Narasi

Tolak Intoleransi Sejak Dari Diri Sendiri

Pada dasarnya intoleransi adalah ketidak-bersediaan dari seseorang atau sekelompok orang untuk menerima perbedaan yang ada dalam diri orang lain atau kelompok lain. Intoleransi menonjol dalam bidang keagamaan dan kepercayaan. Dari sini kerap kali manusia berasumsi, bahwa agama yang aku anut lebih benar dibandingkan dengan agama orang lain. Dan, berangkat dari sinilah kemudian akan timbul sebuah perselisihan yang berkepanjangan. Baik dalam bentuk fisik atau hanya sekedar saling mencaci-maki.

Benturan yang demikian, seharusnya dihindari sejak dari diri sendiri. Sebagai masyarakat Indonesia yang menjunjung nilai kemanusiaan seharusnya tidak ada lagi yang  mempermasalahkan benar dan salah, yang ada harusnya bagaimana membingkai kesatuan dan persatuan yang menyenangkan, yang kemudian akan menjadi jembatan untuk menjadi masyarakat damai dan saling menguatkan dalam menuju Indonesia yang aman.

Dengan kata lain, pikiran kita tentang apa yang dianut oleh orang lain harus selalu berjalan dengan netral. Di mana setiap agama sebenarnya ada karena ingin  menyebarkan kebaikan-kebaikan, tidak untuk saling melukai ataupun mencederai. Di sisi lain kita juga memiliki jalan undang-undang dan  Pancasila yang menegaskan bagaimana, persatuan di bangsa ini bisa diraih dengan mengedepankan perbedaan sebagai salah satu pemersatunya. Sederhananya, ketika kita bisa menghargai dan menghormati orang lain tanpa memandang agama, suku, dan perbedaan lainnya, maka di situlah akan tumbuh kerukunan dan perdamaian.

Presiden Joko Widodo juga mengatakan aset terbesar bangsa ini yaitu persatuan, kerukunan, dan persaudaraan. Ini harus betul-betul bisa diresapi oleh masyarakat, bisa dipahami secara mendasar oleh masyarakat, karena memang perbedaan-perbedaan yang ada itu adalah fitrah untuk menuju pada kesatuan dan persatuan. Maka dari itu, jangan sampai ada pihak-pihak yang tidak menginginkan adanya perbedaan di Tanah Air. Apalagi muncul kelompok intoleransi dan ekstrimisme menganggap dirinya paling benar daripada yang lain.

Baca Juga : Tak Ada Ruang Intoleransi dalam NKRI

Ungkapan Presiden Indonesia ini merupakan sebuah ajakan sekaligus syarat bagaimana menjaga keutuhan bangsa. Dia menolak akan adanya intoleransi dan mengedepankan pentingnya kemanusiaan. Sejalan dengan itu, hukum di Indonesia melindungi kebebasan beragama khususnya untuk enam agama yang diakui oleh negara yaitu Islam Khatolik, Kristen, Budha, Hindu dan Konghucu. Meskipun demikian, penganut agama selain keenam agama resmi tetap memperoleh jaminan penuh oleh pasal 29 (2) UUD 1945 selama tidak melanggar hukum Indonesia.

Untuk itu, ikut menghargai perbedaan serta berpartisipasi menjadi bagian dari sendi-sendi persatuan dan kesatuan bangsa, semestinya menjadi keharusan bagi setiap warga negara Indonesia. Mengingat dan mengamalkan Pancasila ke 3 yang berbunyi “Persatuan Indonesia” harus selalu dilakukan oleh setiap jajaran masyarakat. Karena ini akan menjadi modal yang sangat penting untuk mengembangkan kerukunan, dan menciptakan persaudaraan dalam berbangsa dan bernegara.

Sebagai salah satu insan yang lahir di bumi Pertiwi, sudah seharusnya mengikuti jejak para toleran. Sebagaimana yang diajarkan oleh Gus Dur, di mana untuk menjadi manusia yang di hormati dan dihargai oleh semua orang, Gus Dur menjadikan sikap toleransi sebagai ajaran paling utama untuk membingkai kerukunan. Baik kerukunan dalam bersosial ataupun dalam beragama. Semua yang dilakukan beliau adalah untuk membangun peradaban yang baik, menciptakan Indonesia menjadi bangsa yang arif dan selalu hidup berdampingan meskipun banyak perbedaan di dalamnya.

Marilah bersama-sama menyematkan pentingnya sikap toleransi dalam diri kita masing. Dengan dalih untuk menjadi warga negara yang baik. Di sisi lain ini adalah bentuk rasa untuk menjaga keutuhan bangsa ini. Apalagi hanya karena sikap intoleransi kita menjadi terpecah belah. Untuk itu, sematkan kata toleransi agar negara ini menjadi semakin kuat dalam perbedaan. Dan, semua itu harus berangkat dari diri kita masing-masing.

Suroso

View Comments

Recent Posts

Kaum Muda Sebagai Game Changer; Masih Relevankah Sumpah Pemuda bagi Gen Z?

Di peringatan Hari Sumpah Pemuda, Alvara Institute merilis whitepaper hasil riset terhadap generasi Z. Riset…

4 jam ago

Sumpah Pemuda di Medan Juang Metaverse: Menjaga Kedaulatan Digital Menuju Indonesia Emas 2045

Dunia metaverse yang imersif, kecerdasan buatan (AI) yang kian intuitif, dan komunikasi interaktif real-time telah…

4 jam ago

Manusia Metaverse; Masihkah Gen Alpha Butuh Nasionalisme?

Beberapa tahun lalu, gambaran dunia virtual tiga dimensi seperti dalam film Ready Player One hanyalah…

4 jam ago

Penguatan Literasi Digital untuk Ketahanan Pemuda Masa Kini

Kita hidup di zaman yang oleh sosiolog Manuel Castells disebut sebagai Network Society, sebuah jejaring…

1 hari ago

Kontra-Terorisme dan Urgensi Mengembangkan Machine Learning Digital Bagi Pemuda

Di tengah pesatnya kemajuan teknologi informasi, ancaman radikalisme tidak lagi terbatas pada ruang fisik, tetapi…

1 hari ago

Dari Jong ke Jaringan: Aktualisasi Sumpah Pemuda dalam Membangun Ketahanan Digital

Sembilan puluh tujuh tahun silam, para pemuda dari berbagai penjuru Nusantara berkumpul, mengukir sejarah dengan…

1 hari ago