Narasi

Belajar Bela Negara dari Tokoh Wayang Kumbakarna

Membahas soal bela negara, jadi teringat tokoh wayang Kumbakarna yang terkenal memiliki jiwa nasionalisme dan patriotisme. Kumbakarna sosok tokoh dalam mitologi Hindu yang ceritanya sering diangkat dalam pewayangan. Kumbakarna digambarkan sosok raksasa yang besarnya, tingginya diatas raksasa pada umumnya. Wajah Kumbakarna sangat mengerikan, di sisi lain jiwanya Kumbakarna adalah sosok perwira.

Kumbakarna lahir dari pasangan resi Wisrawa dengan Kekasi. Kumbakarna memiliki tiga saudara kandung diantaranya; Rahwana, Wibisana dan Sarpapenaka. Selain saudara kandung Kumbakarna juga memiliki 4 saudara tiri yaitu; Kubera, Kara, Dusana dan Kumbini. Walapun mengerikan Kumbakarna memiliki istri cantik Dewi Kiswani. Berkat pernikahannya Kumbakarna memiliki 2 putra (Kumba-Kumba dan Aswani Kumba).

Ada kisah menarik dari wiracerita Ramayana ini. Ketika Kumbakarna dan Rahwana tapa, mereka berdua didatangi Brahma berkat pemujaannya. Brahma memberi kesempatan bagi Kumbakarna dan kakaknya mengajukan permohonan. Celekanya saat mengajukan permohonan, Dewi Saraswati masuk mulut Kumbakarna dan membelokkan lidahnya, maka saat ia memohon ‘indraasan’ (tahta Dewa Indra), pengucapannya malah bilang ‘needrasan’ (tidur abadi). Brahma mengkabulkan doa Kumbakarna, karena kasihan Rahwana meminta Brahma untuk mengugurkan anugerah tersebut. Brahma tidak mengugurkannya, tetapi anugerah tersebut diringankan jadi 6 bulan.

Di Kerajaan Alengka Kumbakarna berperan sebagai penasehat kakanya yang bertahta. Misalnya dalam kasus Rahwana menculik Dewi Sinta istri dari Sri Rama. Sebab nafsu cinta Rahwana tega menculik istri orang, disini Kumbakarna menginggatkan kekeliruan sang kakak. Kumbakarna paham betul bahwa terculiknya Dewi Sinta bukan hanya membahayakan sang kakak saja, tetapi juga membahayakan Negeri Alengka kalau diserang Sri Rama.

Baca Juga : Mengenang Jasa Syafruddin Prawiranegara dan PDRI

Terculiknya Dewi Sinta membuat Kumbakarna kehilangan orang-orang yang dicintai. Kumbakarna yang tidur abadi di Gunung Gohkarna dibangunkan sang Kakak. Rahwana merasa kewalahan menghadapi Sri Rama dan kaum Wanara. Rahwana menceritakan ke Kumbakarna bahwa Sarpakenaka, anak-anak Rahwana, Patih Prahasta, dua putra Kumbakarna telah gugur dalam perang Alengka. Rahwana memohon bahwa kekuatan Kumbakarna sangat dibutuhkan Negeri Alengka.

Mendengar cerita Rahwana, Kumbakarna hatinya tergugah untuk perang. Niat perangnya Kumbakarna bukan karena membela keangkara murkaan sang kakak, tetapi perang membela Negeri Alengka. Kumbakarna tidak suka kalau negerinya dijajah, apapun alasannya Negeri Alengka patut dibela sebagai tanah air. Sang adik Kumbakarna yaitu Wibisana takut kakaknya turun perang. Wibisana sendiri ada dipihak Sri Rama, posisi Wibisana dalam perang seperti simalakama.

Kumbakarna sebenarnya tidak menginginkan perang tetapi juga tidak menginginkan Negeri Alengka di serang. Dalam perang Alengka Kumbakarna berusaha tidak membunuh siapapun. Kumbakarna sangat menyayangkan banyak korban dari Alengka yang gugur. Perangnya Kumbakarna hanya berharap Prabu Rama dan pasukannya kembali ke Pancawati. Ini semua terjadi karena Rahwana tidak mau mengembalikan Dewi Sinta, walaupun Kumbakarna sudah menasehatinya.

Wibisana dalam perang disuruh menyingkir oleh Kumbakarna. Kumbakarna  langsung memasuki pertahanan Prabu Rama. Rahwana tidak ikut serta dalam perang yang mengikuti Kumbakarna hanya prajurit Alengka. Prabu Rama dibantu oleh pasukan kera yang langsung menyerbu badan Kumbakarna. Badan Kumbakarna penuh dengan kera yang mengigit dan mencakar-cakar. Tetapi, dengan kehati-hatian Kumbakarna tidak mau melukai siapapun.

