Narasi

Ulama dan Peran Mereka Terhadap Perdamaian Bangsa

Panasnya kontestasi politik tahun 2019 mendatang turut mengganggu integrasi bangsa. Maraknya isu SARA, Fake News, bahkan HOAX di internet menjadi salah satu penyebabnya. Ganasnya politik tahun ini juga turut menyered ulama Indonesia untuk tampil dan berbicara kepada masyarakat.

Gerakan sebagian ulama dalam 212, 411, dan sebagainya muncul dan memberi warna pekat dalam perpolitikan bangsa. Kelompok jahat yang memanfaatkan momen ini untuk kepentingan kelompok pun tak terbantahkan. Alhasil, masyarakat awam yang tidak paham kondisi politik negara menjadi korban.

Pemberitaan yang disajikakn media tentang hal tersebut pun semakin kabur. Framing serta judul eye catching menjadi tujuan utama dalam pemberitaan.

Ulama dan Politik

Imam Ghazali pernah mengatakan, agama dan kekuasaan ibarat saudara kembar, agama adalah asal muasal, sedangkan kekuasaan adalah penjaganya.

Perkataan Al Gahzali seakan membenarkan apa yang sedang terjadi di Indoensia. Sebagian ulama yang ditumpangi kepentingan politik, menggunakan agama sebagai alat untuk meraih massa. Jika melihat laporan Pew Reseach pada tahun 2010, bahwa 209,1 juta lebih masyarakat Indonesia adalah muslim, maka hal ini sangat berpotensi.

Baca juga : Menghormati Ulama sebagai Guru Bangsa

Khaled Abou el Fadl dalam bukunya And God Know The Soldiers: The Autoritative and The Authoritarian In Islamic Discourse menjelaskan, ada dua tipe ulama: otoriter dan otoritatif. Ulama otoriter menganggap bahwa pendapat mereka adalah pendapat yang maha benar. Sedang ulama otoritatif akan akan berusaha menjunjung keadilan, serta kemaslahatan bersama dalam berpendapat.

Dalam menghadapi kontestasi politik tahun 2019, pendapat Abou el Fadl bisa digunakan untuk mengidentifikasi sebagaian ulama yang ikut dalam berpolitik. Mana yang lebih maslahat dalam berpendapat menjadi tolak ukur acuan masyarakat kedepannya.

Ulama Bersatu

Saat ini Indonesia dilanda krisis uswah hasanah. KH Hasyim Muzadi ketika acara 90 tahun Pondok Modern Gontor menyatakan bahwa di Indonesia banyak orang-orang pinter, yang kurang adalah orang yang bener.

Dalam perkataan KH Hasyim Muzadi, sosok ulama merupakan orang yang mempunyai karakter tersebut. Pintar dan juga benar dalam tindakan, sehingga patut untuk menjadi contoh masyarakat.

Hal ini diperkuat oleh hadis riwayat Imam at Tirmidzi yang menyatakan bahwa ulama adalah pewaris para nabi. Semangat perjuangan serta mempersatukan umat menjadi warisan paling berharga yang ada di tangan para ulama.

Sebagai pewaris nabi, ulama harus bersatu untuk membuat para umat damai. Karena dengan bimbingan serta petuah yang diberikan para ulama, masyarakat akan menjadi tenang dalam lmenghadapi problematika bangsa yang semakin kritis.

Muhammad Natsir dalam Capita Selekta menegaskan, Beruntung suatu masyarakat, jika memiliki seorang alim, sebagai pemimpin spiritual yang tahu dan insaf akan tanggungjawabnya sebagai penganjur dan penunjuk jalan. Dan makmurlah salah satu daerah bilamana pegawai-pegawai pemerintahan disitu tahu menghargakan alim ulama yang ada di daerah itu.

Untuk memajukan suatu bangsa, ulama memang harus bersatu, sadar dan insaf akan tanggungjawabnya terhadap umat, serta selalu mengedepankan kemaslahatan bersama. Ulama yang diharapkan Natsir sangat banyak di Indonesia, akan tetapi sebagian masih ada yang ditumpangi kepentingan-kepentingan sehingga masih belum bisa mewujudkan hal tersebut. Namun, bila sebagian ulama masih terus ditumpangi oleh kepentingan politik seperti saat ini, maka akan jadi apa masyarakat Indonesia?

Alan Wary Ackbar

Pemimpin Redaksi IDEApers.com, dan Mahasiswa UIN Walisongo Semarang

Recent Posts

Riwayat Pendidikan Inklusif dalam Agama Islam

Indonesia adalah negara yang majemuk dengan keragaman agama, suku dan budaya. Heterogenitas sebagai kehendak dari…

22 jam ago

Hardiknas 2024: Memberangus Intoleransi dan Bullying di Sekolah

Hardiknas 2024 menjadi momentum penting bagi kita semua untuk merenungkan dan mengevaluasi kondisi pendidikan di…

22 jam ago

Sekolah sebagai Ruang Pendidikan Perdamaian: Belajar dari Paulo Freire dan Sekolah Mangunan Jogjakarta

Bila membicarakan pendidikan Paulo Freire, banyak ahli pendidikan dan publik luas selalu merujuk pada karya…

22 jam ago

Buku Al-Fatih 1453 di Kalangan Pelajar: Sebuah Kecolongan Besar di Intansi Pendidikan

Dunia pendidikan pernah gempar di akhir tahun 2020 lalu. Kepala Dinas Pendidikan Bangka Belitung, pada…

22 jam ago

4 Mekanisme Merdeka dari Intoleransi dan Kekerasan di Sekolah

Masa depan bangsa sangat ditentukan oleh mereka yang sedang duduk di bangku sekolah. Apa yang…

2 hari ago

Keterlibatan yang Silam Pada yang Kini dan yang Mendatang: Kearifan Ma-Hyang dan Pendidikan Kepribadian

Lamun kalbu wus tamtu Anungku mikani kang amengku Rumambating eneng ening awas eling Ngruwat serenging…

2 hari ago