Narasi

Agama, Spiritualitas, dan Diplomasi Perdamaian

Agama ataupun spiritualitas, pada dasarnya adalah juga sebuah media, dan bahkan jalan, yang dapat diendapi oleh berbagai kepentingan yang memang tak bisa dielakkan dalam sebuah kehidupan. Bahkan pun dalam niatnya yang paling suci dan luhur, ia tetap saja digerakkan oleh sebuah kepentingan: ridha Tuhan.

Kepentingan, yang dalam khazanah kebudayaan Jawa dapat disepadankan dengan “karep,” adalah sebentuk azas dalam dalam sebuah kehidupan. Taruhlah dalam pagelaran wayang purwa Jawa yang disimbolisasikan dengan sebuah wayang yang berbentuk piramida, yang lazim disebut sebagai “gunungan” atau “kayon,” yang bermakna pula sebagai “kajeng” (karep) ataupun “hayyun” (hidup). Karena itulah, dalam sebuah pagelaran wayang purwa, kayon selalu digunakan untuk mengawali kisah-kisah pewayangan yang akan digelarkan oleh sang dalang.

Namun, meskipun kehidupan itu tak dapat dipisahkan dari kepentingan, tetap saja pada akhirnya nilai sebuah kehidupan yang dipandang produktif—untuk tak mengatakannya mulia—dalam agama ataupun spiritualitas, adalah sebuah kepentingan yang dapat merangkum segala kepentingan yang barangkali mengendapi: ridha Tuhan.

Secara sekilas, tentu kepentingan ridha Tuhan itu terkesan terlalu jauh atau muluk di sebuah zaman yang memang sedang mendukung segala keraguan akan klaim kesucian ataupun keluhuran. Namun, dalam logika agama ataupun spiritualitas yang praktis-pragmatis, serendah apapun sebuah kepentingan, tanpa ridha Tuhan atau ketepatan kesempatan itu, tak akan tergapai. Ketika pun segala kepentingan itu mental, karena kepentingan ridha Tuhan, pemulihan kejiwaan atas segala kegagalan yang barangkali dialami akan lebih mudah untuk diterima.

Maka dari itu, persuaan antara orang-orang yang dianggap sebagai para pemuka agama ataupun spiritualitas, yang jelas-jelas menyematkan kepentingan yang dianggap paling luhur itu sebagai batu-pijak dari segala langkah-langkah agamis-spiritualnya, adalah sebuah persuaan diplomatis yang kentara lebih agung daripada bentuk persuaan diplomatis lainnya.

Orang tentu akan lebih melongok tanpa kecurigaan pada kedatangan Sri Paus Fransiskus ke Indonesia, ataupun barangkali Dalai Lama dan segala warisan Rumi di dunia Barat, daripada para pemuka ataupun orang-orang yang memang tak harus menyematkan kepentingan yang dianggap paling luhur itu dalam segenap gerak-geriknya.

Maka di sinilah agama dan spiritualitas, sebuah dunia yang jelas-jelas memang menempatkan pengolahan dan penyaringan kepentingan sebagai dasar dari kehidupannya, secara praktis-pragmatis, mendapatkan nilai lebihnya daripada bentuk-bentuk dunia lainnya: ketika sukses adalah sebuah kepantasan dan ketika gagal bukanlah sebuah persoalan.

Bukankah perdamaian—yang maknanya tersemat pada salam sapa semua agama dan spiritualitas—merupakan lambang kesuksesan atau produktifitas hidup, baik individual maupun sosial, dalam beragama, berspiritualitas, dan otomatis berkehidupan? Dan bukankah banyak orang menganggap bahwa kedamaian, setidaknya kedamaian jiwa, akan kongruen dengan produktifitas hidup?    

       

   

 

Heru harjo hutomo

Recent Posts

Warisan Toleransi Nabi SAW; Dari Tanah Suci ke Bumi NKRI

Toleransi beragama adalah energi lembut yang dapat menyatukan perbedaan. Itulah kiranya, salah satu ajaran mulia…

15 jam ago

Walima, Tradisi Maulid ala Masyarakat Gorontalo yang Mempersatukan

Walima, dalam konteks tradisi Maulid Nabi, adalah salah satu momen yang sangat dinanti dan dihormati…

15 jam ago

Darul Mitsaq; Legacy Rasulullah yang Diadaptasi ke Nusantara

Salah satu fase atau bagian paling menarik dalam keseluruhan kisah hidup Rasulullah adalah sepak terjang…

15 jam ago

Bahaya Pemahaman Tekstual Al Wala’ wal Bara’ Untuk Perdamaian Antar Agama

Secara etimologi, al Wala' berarti kesetiaan. Sedangkan al Bara' artinya terlepas atau bebas. Istilah ini…

4 hari ago

Cinta dan Kasih Mempertemukan Semua Ajaran Agama

Dalam dunia yang semakin terpolarisasi, kasih sayang dan persaudaraan antar umat beragama menjadi salah satu…

4 hari ago

Lebih dari Sekadar Salaman dan Cium Tangan, Telaah Gestur Paus Fransiskus dan Imam Besar Masjid Istiqlal

Momen simbolis penuh hangat antara Paus Fransiskus dan Imam Besar Masjid Istiqlal Nasaruddin Umar bukan…

4 hari ago