Berbeda dan beragam adalah fitrah Indonesia. Bangsa ini lahir karena perbedaan. Bersepakat menjadi satu bukan menjadi sama, karena para pendahulu sangat saling memahami bahwa mereka tidak sama tapi bekerjasama untuk lepas dari belenggu penjajahan dan menjadi merdeka didalam bangsa yang merdeka dan berdaulat.
Lalu, kenapa saat ini perbedaan ini oleh sekelompok orang justru dianggap seolah menjadi batu sandungan Indonesia maju. Menerima dan menghargai perbedaan mewujud menjadi sesuatu yang sangat mahal harganya. Susah ditemukan. Bisakah Indonesia damai terwujud dengan cara seperti ini?
Indonesia Darurat Intoleransi
Masih ingatkah beberapa kejadian intoleransi baru-baru ini: tanggal 6 desember lalu di Bandung terjadi aksi pembubaran paksa acara kebaktian di kompleks sasana budaya ganesha (sabuga). Kemudian sehari setelahnya, ada penurunan paksa baliho Universitas Kristen Duta Wacana Yogyakarta karena menampilkan sosok mahasisiwi berjilbab pada iklan penerimaan mahasiswa baru kampus itu.
Selanjutnya menurut komnas HAM, Indonesia sangat darurat intoleransi. Terlihat dari pengaduan tentang peristiwa pelanggaran kebebasan beragama dan berkeyakinan begitu tinggi. Pada 2010 Komnas HAM menerima 84 buah pengaduan, yang terdiri dari kasus perusakan, gangguan, dan penyegelan rumah ibadah sebanyak 26 kasus, kekerasan terhadap “aliran sesat” 14 kasus, konflik dan sengketa internal 7 kasus dan yang terkait pelanggaran terhadap Jamaah Ahmadiyah 6 kasus, dan sisanya pelanggaran lain-lain.
Pada 2011, pengaduan yang masuk sebanyak 83 kasus dengan 32 kasus terkait gangguan dan penyegelan atas rumah ibadah, 21 kasus terkait Jamaah Ahmadiyah, gangguan dan pelarangan ibadah 13 kasus, dan diskriminasi atas minoritas agama 6 kasus.
Pada tahun 2012, tercatat 68 pengaduan dengan perincian; perusakan dan penyegelan rumah ibadah sebanyak 20 kasus, konflik dan sengketa internal 19 kasus, gangguan dan pelarangan ibadah 17 kasus dan diskriminasi minoritas serta penghayat kepercayaan 6 kasus.
Pada tahun 2013 Komnas HAM menerima 39 berkas pengaduan. Diskriminasi, pengancaman, dan kekerasan terhadap pemeluk agama sebanyak 21 berkas, penyegelan, perusakan, atau penghalangan pendirian rumah ibadah sebanyak 9 berkas dan penghalangan terhadap ritual pelaksanaan ibadah sebanyak 9 berkas (Asshiddiqie, 2013). Kemudian, lebih lanjut dikatakan bahwa sikap intoleransi sudah merasuk ke dalam masyarakat termasuk birokrasi.
Begitu banyak deretan kasus pelanggaran HAM yang berkaitan dengan intoleransi antarumat beragama. Data- data tersebut merupakan data yang tercatat antara tahun 2010-2013, belum ditambah dengan deretan kasus lainnya dari tahun 2014 hingga tahun 2017 ini.
Toleransi Kunci Indonesia Damai
Realitas di masyarakat, terlihat seolah susah bagi sebagian masyarakat untuk toleransi terhadap sesama warga bangsa Indonesia. Mungkin orang-orang ini kurang main jauh dan pulangnya kurang malam. May be. Atau mungkin kurang baca buku, sehingga tidak banyak tahu tentang informasi bagaimana sejarah bangsa ini terbentuk dan berdiri kokoh hingga saat ini adalah karena memahami dan menerima perbedaan. Asumsi kedua ini sepertinya lebih masuk akal.
