Kebangsaan

Benarkah Pancasila Hasil Kerja Orang-Orang Thagout?

Pembahasan tentang Pancasila dan kaitannya dengan agama sudah berserak di berbagai artikel dan buku, dari banyak pembahasan itu, tidak sedikit yang menegaskan bahwa Pancasila sudah sesuai dengan agama Islam dan sejalan dengan keyakinan mayoritas bangsa Indonesia, sehingga mereka tidak mempermasalahkannya keberadaan keduanya. Namun tidak sedikit pula yang memandang bahwa Pancasila tidak sesuai dengan agama, keduanya (agama dan pancasila) merupakan dua entitas yang sangat berbeda.

Pancasila dipandang sebagai produk sekuler, sehingga harus diganti dengan konsep agama Islam. Pandangan ini banyak ditumpahkan misalnya oleh kelompok radikal dan ekstrim yang kini banyak bergerilya di media online. Mereka menegaskan bahwa Pancasila adalah ajaran sekuler, karenanya pemerintahan yang mengamalkan pancasila juga dianggap sekuler. Bahkan, tidak sedikit pula yang menyatakan bahwa pemerintah telah kafir lantaran menjalankan hukum pancasila, bukan hukum Allah.

Dalil yang digunakan untuk menguatkan pandangan ini adalah ayat alquran yang artinya, “Barang siapa yang tidak menjalankan hukum-hukum Allah maka mereka itu adalah orang kafir”.  Di ayat lain, alquran menyebutkan “Bahwa mereka itu adalah orang-oang fasik” dan juga di ayat lain disebutkan “bahwa mereka itu adalah orang-orang zhalim”.

Dua pandangan tersebut sebenarnya sudah sejak lama muncul ke permukaan, namun beberapa dekade ini sempat menghilang dari peredaran. Hal ini lantaran hampir semua penduduk Indonesia menyadari sepenuhnya bahwa pembahasan tentang Pancasila dan Agama sudah selesai, dan tidak ada gunanya untuk mempermalasahkan hal tersebut karena toh semua orang di Indonesia bebas menjalankan syariat-syariat agama mereka masing-masing tanpa ada hambatan dari siapapun, termasuk dari penegak hukum atau pemerintah.

Para ulama pun hampir semuanya sepakat bahwa tidak ada pertentang antara Pancasila dengan agama, bahkan semua sila yang ada dalam pancasila merupakan ruh dan intisari dari Islam itu sendiri. Namun akhir-akhir ini pembahasan ini kembali menguat ke permukaan, khususnya di media online yang disebar oleh kelompok-kelompok radikal dan yang anti NKRI. Pandangan-pandangannya pun tidak jauh berbeda dengan apa yang pernah disampaikan oleh kelompok yang anti Pancasila dan menginginkan pelaksanaan syariah agama secara riil tanpa harus menginterpretasi nilai-nilai yang diajarkan oleh agama Islam itu sendiri.

Sejatinya masalah ini tidak lagi menjadi isu utama bagi mereka yang menginginkan pelaksanaan syariah Islam, dan khususnya bagi mereka yang radikal dan berpaham ekstrim. Apalagi jika agama yang diteriakkkan oleh mereka adalah agama yang berwajah keras seperti yang dipertontongkan oleh kelompok teroris di Suriah dan Irak (ISIS) di mana mereka menghadapkan agama dengan negara namun tidak memetik nilai-nilai posistif agama ke dalam kehidupan bernegara dan bermasyarakat sebagaimana yang dicontohkan oleh Rasulullah Saw.

Selama hidupnya, rasul berhasil memasukkan nilai-nilai agama kedalam kehidupan masyarakat dan dalam berintegari dengan orang sehingga bukan saja pengikutnya yang mempercayainya tetapi orang-orang yang belum beriman pun mempercayainya. Bahkan menurut riwayat, Rasulullah mempercayaikan kepada Ali Bin Tholib untuk mengurus tiitipan yang diserahkan oleh penduduk Mekkah kepada Rasulullah sebelum ia hijrah menuju Madinah. Ini menunjukkan bahwa betapa tingginya kepercayaan orang-orang Mekkah kepada Rasullullah dan dengan demikian mereka yang beriman kepadanya adalah mereka yang maju, teguh dalam pendirian, dan memiliki integritas yang sangat tinggi terhadap keyakinannya sehingga dampaknya pun sangat dahysat.

Jika ditelusuri dan dipahami dengan baik esensi-eseni Islam itu sendiri, maka tidak ada satupun sila-sila yang ada dalam pancasila yang bertentangan dengan agama. Mulai dari sila pertama yang mengajarkan keesaan tuhan hingga sila-sila lainnya yang mengajarkan nilai-nilai kemanusiaan dan keadilan yang juga merupakan intisari dan esensi pokok ajaran Islam, bahkan dengan nilai-nilai itulah Islam lahir  di muka bumi ini.

