Setiap musim hujan datang tak terpungkiri banjir melanda berbagai daerah di Indonesia. Musibah banjir di Indonesia seperti agenda tahunan. Banjir membawa kerugian materi sampai hilangnya manusia. Berbagai wilayah berdampak banjir sangat menyita perhatian publik. Bahkan dari banjir menjadi komuditas untuk menyalahkan suatu pemimpin di wilayah berdampak banjir. Manusia sebagai khalifah perlu bertanya-tanya, kenapa air hujan yang berkah kok malah jadi musibah?.
Mengutip dari laman resmi BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana) bahwa jumlah korban meninggal dunia akibat banjir di Jabodetabek per tanggal 4 Januari 2020, pukul 18.00 WIB, sejumlah 60 orang meninggal dan dua orang hilang. Sedangkan jumlah pengungsi sudah menurun dari 173.064 jiwa menjadi 92.261 jiwa. Diketahui bersama bahwa mulai akhir tahun 2019 sampai Januari 2020 banjir bukan hanya melanda daerah Jabodetabek.
Zaman Nabi Nuh AS. juga pernah mendapat pelajaran dari banjir. Kaum Nabi Nuh AS. yang menentang ayat-ayat Allah dibinasakan dalam banjir besar itu. Adapun kisah banjir terdokumentasikan dalam firman Allah dalam Surat Al-A’raf ayat 64 yang artinya; “Maka mereka mendustakan Nuh, kemudian kami selamatkan dia dan orang-orang yang bersamanya dalam bahtera, dan Kami tenggelamkan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami. Sesungguhnya mereka adalah kaum yang buta (mata hatinya)”. Memang dari zaman kenabian kalau seorang khalifah lalai terhadap tugasnya dibumi maka Allah sangat mudah untuk menurunkan peringatannya.
Sebenarnya banjir itu pengingat akan tugas manusia sebagai khilafah di muka bumi. Adanya banjir menunjukkan bahwa alam sudah tidak bersahabat, mungkin alam sudah bosan dengan tingkah manusia yang suka merusak alam dan senang bertikai antar sesama. Manusia harus sadar, banjir terjadi karena alam ini tidak lagi seimbang. Sebab banjir terjadi akibat pohon-pohon, resapan dan sungai dirusak oleh tangan-tangan manusia.
Baca Juga : Pancasila dalam Bayang Khilafah
Dari musibah banjir tidak baik saling sindir atau menyudutkan pemimpin. Sebab menjaga alam itu tugas semua manusia. Maka kalau terjadi banjir harus ditangung bersama sebagai wujud kepemimpinan semua manusia di bumi. Apa yang menyebabkan banjir mari diperbaiki, mulai normalisasi sungai, reboisasi dan memperbanyak resapan air. Sebagai khalifah membudayakan tanggung jawab kepada tuhan dan menjawab kekhawatiran malaikat saat penciptaan.
Penciptaan manusia sebagai khalifah di muka bumi terdokumentasikan dalam surat Al-Baqarah ayat 30 yang artinya; “Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada Para Malaikat: ‘Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi.’ Meraka berkata: ‘Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal Kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?’ Tuhan berfirman: ‘Sesungguhnya aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui’”.
Penciptaan manusia sebagai pemimpin di bumi menunjukkan sifat prerogatif Allah. Malaikat menentang rencana penciptaan manusia kala itu sebagai wujud kekhawatirannya. Padahal Allah itu Maha Mengetahui dan Allah sendiri yang menakdirkan manusia jadi perusak bumi atau jadi saling bunuh. Kalau direnungkan lebih dalam malaikat pun tidak ingin bumi ini dirusak padahal bukan tempat tinggal-Nya. Sedangkan manusia terlihat aneh, masak bumi sebagai tempat tinggalnya dirusaknya sendiri. Nah, sikap manusia yang serakah menjarah bumi perlu disadarkan bersama.
Wilayah yang terdampak banjir jangan hanya mengeluh akibat banjir, tapi perlu juga memikirkan bagaimana supaya banjir tidak terulang lagi. Kesadaran pencegahan banjir dimulai dari membuat rumah, setiap orang yang membangun rumah harus menyisakan tanah untuk resapan. Sebab semakin padatnya rumah tanpa dibarengi resapan yang sebanding dengan daya tampung air hujan akan berakibat banjir musiman. Para arsitektur bangunan perlu memikirkan perlakuan air hujan supaya tidak menjadi bencana.
Selain resapan, sungai harus dijaga dari sampah. Budaya masyarakat yang membuang sampah di sungai harus diminimalisir, bila perlu ada sanksi bagi pelanggar. Masyarakat hendaknya jangan mengusur sungai untuk dijadikan tempat tinggal. Sungai perlu dijaga dan dirawat supaya sewaktu-waktu ada air datang mampu menampung dan menyalurkan air kelaut. Cara pencegahan seperti ini jangan dianggap remeh.
Bumi ini juga masih butuh kawasan hijau yang berfungsi sebagai pemasok oksigen dan penyerap air. Fenomena di Indonesia hutannya setiap tahun dijarah lewat pembakaran. Pelaku pembakaran hanya menuruti nafsu untuk memanfaatkan bumi tanpa memikirkan dampak yang lebih luas. Diketahui bersama hutan semakin berkurang, maka langkah yang bisa diambil adalah dengan cara menanam pepohonan di tanahnya masing-masing. Tindakan seperti ini sebagai upaya merawat dan mencegah bumi dari kerusakan.
Manusia sebagai khalifah dimuka bumi memiliki tugas merawat dan menebar kedamaian antar sesama. Sebagai fitrah manusia sejatinya adalah menjadi hamba Allah SWT. Sifat menghamba tidak boleh ditujukan kepada siapapun selain Allah. Maka dalam Q.S. Adz-Dzariyat ayat 56 Allah berfirman yang artinya; “Dan Aku (Allah) tidaklah menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka akan menyembah-Ku”. Manusia hendaknya menyadari tugasnya dibumi dan selalu ingat pada Sang Pencipta. Semoga dari bencana banjir maupun bencana yang lain dapat diambil pelajaran untuk memperbaiki diri.
Wallahu A’lam Bisshowab…
Agama dan politik di Indonesia selalu menjadi isu yang sensitif sekaligus penting. Keduanya memiliki kekuatan…
Sesungguhnya, agama tidak pernah bertentangan dengan politik. Agama dan politik itu sifatnya integratif. Agama dapat…
Pada mulanya politik adalah sebuah jalan untuk mencapai tujuan yang mulia. Politik adalah seni untuk…
Menjelang Pilkada Serentak 2024, ruang digital di Indonesia menjadi semakin sibuk. Media sosial, yang telah…
Tahun 2024 adalah tahun politik. Pesta demokrasi melalui Pemilu telah. Kini masyarakat siap menyambut pemilihan…
Kelompok konservatif seperti Hizbut Tahrir Indonesia selalu menjadikan agama sebagai palang pintu terakhir segala problematika…