Narasi

Waspada Provokasi yang Mengadu Domba

Salah satu kekuatan terbesar bangsa Indonesia adalah persatuan. Sementara, perpecahan di tengah keragaman merupakan salah satu kelemahan yang mesti dihindari. Dan, oleh sebagaian pihak, termasuk para penjajah terdahulu, salah satu cara melemahkan bangsa Indonesia adalah dengan adanya provokasi yang mengadu domba.

Pancasila merupakan salah satu alat pemersatu bangsa di tengah keragaman. Dengan semboyan “Bhineka Tunggal Ika”, segala bentuk keberagaman dapat disatukan. Adanya suku, ras, dan atar-golongan yang sangat beragam justru menjadi modal kekayaan besar yang ada di Indonesia. Semua bisa tercapai manakala dapat disatukan bukan di pecah-pecah. Dan Pancasila merupakan salah satu alat yang mampu menyatukan kesemuanya.

Pancasila juga menjadi dasar negara yang sangat sacral. Siapapun yang ingin mengusik keberadaannya, warga negara Indonesia akan dengan spontan langsung membelanya. Tidak peduli meraka adalah pejabat atau rakyat, kaya atau melarat, semua akan tumbuh kesadaran untuk “membela” Pancasila karena tidak ingin “kesuci”-annya ternoda.

Menjadi permasalahan besar manakala tafsir pembelaan Pancasila antara satu orang atau kelompok masyarakat dengan yang lainnya berbeda. Mereka akan dengan mudah timbul permusuhan antara satu dengan yang lainnya. Hal ini bisa terjadi lantaran satu kelompok merasa memperjuangkan eksistensi Pancasila sementara kelompok lain yang notabene berseberangan pemahaman dengan dirinya juga merasa memperjuangkan eksistensi keberadaan Pancasila.

Baca Juga : Bersiaga Memerangi Provokasi di Media Sosial

Kenyataan betapa perbedaan penafsiran dalam rangka memperjuangkan Pancasila mampu menjadi sumber perpecahan ditangkap oleh kelompok tidak bertanggung jawab. Mereka mengambil kesempatan ini dengan memupuk semangat memperjuangkan Pancasila sesuai dengan penafsiran masing-masing dengan menyuarakan kesalahan kelompok lain yang juga berijtihad memperjuangkan eksistensi Pancasila. Kelompok ini sengaja bermuka dua dengan “mendatangi” kelompok seberang juga dengan kata-kata yang sama, yakni membenarkan upaya menjaga eksistensi Pancasila dengan menyalahkan kelompok lain yang berupaya dengan penafsiran yang berbeda.

Upaya kelompok tidak bertanggung jawab ini dimaksudkan untuk melemahkan masyarakat Indonesia sehingga pada sibuk berseteru antara satu kelompok masyarakat dengan yang lainnya. Alhasil, ketika masyarakat sudah saling berseteru, maka antara satu dengan yang lainnya saling melemah. Dengan begitu, kekuatan bangsa pun semakin melemah. Di saat inilah, kelompok tidak bertanggung jawab yang ingin mengambil keuntungan dari kelemahan bangsa pun mulai beraksi.

Di saat kelompok tidak bertanggung jawab mulai beraksi untuk mengambil keuntungan dengan memiskinkan bangsa, masyarakat Indonesia pun tidak menyadari karena sibuk pada perpecahan yang ada. Atau, jika ada sebagian yang menyadari, mereka tidak bisa berbuat apa-apa, karena sudah lelah dengan “perang saudara” yang sedang dilakukan. Bisa jadi sebagian di antara kedua kelompok masyarakat yang berseteru menyadari bahwa dirinya sedang diadu domba. Mereka berusaha untuk bersatu, merapatkan barisan untuk melawan pengadu domba yang tidak bertanggung jawab. Namun demikian, ketika virus perpecahan lantaran adu domba sudah merambah ke sebagian besar masyarakat Indonesia, upaya penyatuan ini akan sulit diupayakan.

Bermula dari sinilah, masyarakat Indonesia mesti waspada dari upaya adu domba yang dilakukan oleh kelompok-kelompok tidak bertanggung jawab. Masyarakat mesti sadar bahwa tafsir terhadap upaya kebaikan tidak selamanya sama. Perbedaan cabang (furu) tanpa adanya perbedaan dasar (ushul) sebaiknya ditanggapi dengan bijak. Toleransi antara satu dengan yang lain mesti dijalin dengan baik. Masyarakat juga mesti sadar akan provokasi dari kelompok tidak bertanggung jawab yang ingin mengadu domba.

Kewaspadaan terhadap kelompok pengadu domba harus diselenggarakan di berbagai tempat dan waktu. Bahkan di dunia maya pun kini mesti menjadi prioritas utama. Lantaran, media maya merupakan media baru yang cukup mudah dan murah digunakan seluruh kelompok masyarakat. Generasi milenial juga lebih akrab dengan dunia maya dibandingkan dengan dunia nyata. Provokasi yang dilakukan kelompok tidak bertanggung jawab via media maya mesti dihadang dengan kewaspadaan yang tingkat tinggi. Dan, generasi milenial mesti mendapat bekal cukup sehingga mampu memfilter konten provokasi yang ada di media maya.Wallahu a’lam.

This post was last modified on 7 Juli 2020 11:59 AM

Anton Prasetyo

Pengurus Lajnah Ta'lif Wan Nasyr (LTN) Nahdlatul Ulama (LTN NU) dan aktif mengajar di Ponpes Nurul Ummah Yogyakarta

View Comments

Recent Posts

Reinterpretasi Konsep Politik Kaum Radikal dalam Konteks Negara Bangsa

Doktrin politik kaum radikal secara umum dapat diringkas ke dalam tiga poin pokok. Yakni konsep…

11 jam ago

Islam dan Kebangsaan; Dua Entitas yang Tidak Bertentangan!

Sampai saat ini, Islam dan negara masih kerap kali dipertentangkan, khususnya oleh pengusung ideologi khilafah.…

11 jam ago

Melihat Sejarah Kemerdekaan Indonesia: Meremajakan Kembali Relasi Agama dan Negara

Sejarah kemerdekaan Indonesia adalah perjalanan panjang yang dipenuhi dengan perjuangan, keberanian, dan komitmen untuk membebaskan…

11 jam ago

Pentingnya Etika dan Karakter dalam Membentuk Manusia Terdidik

Pendidikan memang diakui sebagai senjata ampuh untuk merubah dunia. Namun, keberhasilan perubahan dunia tidak hanya…

2 hari ago

Refleksi Ayat Pendidikan dalam Menghapus Dosa Besar di Lingkungan Sekolah

Al-Qur’an adalah akar dari segala pendidikan bagi umat manusia. Sebab, Al-Qur’an tak sekadar mendidik manusia…

2 hari ago

Intoleransi dan Polemik Normalisasi Label Kafir Lewat Mapel Agama di Sekolah

Kalau kita amati, berkembangbiaknya intoleransi di sekolah sejatinya tak lepas dari pola normalisasikafir…

2 hari ago