Apapun itu, bagi saya tidak ada alasan yang bisa dibenarkan untuk membenarkan sikap intoleransi yang berujung bertikai, berkonflik, dan membenci satu sama lain, hingga menebar tebarkan virus-virus intoleransi di dunia maya, dan hal tersebut sudah pasti berdampak pada disintegrasi NKRI tercinta. So, berikut tips bagaimana menanam, serta menumbuh kembangkan rasa toleransi:
Pertama, Kenali. Indonesia adalah bangsa yang bhineka. Beragam suku, agama, ras, budaya, Bahasa, tradisi dan adat istiadat. Hal pertama yang perlu kita sadari bahwa kita berbeda, tapi bersaudara. Seperti yang dikatakan filosof francis Voltaire bahwa kita semua bersaudara karena kita diciptakan oleh tuhan yang sama.
Kedua, Pahami. Setelah kita mengenali, mari mencoba memahami setiap perbedaan yang ada. Tidak kemudian dijadikan alasan untuk berkonflik, melakukan dan membiarkan tindakan kekerasan dengan alasan karena berbeda, sia-sia belaka. Semakin memperuncing keadaan dan tak ada tempat untuk damai.
Mahatma Gandhi mengatakan kekerasan apabila dibalas dengan kekerasan akan menghasilkan kekerasan yang jauh lebih dahsyat. Jadi tindakan main hakim sendiri, mengklaim kebenaran, dan menghalalkan untuk melakukan kekerasan terhadap sesama adalah bukan solusi, dan tidak menunjukkan warga bangsa yang pancasilais.
Ketiga, Terima. Masyarakat kita adalah masyarakat yang majemuk dengan segala karakteristik yang begitu unik. Ibarat bunga, Indonesia taman yang berisi bunga beragam rupa dan warna, ketika dinikmati amat memanjakan mata dan hati.
Jangan sampai keindahan perbedaan ini menjadi rusak dikarenakan kepentingan-kepentingan politik sesaat yang memecah belah. Bukankah Gus Dur sang bapak plural sering mengingatkan dengan khas humor jenaka syarat makna bahwa yang lebih penting dari politik adalah kemanusiaan.
Keempat, rayakan. Ketika kita sudah mengenali, memahami, dan menerima perbedaan maka tidak ada alasan untuk tidak bersatu. Tidak ada argumen yang akan muncul untuk mencoba menyeragamkan setiap dari kita. Apalagi mencoba memaksakan untuk mengakui satu kebenaran tunggal.
Disinilah makna merayakan terealisasi. Bukan berarti merayakan adalah mebuat pesta kembang api, makan-makan, bakar-bakaran. Bukan. Tapi merayakan adalah ketika sudah menerima perbedaan sampai tahap implementasi dalam bentuk tindakan nyata bahwa kita bhineka tunggal ika. So, toleransi adalah kunci Indonesia damai, karena kau, aku kita meskipun berbeda, tapi dalam satu bingkai NKRI, dan satu cita Indonesia damai.
Menjelang Pilkada Serentak 2024, ruang digital di Indonesia menjadi semakin sibuk. Media sosial, yang telah…
Tahun 2024 adalah tahun politik. Pesta demokrasi melalui Pemilu telah. Kini masyarakat siap menyambut pemilihan…
Kelompok konservatif seperti Hizbut Tahrir Indonesia selalu menjadikan agama sebagai palang pintu terakhir segala problematika…
Dunia politik, pada dasarnya, adalah sebuah dunia dimana orang menjadi paham akan manusia dengan segala…
Sebuah video rekaman detik-detik “carok” di Sampang, Madura beredar di media sosial. Kekerasan itu terjadi…
Dalam ranah politik jelang Pilkada 2024, kita dihadapkan pada fenomena yang mengkhawatirkan, yakni potensi meningkatnya…