Narasi

Vaksinasi Sebagai “Fiqh Maqashid” Mengatasi Pandemi

Di tengah lonjakan kasus Covid-19 yang menggila, ada kabar cukup menggembirakan. Capaian vaksinasi Covid-19 secara nasional telah memenuhi target harian, yakni 1 juta. Berita itu tentu cukup membersitkan harapan. Vaksinasi merupakan jalan keluar dari pandemi. Kita tampaknya harus menerima kenyataan bahwa virus Corona tidak akan enyah dari muka bumi. Setidaknya tidak dalam waktu dekat.

Kita, mau tidak mau harus berdamai dan hidup berdampingan dangan virus Corona tersebut. Negara jiran, Singapura sudah berencana mencabut status pandemi dan menganggap Covid-19 sebagai penyakit endemik laiknya flu. Tentu, rencana itu akan diwujudkan manakala telah tercapai herd-immunity yang didapat melalui vaksinasi minimal 2/3 penduduknya.

Selain prokes, vaksinasi ialan jalan keluar paling rasional dalam mengatasi wabah Covid-19. Kita tentu harus beradaptasi dengan normal baru kehidupan pasca adanya virus Corona. Kita tidak bisa terus-menerus diam di dalam rumah. Anak-anak harus secepatnya kembali ke sekolah. Namun, untuk itu kita harus punya kekebalan menangkal Corona. Kekebalan itu hanya mungkin didapatkan melalui vaksinasi. Sayangnya, masih banyak masyarakat yang menolak divaksin dengan berbagai alasan.

Setidaknya ada tiga hal yang melatari rendahnya antuasiasme masyarakat dalam melaksanakan vaksinasi Covid-19. Pertama, rumitnya syarat vaksinasi sehingga acapkali membuat publik kesulitan mengakses fasilitas dan layanan vaksinasi. Beruntung hal itu sekarang sudah teratasi. Pemerintah telah mempermudah syarat vaksinasi dan menambah layanan fasilitas. Kini, vaksinasi mudah diakses dan menjangkau masyarakat luas. Penyederhanaan aturan itu mampu meningkatkan antusiasme publik.

Kedua, masih adanya sebagian masyarakat yang termakan oleh isu hoaks tentang vaksin. Sejak awal kemunculan vaksin Covid-19, beragam hoaks pun mengiringinya. Di media sosial tersebar-luas informasi yang menyebut vaksin Covid-19 mengandung zat yang mampu mengubah DNA manusia. Ada pula berita sumir yang menyebut vaksin Covid-19 bisa menyebabkan kemandulan bagi perempuan. Bahkan, ada berita yang mengatakan bahwa orang yang disuntik vaksin Covid-19 akan berubah jadi zombie. Sialnya, berita-berita ngawur tanpa dasar itu banyak dipercayai publik.

Dalam persoalan ini, kita tentu mengharap peran ilmuwan, akademisi dan para ahli untuk meluruskan hoaks tersebut. Apa itu vaksin Covid-19, dari apa dibuatnya, bagaimana cara kerjanya serta apa saja efek sampingnya, perlu dijelaskan dan disosialisasikan ke masyarakat dengan bahasa yang mudah dipahami. Misinformasi dan hoaks seputar vaksin Covid-19 harus dilawan dengan memberikan informasi yang jelas dan benar pada masyarakat.

Ketiga, masih ada sebagian masyarakat yang menolak vaksin Covid-19 dengan argumen keagamaan. Kaum anti-vaksinasi yang berasal dari kelompok Islam konservatif ini umumnya menganggap vaksin Covid-19 haram. Alhasil, banyak masyarakat yang enggan divaksin lantaran menganggap vaksinasi bertentangan dengan ajaran agama.  

Disinilah peran tokoh agama untuk memberikan pencerahan ihwal vaksinasi dari perspektif keagamaan dan tinjauan hukumnya. Para kiai, ulama, ustad harus menjelaskan pada umat bahwa vaksin Covid-19 di masa sekarang merupakan fardlu ain, yakni kewajiban bagi setiap muslim.

Klausul fardlu ain didasari oleh kondisi penularan virus Corona yang kian melonjak. Penyebaran Covid-19 telah membuat nyawa umat manusia terancam. Di tengah suasana yang demikian ini, upaya memutus matarantai penularan Covid-19 melalui vaksinasi bisa dikategorikan sebagai kebutuhan mendesak (dharuriyyah), bukan lagi kebutuhan sekunder (hajjiyah) apalagi tersier (tahsiniyyah). Di masa sekarang, vaksinasi Covid-19 ialah bagian dari fiqh maqasid mengatasi pandemi.

Narasi vaksinasi sebagai fiqh maqasyid mengatasi pandemi inilah yang harus terus-menerus digaungkan oleh para tokoh agama dan ormas-ormas keagamaan. Dengan demikian, publik akan memiliki kesadaran bahwa menjalani vaksinasi bukan hanya perkara urusan kesehatan dan saintifik, namun juga berhubungan dengan dimensi keagamaan. Vaksinasi ialah bentuk dari kepatuhan umat Islam pada tujua pokok syariah (maqasyid syariah), yakni menjaga nyawa (hifdz al nafs).

This post was last modified on 30 Juni 2021 2:09 PM

Siti Nurul Hidayah

Recent Posts

Refleksi Hari Kebangkitan Nasional : Bangkit Melawan Intoleransi Berbasis SARA

Hari Kebangkitan Nasional yang diperingati setiap tanggal 20 Mei merupakan tonggak penting dalam sejarah Indonesia.…

4 jam ago

PBB Sahkan Resolusi Indonesia Soal Penanganan Anak Terasosiasi Teroris: Kado Istimewa Hari Kebangkitan Nasional untuk Memberantas Terorisme

Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) akhirnya mengesahkan sebuah resolusi penting yang diusulkan oleh Indonesia, yakni resolusi yang…

4 jam ago

Kultur yang Intoleran Didorong oleh Intoleransi Struktural

Dalam minggu terakhir saja, dua kasus intoleransi mencuat seperti yang terjadi di Pamulang dan di…

3 hari ago

Moderasi Beragama adalah Khittah Beragama dan Jalan Damai Berbangsa

Agama tidak bisa dipisahkan dari nilai kemanusiaan karena ia hadir untuk menunjukkan kepada manusia suatu…

3 hari ago

Melacak Fakta Teologis dan Historis Keberpihakan Islam pada Kaum Minoritas

Serangkaian kasus intoleransi dan persekusi yang dilakukan oknum umat Islam terhadap komunitas agama lain adalah…

3 hari ago

Mitos Kerukunan dan Pentingnya Pendekatan Kolaboratif dalam Mencegah Intoleransi

Menurut laporan Wahid Foundation tahun 2022, terdapat 190 insiden intoleransi yang dilaporkan, yang mencakup pelarangan…

3 hari ago