Keagamaan

Bukankah Kita Sama? : Nilai Kemanusiaan Tidak Boleh Dikalahkan karena Perbedaan Agama

Manusia diciptakan oleh Allah dengan kemuliaan yang sama, terlepas dari perbedaan ras, suku, agama, atau bangsa. Dalam Al-Qur’an, Allah dengan jelas menyatakan bahwa seluruh keturunan Adam dimuliakan, sebagaimana disebutkan dalam ayat berikut:

“Dan sungguh, telah Kami muliakan anak cucu Adam, Kami angkut mereka di darat dan di laut, Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik, dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan.” (QS. Al-Isra’, 17:70).

Ayat ini menegaskan bahwa setiap manusia, sebagai keturunan Adam, memiliki kemuliaan yang sama di hadapan Allah. Tidak ada perbedaan kemuliaan berdasarkan asal usul, warna kulit, atau latar belakang. Semua manusia adalah ciptaan Allah yang dimuliakan.

Namun, Allah juga menciptakan manusia dalam keberagaman. Manusia berbeda-beda dalam suku, bangsa, dan bahasa. Perbedaan ini bukan untuk dipertentangkan, melainkan untuk dijadikan pelajaran, sebagaimana firman Allah dalam Surat Al-Hujurat:

“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (QS. Al-Hujurat, 49:13).

Perbedaan suku, bangsa, dan bahasa adalah kehendak Allah agar manusia saling mengenal satu sama lain, bukan saling merendahkan. Allah juga menegaskan bahwa kemuliaan di hadapan-Nya tidak ditentukan oleh perbedaan fisik atau budaya, tetapi oleh ketakwaan seseorang. Ketakwaanlah yang menjadi ukuran utama kemuliaan di sisi Allah.

Allah juga menyatakan bahwa jika Dia berkehendak, Dia dapat menciptakan manusia sebagai satu umat yang seragam. Namun, Allah memilih untuk menciptakan keberagaman di antara manusia sebagai bagian dari ujian kehidupan, seperti yang disebutkan dalam Surat Hud:

“Dan jika Tuhanmu menghendaki, niscaya Dia menjadikan manusia umat yang satu, tetapi mereka senantiasa berselisih pendapat,” (QS. Hud, 11:118).

Keberagaman ini adalah bagian dari skenario besar yang diciptakan oleh Allah. Dengan adanya keberagaman, manusia diajak untuk menghargai perbedaan dan berlomba-lomba dalam melakukan kebaikan. Allah bahkan memberikan petunjuk dan jalan yang berbeda bagi tiap-tiap umat agar mereka dapat menjalani kehidupan yang sesuai dengan ajaran-Nya, seperti tertulis dalam Surat Al-Ma’idah:

“Bagi tiap-tiap umat di antara kamu, Kami berikan aturan dan jalan yang terang. Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu, maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan.”(QS. Al-Ma’idah, 5:48)

Keberagaman ini bukanlah alasan untuk terpecah belah, tetapi justru merupakan rahmat dari Allah. Setiap umat diberi pegangan agama dan nabi masing-masing, yang semuanya membawa misi kemanusiaan dan kebaikan. Sebagai manusia, tugas kita adalah menghormati perbedaan tersebut dan menjadikannya kekuatan untuk mempererat persaudaraan.

Dalam sejarah kehidupan Nabi Muhammad SAW, terdapat banyak contoh tentang penghormatan terhadap manusia, terlepas dari perbedaan agama. Salah satu kisah yang sangat menginspirasi adalah ketika Nabi menghormati jenazah seorang Yahudi yang lewat di hadapannya. Saat itu, para sahabat bertanya, “Bukankah itu jenazah seorang Yahudi?” Lalu, Rasulullah menjawab: “Bukankah dia juga seorang manusia?”
(HR. Bukhari dan Muslim)

Jawaban Nabi ini menggambarkan bahwa nilai kemanusiaan tidak boleh dikalahkan oleh perbedaan agama. Penghormatan terhadap manusia adalah hal yang fundamental, terlepas dari kepercayaan yang dianutnya. Penghormatan ini bukan karena agama yang dianut seseorang, tetapi karena esensinya sebagai manusia.

Keseluruhan ajaran ini menegaskan bahwa keberagaman adalah bagian dari skenario Allah yang Maha Bijaksana. Meskipun manusia diciptakan dalam perbedaan, mereka disatukan dalam esensi kemanusiaan yang sama. Tugas manusia adalah menjunjung tinggi kemanusiaan dan menghormati perbedaan sebagai bagian dari rahmat Allah. Dengan demikian, kita dapat menjalani kehidupan yang lebih harmonis, penuh penghormatan, dan rasa saling menghargai. Sebab pada akhirnya, di hadapan Allah, yang terpenting adalah bagaimana kita memperlakukan sesama manusia dengan kebaikan dan ketakwaan.

 

M Nimah

Recent Posts

Ruang Maya Sehat, Demokrasi Kuat

Menjelang Pilkada Serentak 2024, ruang digital di Indonesia menjadi semakin sibuk. Media sosial, yang telah…

6 jam ago

Mencegah Mudharat “Jualan Agama” Pada Pilkada 2024

Tahun 2024 adalah tahun politik. Pesta demokrasi melalui Pemilu telah. Kini masyarakat siap menyambut pemilihan…

6 jam ago

Prinsip Teo-Antroposentrisme Kuntowijoyo, Jembatan antara Dimensi Ilahi dan Realitas Sosial

Kelompok konservatif seperti Hizbut Tahrir Indonesia selalu menjadikan agama sebagai palang pintu terakhir segala problematika…

6 jam ago

Politik dan Kesucian: Menyimak Geliat Agama di Pilkada 2024

Dunia politik, pada dasarnya, adalah sebuah dunia dimana orang menjadi paham akan manusia dengan segala…

6 jam ago

Potensi Ancaman Pilkada 2024; Dari Kekerasan Sipil ke Kebangkitan Terorisme

Sebuah video rekaman detik-detik “carok” di Sampang, Madura beredar di media sosial. Kekerasan itu terjadi…

1 hari ago

Mencegah Agenda Mistifikasi Politik Jelang Pilkada

Dalam ranah politik jelang Pilkada 2024, kita dihadapkan pada fenomena yang mengkhawatirkan, yakni potensi meningkatnya…

1 hari ago