Jika ayat-ayat yang ada dalam surah al Maidah ayat 44 yang menegaskan bahwa “Barang siapa yang tidak menajalankan hukum-hukum Allah maka ia termasuk orang orang kafir”, dan di ayat lain mengatakan “ia termasuk orang fasik” dan di ayat lain mengatakan ia termasuk “orang-orang zhalim” sesungguhnya harus dipahami kepada siapa ayat itu diturunkan dan kenapa Allah menurunkan ayat itu?.

Alquran yang diturunkan oleh Allah Swt yang terdiri dari 114 surah dan 6236 ayat meliputi kisah-kisah nabi dan kaum-kaum sebelumnya, peristiwa yang terjadi, hukum-hukum atau syariat dengan berbagai dimensinya dan masalah-masalah ketuhanan dan kenabian. Alquran tidak lepas dari masalah-masalah tersebut termasuk 3 ayat yang beruntut menjelaskan tentang pelaksanaan hukum-hukum Allah yang menurut sejumlah riwayat ketiga ayat tersebut diturunkan terkait dengan pola hukum pelaku pembunuh dan yang dibunuh dan latar belakang status masing-masing yang diterapkan oleh bani Israel  atau Yahudi, di mana mereka menjalankan proses hukum bagi pelaku pembunuh dan yang dibunuh tidak proporsional atau tidak adil dan tidak berprikemanusiaan karena membedakan status sosial setiap pembunuh.

Artinya, jika yang dibunuh adalah orang biasa saja sementara pembunuhnya adalah orang terpandang maka Diyah yang yang harus dibayar hanya 50% saja, sementara jika sebaliknya yang terjadi maka harus 100%.  Nah fenomena ini masih terjadi di sejumlah kaum pada era Rasulullah Saw termasuk kebiasaan orang-orang Arab Jahiliyah dalam hal kasus bunuh-membunuh padahal jauh sebelumnya Allah telah menetapkan kepada mereka tentang hukum-hukum bagi pelaku pembunuh dan yang dibunuh.

Persoalan yang sangat mendasar, jika ayat ini ditempelkan kepada pemimpin-pemimpin negara di Indonesia yang dituduh kafir karena tidak menjalankan hukum Allah Swt, padahal mereka itu adalah orang Islam yang menjalankan kewajibannya sebagai umat Islam. Jika ayat itu digunakan menghukum sesama muslim yang tidak sepaham dan mengkategorikannya sebagai orang kafir hanya karena menjadikan Pancasila sebagai falsafah negara, maka ini adalah sebuah kesesatan dan kekeliruan yang sangat besar. Wallahu A’lam.

 

This post was last modified on 3 Oktober 2016 1:14 PM

Suaib Tahir

Suaib tahir adalah salah satu tim penulis pusat media damai (pmd). Sebelumnya adalah mahasiswa di salah satu perguruan tinggi timur tengah. Selain aktif menulis di PMD juga aktif mengajar di kampus dan organisasi

Recent Posts

Demistifikasi Agama dan Politik Inklusif untuk Kemanusiaan

Agama dan politik di Indonesia selalu menjadi isu yang sensitif sekaligus penting. Keduanya memiliki kekuatan…

18 jam ago

Merawat Hubungan Agama dan Politik yang Bersih dari Politisasi Agama

Sesungguhnya, agama tidak pernah bertentangan dengan politik. Agama dan politik itu sifatnya integratif. Agama dapat…

18 jam ago

Agama (Tidak) Bisa Dipisahkan dalam Politik?

Pada mulanya politik adalah sebuah jalan untuk mencapai tujuan yang mulia. Politik adalah seni untuk…

18 jam ago

Ruang Maya Sehat, Demokrasi Kuat

Menjelang Pilkada Serentak 2024, ruang digital di Indonesia menjadi semakin sibuk. Media sosial, yang telah…

2 hari ago

Mencegah Mudharat “Jualan Agama” Pada Pilkada 2024

Tahun 2024 adalah tahun politik. Pesta demokrasi melalui Pemilu telah. Kini masyarakat siap menyambut pemilihan…

2 hari ago

Prinsip Teo-Antroposentrisme Kuntowijoyo, Jembatan antara Dimensi Ilahi dan Realitas Sosial

Kelompok konservatif seperti Hizbut Tahrir Indonesia selalu menjadikan agama sebagai palang pintu terakhir segala problematika…

2 hari ago