“Pada hari ini Kami tutup mulut mereka; dan berkatalah kepada Kami tangan mereka dan memberi kesaksianlah kaki mereka terhadap apa yang dahulu mereka usahakan.” (QS. Yasin: 65)
Dalam Tafsir Ibnu Katsir dijelaskan bahwa ayat tersebut menceritakan keadaan orang-orang kafir dan orang-orang munafik kelak di hari kiamat ketika mereka mengingkari perbuatan jahat mereka di dunia dan mengucapkan sumpah untuk itu. Maka Allah mengunci mulut mereka dan dibiarkanlah oleh-Nya semua anggota tubuh lainnya berbicara menjadi saksi atas apa yang telah mereka perbuat.
Meski makna ayat tersebut secara umum berbicara soal keadaan orang kafir, namun sesungguhnya ayat tersebut mengandung makna bahwa setiap perbuatan manusia akan dimintai pertanggungjawaban kelak. Banyak ayat dan hadis yang menjelaskan hal tersebut. Karena itu, di dalam Islam diajarkan agar kita berhati-hati dalam melakukan perbuatan dan senantiasa berada dalam yang langkah yang positif.
Apapun yang kita lakukan di dunia, semua akan dicatat oleh Allah, sehingga jangan sampai kita terbiasa melakukan keburukan. Termasuk dalam hal kecil, seperti menggunakan media sosial. Sebagai seorang muslim yang meyakini bahwa dirinya diciptakan Allah semata untuk beribadah, maka dalam bermedsos pun seyogyanya diniatkan untuk ibadah. Dengan niat ini, kegiatan bermedsos kita tidak hanya mendatangkan sisi positif di dunia, tetapi juga mendapat reward berupa pahala.
Ibnul Mubarak pernah mengatakan, bahwa betapa banyak amalan yang kecil menjadi besar (pahalanya) karena sebab niat. Dan betapa banyak amalan yang besar menjadi kecil (pahalanya) karena sebab niat. Ini bisa menjadi motivasi bagi kiat agar dalam bermedsos kita niatkan yang positif, yakni untuk beribadah. Kita berharap dengan niat tersebut pahala yang mengalir semakin besar.
Niat Selaras dengan Perbuatan
Meski demikian, niat tentu harus seiring dengan perbuatan. Kita niat bermedsos untuk ibadah, berarti medsos betul-betul kita daya gunakan untuk hal-hal yang bersifat kebaikan. Jangan sampai kita malah asyik dengan hujatan dan fitnah, sembari menebar kabar hoax. Fitnah sampai kapan pun tidak akan mendatangkan kebaikan. Begitu pula informasi hoax, akan semakin memperkeruh suasana.
Dalam rentetan sejarah Islam sudah membuktikan, bahwa fitnah dan informasi hoax pada akhirnya akan merusak tatanan masyarakat, bahkan tananan bangsa. Dalam sejarah pergantian kekuasaan dari Khulafaur Rosyidun ke Dinasti Umayyah misalnya, betapa disana penuh dengan fitnah, caci maki, dan informasi hoax. Tidak tanggung-tanggung, bahan yang dijadikan infomasi hoax adalah tafsir Al-Qur’an dan hadis Nabi saw.
Prof. Nadirsyah Hosen (2017) mengutip beragam kitab tarikh (sejarah) yang otoritatif, menjelaskan bahwa pada era Bani Umayyah cacian terhadap Sahabat Ali terdengar di mimbar-mimbar jum’at. Cacian itu baru dihentikan setelah kepemimpinan Umar bin Abdul ‘Azis. Bahkan, politisasi atas ayat Al-Qur’an dan hadis palsu atau hoax banyak bermunculan demi menyokong kekuasaan Bani Umayyah.
Begitu juga setelah Bani Umayyah jatuh dan digantikan Bani Abbasiyah, maka nama-nama seperti Mu’awiyah, Yazid dan Marwan yang menjadi cikal bakal berdirinya dinasti Umayyah dilaknat dan dicaci-maki oleh para Khalifah Abbasiyah. Para khalifah juga memelintir tafsir QS al-Isra ayat 60 yang menyebut pohon yang terkutuk, pohon tersebut dimaknai sebagai Bani Umayyah. Kemudian mengutip riwayat palsu yang mereka klaim dari Nabi ketika melihat Abu Sufyan naik keledai bersama Mu’awiyah dan Yazid, lantas Nabi berkata: “Allah melaknat pemimpin, yang menaiki dan yang mengendarai kuda”.
Demikianlah, sejarah telah membuktikan bahwa fitnah dan kabar hoax justru menjadi ajang untuk memecah belah bangsa. Isu-isu tersebut dimainkan untuk kepentingan sesaat dan demi meraih kekuasaan semata. Hal ini tentu tidak kita inginkan terjadi di Indonesia. Bangsa yang majemuk ini tentu harus selalu dijaga. Sebagaimana sering diutarakan oleh Habib Luthfi bin Yahya dalam berbagai kesempatan, bahwa bangsa Indonesia akan besar jika persatuan bisa dirawat.
Karenanya, jangan sampai persatuan ini rusak karena ulah kita yang sering menebar fitnah dan informasi hoax di medsos. Mari kita jadikan medsos sebagai ajang untuk menambah pundi-pundi ibadah agar tabungan pahala kita juga kian bertambah.
Agama dan politik di Indonesia selalu menjadi isu yang sensitif sekaligus penting. Keduanya memiliki kekuatan…
Sesungguhnya, agama tidak pernah bertentangan dengan politik. Agama dan politik itu sifatnya integratif. Agama dapat…
Pada mulanya politik adalah sebuah jalan untuk mencapai tujuan yang mulia. Politik adalah seni untuk…
Menjelang Pilkada Serentak 2024, ruang digital di Indonesia menjadi semakin sibuk. Media sosial, yang telah…
Tahun 2024 adalah tahun politik. Pesta demokrasi melalui Pemilu telah. Kini masyarakat siap menyambut pemilihan…
Kelompok konservatif seperti Hizbut Tahrir Indonesia selalu menjadikan agama sebagai palang pintu terakhir segala problematika…