Keagamaan

Agama, Pemuda dan Kesadaran Multikultural Menuju Indonesia Harmoni

Sejarah mencatatkan bahwa miliaran orang mati karena alasan “atas nama agama”. Sekalipun semua agama mengajarkan pentingnya perdamaian, ternyata, tak selamanya mendatangkan damai. Hal ini bukan karena kesalahan agama, namun karena penafsiran terhadap wahyu Ilahi yang diarahkan untuk melegitimasi pembunuhan.

Peperangan dan pembunuhan seringkali melibatkan agama sebagai kambing hitam, sebagai pengabsah aktifitas yang melukai kemanusiaan. Contoh paling nyata adalah terorisme. Tak terkecuali agama manapun, fenomena kekerasan membawa-bawa agama sebagai alat legitimasi selalu ada. Di setiap agama selalu ada pemeluknya yang memiliki cara berpikir kaku dan radikal terhadap ajaran agamanya. Demikian pula dalam agama Islam.

Sebuah kenyataan diinternal agama Islam, pemuda muslim hari ini berpaut jauh dengan generasi muda di era dulu pada zaman Nabi sampai era ulama salaf dan khalaf. Perbedaannya terletak pada semangat beragama terutama dalam kegiatan keilmuan untuk memperkuat pengetahuan ilmu agama.

Padahal, sekarang dukungan fasilitas berupa kemajuan teknologi mempermudah menjangkau informasi pengetahuan agama. Minat yang rendah tersebut kemudian dimanfaatkan kelompok tertentu untuk mempengaruhi cara berpikir mereka dalam memahami agama di luar kepantasannya. Salah satunya memanfaatkan media sosial untuk mempengaruhi sudut pandang keagamaan menurut perspektif kelompok yang memiliki kepentingan tersebut.

Alih-alih ingin melaksanakan ajaran agama Islam seperti amar ma’ruf nahi munkar, namun terjebak pada suatu kesalahan mendasar dalam memahami agama yang justru menimbulkan mudharat besar. Agama yang awalnya hadir untuk merawat kehidupan, kenyataannya digunakan untuk melukai kemanusiaan.

Kenyataan ironis yang saat ini menimpa pemuda muslim, tak terkecuali di Indonesia sendiri. Agama dipakai untuk alat adu domba, alat teror dan pembunuhan, acap kali melakukan tindakan yang menihilkan kemanusiaan atas anama agama. Janji-janji surga beserta bidadari, kemakmuran negeri hanya bisa diraih dalam “Negara Islam” bukan demokrasi, Tuhan hanya merestui sistem khilafah dan propaganda-propaganda sejenis.

Pemuda muslim digiring pada suatu kondisi yang dimana multikulturalisme merupakan ancaman bagi agama, setiap yang berbeda adalah musuh agama dan kepercayaan lain merupakan ancaman yang harus diperangi.  Suatu gejala yang menebarkan ancaman bagi kebhinekaan, memantik api permusuhan dan mengancam perdamaian bangsa.

Mengembalikan Agama Generasi Muda

Tugas kita bersama untuk menggugah semangat beragama generasi muda. Generasi milenial maupun Gen Z, mereka tidak boleh dibiarkan larut dalam paham keagamaan radikal karena mengancam perdamaian. Kesadaran multikultural mereka, sebagaimana dianjurkan dalam agama Islam, perlu digugah agar mereka terlepas dari jebakan kelompok yang berkepentingan dan memanfaatkan agama sebagai alat suksesi.

Dalam konteks sistem bernegara misalnya, mereka harus diberi informasi bahwa al Qur’an tidak membicarakan sama sekali bentuk kelembagaan negara. Demikian pula, negara bukan tujuan dalam agama Islam melainkan sebagai sarana untuk mencapai tujuan, yakni kemaslahatan manusia yang lebih baik. Oleh sebab itu bentuk kelembagaan negara itu merupakan wilayah ijtihadi, dan bentuknya bisa apa saja dengan mempertimbangkan aspek kehidupan manusia yang lebih baik.

Kita semua harus menggugah semangat supaya tetap konsisten terhadap agama Islam sebagai suatu kebenaran hakiki, namun harus tetap bersikap adil terhadap sesama warga negara tanpa memandang agama, kepercayaan, ras, suku, etnis, golongan, madhab dan organisasi.

Sikap ini dengan sendirinya melahirkan kesadaran multikultural sebagai modal utama mewujudkan Indonesia harmoni dalam keberagaman. Dengan demikian, cita-cita Indonesia Emas 2045 bukan sesuatu yang mustahil, bahkan memiliki peluang besar karena pemuda hari sebagai calon pemimpin masa depan memiliki kesadaran beragama Islam yang kuat serta kuat pula dalam menghargai dan menghormati hak dan martabat kemanusiaan.

This post was last modified on 28 Juli 2023 3:39 PM

Abdul Hakim

Recent Posts

Soft Terrorism; Metamorfosa Ekstremisme Keagamaan di Abad Algoritma

Noor Huda Ismail, pakar kajian terorisme menulis kolom opini di harian Kompas. Judul opini itu…

17 jam ago

Jangan Terjebak Euforia Semu “Nihil Teror”

Hiruk pikuk lini masa media sosial kerap menyajikan kita pemandangan yang serba cepat berubah. Satu…

18 jam ago

Rejuvenasi Pancasila di Tengah Fenomena Zero Terrorist Attack

Tanggal 1 Juni diperingati sebagai hari lahirnya Pancasila. Peringatan itu merujuk pada pidato Bung Karno…

19 jam ago

Menjernihkan Makna “Zero Terrorist Attack” : Dari Penanggulangan Aksi Menuju Perang Narasi

Dalam dua tahun terakhir, Indonesia patut bersyukur karena terbebas dari aksi teror nyata di ruang…

19 jam ago

Sesat Pikir Pengkafiran terhadap Negara

Di tengah dinamika sosial dan politik umat Islam, muncul kecenderungan sebagian kelompok yang mudah melabeli…

6 hari ago

Dekonstruksi Syariah; Relevansi Ayat-Ayat Makkiyah di Tengah Multikulturalisme

Isu penerapan syariah menjadi bahan perdebatan klasik yang seolah tidak ada ujungnya. Kaum radikal bersikeras…

6 hari ago