Prabu Rama meminta Kumbakarna mundur, tetapi Kumbakarna tetap mendekati Prabu Rama. Sementara para Senapati Kera, Sugriwa, Anoman, Anggada dan Anila tak kuat mencegah Kumbakarna. Tubuh Kumbakarna ukurannya beberapa kali ukuran raksasa biasa. Tubuh yang besar itu terpenuhi pasukan rewanda, dalam perang ini Kumbakarna sengsara karena tidak membalas kaum kera. Akhirnya, Prabu Rama kasihan, untuk melepaskan kesengsaraan Kumbakarna Prabu Rama melepaskan panah Guwawijaya.

Panah pertama memotong bahu kiri, panah kedua memotong bahu kanan, panah ketiga dan keempat memotong kedua kaki Kumbakarna. Tubuh Kumbakarna terjatuh dan menjatuhi ribuan kera. Tubuhnya berguling-guling kesakitan dan tanpa sengaja banyak kera tewas terlindasnya. Prabu Rama merasa kasihan melihat keadaan Kumbakarna. Lalu, sang adik Wibisana meminta Prabu Rama untuk menyempurnakan kematian Kumbakarna. Dilepaskan panah kelima yang memisahkan kepala dari leher Kumbakarna.

Kumbakarna akhirnya gugur. Kumbakarna tersenyum karena gugurnya membela tanah airnya, bukan membela keangkara murkaan sang kakaknya. Kumbakarna disambut harum bunga melati turun dari langit. Tubuh Kumbakarna yang terpisah-pisah, tiba-tiba menyatu menjadi utuh. Kumbakarna bangkit kembali dan hilang dari pandangan mata. Kematian Kumbakarana dalam kepercayaan agama Hindu dikenal dengan moksha. Jiwa dan raga Kumbakarna diterima oleh dewa dan ditempatkan di Swarga Pangrantunan.

Prabu Rama dan segenap pungawa terenyuh dengan jiwa kesatriannya Kumbakarna. Terlebih-lebih sang adik Wibisana, menangisi kepergian kakaknya yang paling dicintai. Kisah Kumbakarna bisa menjadi pelajaran bagi rakyat Indonesia. Terlepas ini hanya wiracerita pewayangan, agama Kumbakarna dan kesalahan Rahwana jiwa patriotisme dan nasionalisme Kumbakarna layak dicontoh.

Sebagai rakyat kalau negaranya terganggu terusik maka wajib bela negara. Apapun alasannya, apapun keadaannya tanah air harus dijaga sekuat tenaga. Kalau ada rakyat malah memusuhi negerinya sendiri maka layak mereka diperangi. Kumbakarna mengajarkan bahwa cinta tanah air diatas segalanya. Kematian Kumbakarna adaikan ia beragama Islam maka layak dikatakan mati syahid. Kumbakarna tahu Rahwana salah, tetapi Kumbakarna menganggap Negeri Alengka harus dibela. Generasi bangsa Indonesia bisa belajar jiwa patriotisme dan nasionalisme Kumbakarna yang tak diragukan lagi.

Sholikul Hadi

View Comments

Recent Posts

Ruang Maya Sehat, Demokrasi Kuat

Menjelang Pilkada Serentak 2024, ruang digital di Indonesia menjadi semakin sibuk. Media sosial, yang telah…

20 jam ago

Mencegah Mudharat “Jualan Agama” Pada Pilkada 2024

Tahun 2024 adalah tahun politik. Pesta demokrasi melalui Pemilu telah. Kini masyarakat siap menyambut pemilihan…

20 jam ago

Prinsip Teo-Antroposentrisme Kuntowijoyo, Jembatan antara Dimensi Ilahi dan Realitas Sosial

Kelompok konservatif seperti Hizbut Tahrir Indonesia selalu menjadikan agama sebagai palang pintu terakhir segala problematika…

20 jam ago

Politik dan Kesucian: Menyimak Geliat Agama di Pilkada 2024

Dunia politik, pada dasarnya, adalah sebuah dunia dimana orang menjadi paham akan manusia dengan segala…

21 jam ago

Potensi Ancaman Pilkada 2024; Dari Kekerasan Sipil ke Kebangkitan Terorisme

Sebuah video rekaman detik-detik “carok” di Sampang, Madura beredar di media sosial. Kekerasan itu terjadi…

2 hari ago

Mencegah Agenda Mistifikasi Politik Jelang Pilkada

Dalam ranah politik jelang Pilkada 2024, kita dihadapkan pada fenomena yang mengkhawatirkan, yakni potensi meningkatnya…

2 hari ago