Narasi

Aksi Tanggap Masyarakat: Langkah Pasti Reduksi Hoax

Oktober awal dunia Maya digegerkan oleh berita hoax yang dilakukan salah seorang public figure. Ratna Sarumpaet (70 tahun), aktivis HAM sekaligus seniman tersebut telah melakukan tindak pidana yakni menyebarkan berita bohong (Hoax) kasus pengeroyokan yang terjadi pada 21 September 2018, di Bandara Husein Sastranegara, Bandung. Kejadian itu menjadi viral di jagat maya lantaran juga dilatar belakangi adanya dukungan, simpati oleh beberapa tokoh elite politik, yang pada akhirnya mereka ikut terseret dalam lingkaran berita fiksi tersebut. Dukungan yang diberikan oleh para tokoh elite politik yakni mengecam adanya tindak kekerasan yang menimpa Ratna Sarumpaet dan ada dugaan motif politik dalam peristiwa pengeroyokan itu.

Meski dukungan dikucurkan, simpati digalakkan, semua terbantahkan dengan pernyataan Ratna Sarumpaet pada 3 Oktober 2018. Melalui kediamannya ia menyatakan bahwa berita kasus pengeroyokan yang selama ini bertebaran di dunia maya merupakan fiksi, mengada-ada belaka. Hal ini sontak membuat publik tercengang, terlebih para tokoh elite politik yang turut menyebarkan berita (hoax) tersebut. Hukum yang berlaku di negara ini siap menyantap tindak pidana yang telah dilakukan para warga negaranya.

Hoax atau kebohongan di dunia maya sejatinya merupakan perkembangan dari sikap ketidak jujuran manusia dalam tiap tindak tanduknya menyikapi kehidupan. Hadirnya teknologi IT (Informasi dan Teknologi) yang kian mempersempit ruang dan waktu juga membuat hubungan antar individu dengan individu atau individu dan kelompok semakin tipis, tak berjarak. Cuitan seseorang langsung dapat dilihat, diterima oleh publik hanya dengan sentuhan jari saja. Tak pelak hal ini juga mempermudah tindakan melanggar norma di masyarakat melalui berita bohong (hoax).

Whatsapp, Facebook, Twitter serta media sosial lain layaknya ladang untuk menyebar benih kebohongan bagi para hoaxer (pencipta hoax). Tujuannya tak lain hanyalah meraup keuntungan pribadi atau kelompok, apapun bentuk dari berita tersebut. Menarik massa (pengguna medsos) sebanyak-banyaknya dan mengungkung mereka dalam lingkaran fiksi menjadi pencapaian bagi para penyebar berita hoax. Pencapaian itulah yang mungkin menjadi kepuasan pribadi bagi para hoaxer.

Motif para pencipta hoax ialah beragam, tergantung tujuan masing-masing pelaku. Motif politik merupakan satu dari banyaknya latar belakang yang marak digunakan dalam penyebaran berita hoax dan ujaran kebencian. Terlebih lagi di penghujung 2018 telah diresmikanya masa kampanye bagi para pasangan calon presidan dan wakil presiden yang puncaknya akan dilaksanakannya Pilpres pada 2019 mendatang. Celah tersebut dimanfaatkan oleh sebagian oknum untuk memperkeruh suasana perpolitikan yang sejatinya aman, damai dan bebas dari intervensi pihak mana pun.

Para pengguna media sosial dalam beberapa bulan ke depan akan disuguhi berita-berita miring yang menyangkut pasangan calon yang mengajukan diri sebagai calon pemegang kekuasaan negara.  Perang media sosial bakal terus terjadi bila tidak ada kesadaran para pengguna yang sebetulnya telah dimanfaatkan oleh oknum hoax. Hal yang dilakukan oknum tersebut tak kurang dari tindakan seorang dalang yang memainkan wayangnya (pengguna medsos) sesuai alur cerita yang ia buat sendiri, baik secara spontan atau pun terencana. Oleh karena itu masyarakat perlu bersikap tanggap, sadar, menghilangkan sikap apatis, agar tidak terjerat dalam krisis yang hendak dibuat oleh para hoaxer.

Sikap tanggap masyarakat akan pemberitaan yang mengandung unsur kebohongan, dapat mereduksi hoax yang tersebar di media. Pemberitaan bernada ujaran kebencian pun juga harus diantisipasi secara cepat dan tepat agar tidak menyebar luas dan mengakibatkan chaos dalam masyarakat. Kominfo sebagai pihak pengontrol utama informasi yang tersebar di seluruh media online, memberikan layanan aduan yang dapat diakses oleh siapapun.

Layanan aduan melingkupi aduan mengenai hoax, ujaran kebencian, radikalisme, pornografi dan konten negatif lainnya. Masyarakat hanya perlu melakukan screen capture, dan menyalin url link. Kemudian data tersebut dikirim melalui ­e-mail aduankonten@mail.kominfo.go.id (Kominfo.go.id). Itu merupakan satu langkah pasti yang dapat ditempuh oleh masyarakat guna mereduksi hoax sejak dini.

Valiant Aby

Recent Posts

Kultur yang Intoleran Didorong oleh Intoleransi Struktural

Dalam minggu terakhir saja, dua kasus intoleransi mencuat seperti yang terjadi di Pamulang dan di…

19 jam ago

Moderasi Beragama adalah Khittah Beragama dan Jalan Damai Berbangsa

Agama tidak bisa dipisahkan dari nilai kemanusiaan karena ia hadir untuk menunjukkan kepada manusia suatu…

19 jam ago

Melacak Fakta Teologis dan Historis Keberpihakan Islam pada Kaum Minoritas

Serangkaian kasus intoleransi dan persekusi yang dilakukan oknum umat Islam terhadap komunitas agama lain adalah…

20 jam ago

Mitos Kerukunan dan Pentingnya Pendekatan Kolaboratif dalam Mencegah Intoleransi

Menurut laporan Wahid Foundation tahun 2022, terdapat 190 insiden intoleransi yang dilaporkan, yang mencakup pelarangan…

20 jam ago

Jaminan Hukum Kebebasan Beragama bisa Menjamin Toleransi?

Indonesia, dengan kekayaan budaya, agama, dan kepercayaan yang beragam, seharusnya menjadi contoh harmoni antar umat…

2 hari ago

Mencegah Persekusi terhadap Kelompok Minoritas Terulang Lagi

Realitas kekayaan budaya, agama, dan kepercayaan di Indonesia seharusnya menjadi fondasi untuk memperkaya keberagaman, namun…

2 hari ago