Narasi

Tantangan Pemuda di Tahun Politik Era Deepfake

Beberapa hari ini viral sebuah video yang berisi pidato Presiden Jokowi dengan menggunakan bahasa Mandarin. Awalnya, masyarakat sempat mempercayai video yang beredar luas di media sosial TikTok tersebut. Namun, belakangan, diketahui ternyata video tersebut merupakan video palsu yang dibuat melalui teknologi kecerdasan buatan (artificial intelegen/AI) deepfake.

Deepfake adalah teknologi manipulasi audio dan video yang memungkinkan seseorang untuk membuat konten palsu yang sangat meyakinkan. Dengan menggunakan kecerdasan buatan, deepfake mampu menggantikan wajah dan suara seseorang dalam rekaman, menciptakan video yang tampak autentik, tetapi sebenarnya adalah rekaman palsu belaka.

Dalam konteks politik, deepfake sering kali digunakan untuk menciptakan video atau audio palsu yang menggambarkan kandidat atau pejabat pemerintah dengan sikap atau pernyataan yang kontroversial atau tidak sesuai kenyataan. Persis seperti pidato Presiden Jokowi yang menggunakan bahasa Mandarin. Manipulatif dan tidak sesuai kenyataan yang sebenarnya.

Di era digital yang semakin canggih, teknologi deepfake telah menjadi ancaman serius bagi proses politik. Pemilu, yang seharusnya menjadi ajang pertarungan gagasan dan pandangan yang berbeda, tetapi dengan munculnya deepfake, integritas informasi dan kebenaran dalam politik menjadi semakin tergoyahkan dan pada akhirnya pemilu hanya akan menimbulkan kebencian.

Karena itu, menjelang pemilu 2024, kita perlu waspada terhadap hoaks dan deepfake yang dapat mempengaruhi proses dan hasil pemilu 2024 ini. Sebab, menjelang pemilu 2024, lawan politik atau kelompok tertentu dapat menciptakan deepfake yang menampilkan kandidat pesaing dengan pernyataan atau tindakan yang dapat menimbulkan kekacauan rawan konflik-perpecahan.

Selain itu, deepfake juga bisa digunakan untuk mempengaruhi sikap publik terhadap isu politik tertentu. Dengan menciptakan video palsu yang menggambarkan peristiwa yang tidak pernah terjadi dari tokoh-tokoh politik, deepfake dapat mengubah pandangan publik tentang isu-isu kunci. Misinformasi yang disebabkan oleh deepfake ini dapat memengaruhi keputusan pemilih, memecah belah masyarakat, dan memperburuk polarisasi politik.

Lebih lanjut, deepfake juga dapat digunakan untuk merusak citra kandidat atau pejabat yang sah. Deepfake yang menggambarkan kandidat atau pejabat dengan perilaku atau pernyataan tidak pantas dapat menyebabkan keraguan publik terhadap integritas mereka. Bahkan jika deepfake tersebut kemudian diidentifikasi sebagai palsu, citra buruk yang dihasilkan mungkin sulit untuk dihapuskan sehingga pelaksanaan pemilu menjadi tidak adil.

Tantangan bagi Generasi Muda

Generasi muda adalah kelompok generasi yang paling berkepentingan dengan Pemilu 2024 yang berkeadilan. Sebab, pemilu 2024 adalah pemilunya anak muda. Dari 204. 807. 222 Daftar Pemilih Tetap (DPT) Nasional, 56 persen (113 juta) di antaranya  adalah pemilih muda. Dengan rincian, 66.822.389 atau 33,60 persen berasal dari generasi milenial (1989-1994) dan sebanyak 46.800.161 atau 22,85 persen berasal dari pemilih generasi Z (1995-2010).

Oleh sebab itu, deepfake, teknologi digital yang bisa mengancam terhadap pelaksanaan Pemilu 2024 yang berkeadilan, harus menjadi perhatian tersendiri bagi generasi muda. Artinya, dalam konteks ini, pemuda harus mengambil peran penting untuk menjaga integritas pemilu. Selain meduduki posisi mayor secara populasi, dalam konteks 2024 pemuda juga menduduki posisi sebagai generasi yang paling cerdas dan adaptif secara digital.

Oleh sebab itu, kelompok muda harus mampu bersatu, menyatukan niat dan tekad untuk menyelematkan Pemilu 2024 dari ancaman deepfake yang berpotensi mengganggu pelaksanaan pemilu yang adil. Ada banyak hal yang bisa dilakukan anak muda, misal, ikut mengcounter isu-isu miring seputar pemilu dan/atau melakukan kampanya digital melawan hoaks. Dengan mengambil peran itu, pemuda akan memberi sumbangan penting bagi pemilu 2024 yang berkeadilan, yang secara kalkulatif, adalah pemilunya anak muda.

This post was last modified on 1 November 2023 2:06 PM

Rusdiyono

Recent Posts

Memviralkan Semangat Moderasi ala Pesantren di Media Sosial; Tantangan Jihad Santri di Era Virtual

Di era ketika jari-jemari menggantikan langkah kaki, dan gawai kecil mampu menggerakkan opini dunia, ruang…

2 jam ago

Sejak Kapan Jihad Santri Harus Mem-formalisasi “Hukum Tuhan”?

  Narasi "jihad adalah menegakkan hukum Allah" sambil membenarkan kekerasan adalah sebuah distorsi sejarah yang…

2 jam ago

HSN 2025; Rekognisi Peran Santri dalam Melawan Radikalisme Global

Hari Santri Nasional (HSN) 2025 hadir bukan hanya sebagai ajang peringatan sejarah, tetapi sebagai momentum…

2 jam ago

Majelis Nurul Legend; Metode Dakwah Santri Berbasis Game Online

Barangkali tidak pernah terbayangkan sebelumnya jika game online dapat menjadi media dakwah. Game online kerap…

1 hari ago

Menolak Senjakala Pesantren

Ada sebuah diktum yang meresahkan bagi kaum santri saat ini, yaitu bahwa untuk menjadi modern,…

1 hari ago

Ronggawarsita: Daya Jelajah Seorang Santri

Di Tegalsari, Ponorogo, terdapat sebuah pesantren yang, dalam catatan Bruinessen (1995), merupakan pesantren tertua dalam…

1 hari ago