang lebih baik. Lagi-lagi mereka bergerak karena ada musuh bersama yang mereka lawan. Peristiwa ini sekarang kita kenal dengan reformasi.

Baca juga : Milenial Transnasional Kembali ke Lokal

Bagaimana dengan generasi milenial yang sekarang menjadi represntasi dari generasi muda kita? Generasi milenial disuguhi zaman yang berbeda dengan zaman-zaman yang lalu. Namanya juga milenial, zaman di mana jarak antara suatu tempat ke tempat lain mulai tak bersekat dan mengglobal. Penggunaan media dan teknologi khususnya di bidang komunikasi dan informasi mulai massif. Dan semua harus siap dengan ketebukaan.

Permasalahan dan musuh bersama generasi milenial ini tidak terlihat dengan jelas, seperti halnya ketika generasi dahulu melawan penjajah atau menumbangkan orde baru. Sehingga keadaan ini menimbulkan permasalahan tersendiri  bagi kaum atau generasi milenial. Generasi milenial harus jeli melihat ini. Atau jangan-jangan generasi milenial sudah ternina-bobokkan atau tertidurkan denga realita saat ini?

Kelihatannya kondisi sekarang aman dan terkendali. Tapi benarkah demikian? Justru sebenarnya problem-problem yang sedang kita hadapi semakin berat dan kompleks. Mulai dari kesenjangan ekonomi, kemiskinan, masalah sosial, budaya, hukum, politik, pendidikan dan bidang lain kita masih banyak problem yang harus diselesaikan.

Bung Karno pernah menyatakan: “Perjuanganku lebih mudah karena melawan penjajah. Tapi perjuangan kalian akan lebih berat, karena melawan saudara sendiri.”

Pernyataan Bung Karno tersebut nampaknya masih relevan dengan kondisi bangsa Indonesia sendiri. Dalam berbagai bidang kehidupan mulai dari sosial, ekonomi, politik dan hukum kita ternyata masih sikut-sikutan dengan saudara setanah air sendiri. Banyak sekali kasus-kasus di bidang-bidang tertentu terjadi karena sikut-sikutan dan perpecahan sesama anak bangsa.

Penulis ambilkan contoh kasus-kasus terbaru yang mungkin sedang viral. Seperti kasus pembakaran bendera betuliskan kalimat tauhid, kasus pembubaran dan perusakan acara sedekah bumi di Bantul Yogyakarta, kasus hoax Ratna Sarumpaet, kasus pembangunan bandara New Yogyakarta International Airpot (NYIA) serta masih banyak kasus-kasus sosial, agama, politik, budaya, ekonomi dan hukum.

Setidaknya dari kasus–kasus di atas mengandung daya perpecahan dan kesenjangan. Ada dimensi ketidakadilan sosial yang berusaha mengancam persatuan dan ketentraman bangsa negara. Setiap kasus demi kasus mempunyai daya disintegrasi terhadap persatuan dan keadilan bangsa. Generasi milenial harus peka terhadap problem-problem seperti ini. Karena generasi milenial secara historis dan posisi punya peran untuk mewujudkan setidaknya ikut andil dalam menciptakan perdamaian, keadilan dan kesejahteran bangsa.

Setelah peka dihrapkan generasi milenial bisa berpartisipasi secara lebih. Apalagi terkait kasus-kasus disintegrasi yang muncul di dunia maya. Generasi milenial banyak meghabiskan waktunya di dunia maya. Jangan sampai generasi milenial menyumbang sampah-sampah dunia maya. Justru generasi milenial punya tantangan untuk memenuhi dunia maya dengan narasi-narasi dan konten-konten yang positif dan bermanfaat. Karena ke depannya ruang-ruang maya ini akan diwariskan kepada generasi selanjutnya. Tidak hanya ruang maya saja, tetapi juga ruang dunia nyata. Sadarlah wahai kaum milenial. Dan jadilah pahlawan milenial.

Ahmad Solkan

penulis saat ini sedang kuliah di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta dan Aktif di LPM Paradigma UIN Sunan Kalijaga.

Recent Posts

Kultur yang Intoleran Didorong oleh Intoleransi Struktural

Dalam minggu terakhir saja, dua kasus intoleransi mencuat seperti yang terjadi di Pamulang dan di…

1 hari ago

Moderasi Beragama adalah Khittah Beragama dan Jalan Damai Berbangsa

Agama tidak bisa dipisahkan dari nilai kemanusiaan karena ia hadir untuk menunjukkan kepada manusia suatu…

1 hari ago

Melacak Fakta Teologis dan Historis Keberpihakan Islam pada Kaum Minoritas

Serangkaian kasus intoleransi dan persekusi yang dilakukan oknum umat Islam terhadap komunitas agama lain adalah…

2 hari ago

Mitos Kerukunan dan Pentingnya Pendekatan Kolaboratif dalam Mencegah Intoleransi

Menurut laporan Wahid Foundation tahun 2022, terdapat 190 insiden intoleransi yang dilaporkan, yang mencakup pelarangan…

2 hari ago

Jaminan Hukum Kebebasan Beragama bisa Menjamin Toleransi?

Indonesia, dengan kekayaan budaya, agama, dan kepercayaan yang beragam, seharusnya menjadi contoh harmoni antar umat…

3 hari ago

Mencegah Persekusi terhadap Kelompok Minoritas Terulang Lagi

Realitas kekayaan budaya, agama, dan kepercayaan di Indonesia seharusnya menjadi fondasi untuk memperkaya keberagaman, namun…

3 hari ago