Categories: Kebangsaan

Alhamdulillah, Tulisan Hoax Mulai Berkurang

Sudah beberapa hari ini “hoax-meter” saya menunjukkan indikator positif. Tulisan-tulisan penebar kebencian dan permusuhan yang mampir ke lini masa saya mengalami penurunan jumlah. Berita hoax yang biasanya hampir tiap hari menebar kabar palsu menyakitkan, minggu ini nyaris tidak ada. Lini masa, apalagi lini masa di akun media sosial pribadi saya, mungkin saja tidak dapat dijadikan sebagai sebuah pijakan ilmiah, akan tetapi sebagai seorang pemerhati media, saya merasa ini adalah indikator yang memberikan gambaran nyata betapa berita hoax sudah mulai kehilangan daya.

Berkurang bukan berarti tidak ada sama sekali. Tetapi paling tidak hal ini merupakan pertanda bahwa berita bohong tidak lagi diminati masyarakat. Dalam satu minggu ini misalnya, saya hanya menemukan satu saja berita yang saya ragukan kebenarannya, itu pun bukan soal kekerasan berbasis agama atau golongan, hanya sebuah berita ringan soal performa pemerintah.

Berkurangnya berita-berita hoax ini tentu merupakan berita baik bagi kerukunan sesama anak bangsa di Indonesia. Karena tanpa berita hoax, keindahan dan kedigdayaan bangsa ini dapat dilihat secara lebih baik. Karenanya penurunan jumlah peredaran berita hoax perlu untuk diapresiasi dan dilihat sebagai keberhasilan bersama dalam menangkal penyebaran berita yang berisi kebohongan semata.

Terdapat tiga hal yang menjadi penyebab menurunnya berita hoax; Pertama, tumbuhnya kesadaran di masyarakat kita bahwa berita hoax hanya akan menimbulkan dampak yang buruk bagi kemanusiaan. Jika boleh jujur, rangkaian tulisan atau gambar yang berisi kebohongan sebenarnya tidak bisa disebut sebagai “berita”, karena fungsi berita adalah “memberitakan” sesuatu secara proporsional dan relevan. Karenanya sebutan “berita hoax” dimaksudkan untuk menunjukkan bahwa berita yang disampaikan tidak benar, alias bohong.

Kedua, muncul kesadaran bermedia dari para pembaca. Kesadaran tersebut mendorong para pelaku dan pengguna media untuk selektif dalam memilih berita. Hal ini tentu membuat berita hoax gulung tikar, hasutan dan kebohongan yang disebarkan dalam bungkus kamuflase bernama “berita” sudah tidak lagi menarik minat para pembaca. Para pembaca juga terlihat tidak lagi tertarik untuk share berita hoax.

 

Sebab ketiga adalah fakta bahwa hoaxer tidak lagi diuntungkan dari pekerjaannya membuat berita-berita palsu. Tidak ada lagi oknum-oknum jahil yang bersedia membayar mahal para hoaxer untuk menebar kebohongan, di sisi lain masyarakat juga mulai cermat dalam memilih berita, sehingga hanya pemberitaan yang kredibel saja yang dipilih untuk dibaca dan kemudian dipercaya kebenarannya.

Menurunnya jumlah peredaran berita hoax adalah pertanda bahwa gerakan melawan penyebaran berita bohong/hoax ini telah mulai memanen kerja kerasnya. Adagium yang menyatakan bahwa “kebenaran pasti akan menang” sepertinya mulai menjadi kenyataan. Konten-konten negatif kini mulai tersisih, dan dunia maya mulai tampak semakin ‘bersih’.

This post was last modified on 3 September 2015 11:02 AM

Imam Malik

Adalah seorang akademisi dan aktifis untuk isu perdamaian dan dialog antara iman. ia mulai aktif melakukan kampanye perdamaian sejak tahun 2003, ketika ia masih menjadi mahasiswa di Center for Religious and Sross-cultural Studies, UGM. Ia juga pernah menjadi koordinator untuk south east Asia Youth Coordination di Thailand pada 2006 untuk isu new media and youth. ia sempat pula menjadi manajer untuk program perdamaian dan tekhnologi di Wahid Institute, Jakarta. saat ini ia adalah direktur untuk center for religious studies and nationalism di Surya University. ia melakukan penelitian dan kerjasama untuk menangkal terorisme bersama dengan BNPT.

Recent Posts

Konsep Islam Menentang Tiga Dosa Besar Dunia Pendidikan

Lembaga pendidikan semestinya hadir sebagai rumah kedua bagi peserta didik untuk mendidik, mengarahkan dan membentuk…

21 jam ago

Pemaksaan Jilbab di Sekolah: Praktir yang Justru Konsep Dasar Islam

Dalam tiga tahun terakhir, kasus pemaksaan hijab kepada siswi sekolah semakin mengkhawatirkan. Misalnya, seorang siswi…

21 jam ago

Memberantas Intoleransi dan Eksklusivisme yang Menjerat Pendidikan Negeri

Dua tahun lalu, seorang siswi SDN 070991 Mudik, Gunungsitoli, Sumatera Utara, dilarang pihak sekolah untuk…

21 jam ago

Riwayat Pendidikan Inklusif dalam Agama Islam

Indonesia adalah negara yang majemuk dengan keragaman agama, suku dan budaya. Heterogenitas sebagai kehendak dari…

2 hari ago

Hardiknas 2024: Memberangus Intoleransi dan Bullying di Sekolah

Hardiknas 2024 menjadi momentum penting bagi kita semua untuk merenungkan dan mengevaluasi kondisi pendidikan di…

2 hari ago

Sekolah sebagai Ruang Pendidikan Perdamaian: Belajar dari Paulo Freire dan Sekolah Mangunan Jogjakarta

Bila membicarakan pendidikan Paulo Freire, banyak ahli pendidikan dan publik luas selalu merujuk pada karya…

2 hari ago