Narasi

Terorisme dalam Perspektif Sayyidina Ali bin Abi Thalib

Abi Abdillah Nu’aim bin Hammad al Marwazi pernah meriwayatkan perkataan Sayyidina Ali bin Abi Thalib yang tertuang di dalam kitab al-Fitan. Bahwasanya “Akan datang suatu kaum yang hati mereka seperti serpihan besi, mereka tidak memiliki belas-kasihan, mereka ibaratkan kekurangan akal, tidak ada kasih sayang dan sebetulnya mereka tidak paham agama. Karena “agama” mereka hanyalah membunuh apa saja. Bendera mereka hitam, mereka sering-kali menyebut sebagai Ashab al-Daulah atau Daulah Islamiyah”.

PerspektifSayyidina Ali bin Abi Thalib ini, sejatinya berusaha untuk “memperjelas” di tengah remang-remang romantisme sejarah masa lalu yang terus-menerus digaungkan secara ilegal oleh (kelompok) tertentu demi menegakkan Daulah Islamiyah. Kaum tersebut, di era kita hari ini dikenal dengan kelompok radikalisme-terorisme. Karena setiap ajaran dan tindakannya benar-benar mutlak dan shahih merepresentasikan suatu kaum yang dicirikan oleh Sayyidina Ali bin Abi Thalib tersebut.

Kelompok radikalisme-terorisme terus menggempur negeri ini untuk menyebarkan ajaran busuknya, melakukan pembaiatan dan menjajal pemuda-pemudi bangsa untuk dijadikan “alat” seperti halnya dijadikan pengantin bom bunuh diri, atau dijadikan korban untuk berbuat kerusakan. Kita tahu, benar adanya, kelompok ini memang hatinya seperti serpihan besi, tidak memiliki kasih sayang dan rasa belas-kasihan. Mereka ini seperti ditutup akal, hati-nurani dan perasaannya.

Semua tindakan-tindakan demikian semakin gencar, mengakar dan melebar. Generasi bangsa mulai dijadikan sasaran untuk melakukan tindakan kekerasan, bom bunuh diri dan aksi teror. Kenapa anak muda mudah terpengaruh untuk melakukan tindakan semacam itu? Bahkan kejadian bom bunuh diri dan aksi teror yang baru-baru ini terjadi, dilakukan oleh generasi muda (terorisme millennial).

Tampaknya, mereka mau melakukan tindakan semacam itu karena ada istilah yang mengacu kepada jihad dan orientasi-nya jalan keselamatan-Nya, surga-Nya dan segala kehormatan-Nya. Acuannya seperti yang disebutkan di atas. Untuk menegakkan Ashb Al-Daulah atau Daulah Islamiyah. Yaitu negara berbasis Islam dan sesuai dengan nilai-nilai Islam pada era Nabi mau-pun masa Khalifah di dalam sejarah di masa lalu. Mereka selalu mengklaim bahwa ini sebagai ajaran agama-Nya yang diperintahkan oleh pendahulu Islam tersebut.

Padahal, kita sepakat bahwa sebutan dari kata (Daulah) atau (Daulah Islamiyah) ini sebetulnya belum pernah muncul atau belum ada rekam jejak-nya dalam sejarah sejak kurang-lebih dari 1400 tahun yang lalu. Jika, bukan “hanya” kelompok atau kaum yang disebutkan oleh Sayyidina Ali bin Abi Thalib tersebut yang menciptakan ini sebagai jalan untuk “melegitimasi” orang agar bisa ditipu dan dibodohi untuk bisa bergabung dengan kelompok atau kaum tersebut untuk melakukan tindakan-tindakan yang biadab tanpa ada rasa kemanusiaan tersebut.

Sayyidina Ali bin Abi Thalib di dalam kitab al-Fitan karya Abi Abdillah Nu’aim bin Hammad al Marwazi tersebut. Menyebut kaum atau kelompok yang kita kenal saat ini radikalisme-terorisme itu sebagai golongan atau kaum yang sedang “terjajas imannya”. Dia tidak lagi sebagai ajaran agama. Melainkan menyembunyikan nilai-nilai agama yang etis dan mengeluarkan nilai-nilai agama yang sesuai dengan selera dan kepentingan mereka. Kelompok ini sering-kali mengambil potongan dalil atau ayat Al-Qur’an secara tekstual dan marginal. Tidak lain demi kepentingannya.

Perspektif beliau tentang datangnya suatu kaum dengan segenap kriteria, karakteristik dan tingkah-lakunya yang di luar ajaran-ajaran agama-Nya, sebetulnya menunjukkan maksud umum agar kita tidak terpengaruh oleh kelompok tersebut. Kalau di era kita hari ini disebut dengan kelompok radikalisme-terorisme. Kelompok ini mudah merekrut generasi bangsa untuk berbuat kezhaliman serta tindakan menghilangkan nyawanya sendiri (bom bunuh diri) untuk membunuh orang banyak.

Kita harus paham, seperti di dalam perspektif Sayyidina Ali bin Abi Thalib di awal, mereka atau kelompok radikalisme-terorisme itu hatinya seperti serpihan besi, tidak memiliki kasih sayang, rasa kasihan, melanggar nilai kemanusiaan dan dia sebetulnya tidak paham agama-Nya. Karena agama mereka adalah kebiadaban yang tidak berorientasi dengan ajaran-Nya. Mereka itu bukan orang yang beragama. Mereka adalah kelompok kriminal yang memanfaatkan agama.

This post was last modified on 9 April 2021 2:09 PM

Fathur Rohman

Photographer dan Wartawan di Arena UIN-SUKA Yogyakarta

Recent Posts

Ruang Maya Sehat, Demokrasi Kuat

Menjelang Pilkada Serentak 2024, ruang digital di Indonesia menjadi semakin sibuk. Media sosial, yang telah…

20 jam ago

Mencegah Mudharat “Jualan Agama” Pada Pilkada 2024

Tahun 2024 adalah tahun politik. Pesta demokrasi melalui Pemilu telah. Kini masyarakat siap menyambut pemilihan…

20 jam ago

Prinsip Teo-Antroposentrisme Kuntowijoyo, Jembatan antara Dimensi Ilahi dan Realitas Sosial

Kelompok konservatif seperti Hizbut Tahrir Indonesia selalu menjadikan agama sebagai palang pintu terakhir segala problematika…

20 jam ago

Politik dan Kesucian: Menyimak Geliat Agama di Pilkada 2024

Dunia politik, pada dasarnya, adalah sebuah dunia dimana orang menjadi paham akan manusia dengan segala…

20 jam ago

Potensi Ancaman Pilkada 2024; Dari Kekerasan Sipil ke Kebangkitan Terorisme

Sebuah video rekaman detik-detik “carok” di Sampang, Madura beredar di media sosial. Kekerasan itu terjadi…

2 hari ago

Mencegah Agenda Mistifikasi Politik Jelang Pilkada

Dalam ranah politik jelang Pilkada 2024, kita dihadapkan pada fenomena yang mengkhawatirkan, yakni potensi meningkatnya…

2 hari ago