Narasi

Cegah Radikalisme dengan Membaca

Membaca adalah kegiatan membuka pikiran dan pengetahuan. Orang yang membaca cenderung memiliki banyak sudut pandang dalam menghadapi fenomena tertentu dalam kehidupan sehari-hari. Membca adalah berpikir. Aku berpikir maka aku ada, kata seorang ilmuwan.

Kegiatan membaca di masyarakat Indonesia hari ini sangat tidak diminati. Termasuk oleh para generasi muda. Salah satunya disebabkan oleh tidak dibudayakannya membaca melalui perpustakaan dan taman baca. Bahkan kegiatan membaca dianggap sebagai aktivitas yang tiada artinya.

Banyak penelitian yang mengatakan bahwa sikap orang yang membaca dengan yang tidak membaca sangat berbeda. Orang yang tidak membaca cenderung blak-blakan dan apa adanya. Sementara orang yang membaca lebih berpikir panjang dalam menyikapi sesuatu. Sehingga apa yang dilontarkan sesuai dengan fakta dan kebenaran yang terselubung di dalamnya.

Contoh dasarnya, para mahasiswa yang sudah didorong untuk selalu membaca di perguruan tinggi memiliki cara pikir yang kritis terhadap radikalisme yang berkembang di negeri ini. Mereka tidak setuju dengan radikalisme yang bertentangan dengan pancasila dan UUD 45. Karena mereka paham betul apa yang disebut pancasila dan Indonesia yang beragam melalui buku-buku yang dibacanya. Sehingga cara berpikir pun berbeda dengan orang lulusan SMA yang tidak membaca.

Maka dari itu, membaca semestinya dibudayakan di Indonesia ini. Hal tersebut bisa dilakukan melalui penyediaan perpustakaan di desa-desa kecil, pemerataan pendidikan, dan sebagainya. Karena secara optimis, kunci utama untuk mencegah radikalisme adalah pendidikan yang menyeluruh dari dasar hingga perguruan tinggi. Sehingga generasi kita menjadi generasi yang berkemajuan.

Indonesia, bagaimanapun juga, dituntut untuk menghadapi paham paham modern yang berkembang pesat dan cepat. Hal tersebut berawal dari kekecewaan kelompok tertentu, sementara kelompok tersebut tidak memiliki budaya baca yang baik. Sehingga yang lahir darinya hanyalah pemberontakan dan kekerasan dengan asas kebencian.

Semoga kita termasuk orang-orang yang membaca!

This post was last modified on 7 Mei 2018 1:03 PM

Ali Munir S

mahasiswa Jurusan Manajemen Pendidikan Islam UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Aktif di komunitas penulis Gajahwong Yogyakarta dan LPM Paradigma UIN Sunan Kalijaga.

Recent Posts

Algoritma Terorisme: Jejak Radikalisasi di Media Baru-Jurnal Jalan Damai Vol. 1. No. 8 Oktober 2025

Salam Damai, Puji syukur kita panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas terbitnya Jurnal Jalan…

16 jam ago

Rekam Jejak Santri dalam Mozaik NKRI

Santri merupakan salah satu pilar penting dalam sejarah panjang Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Sedari…

17 jam ago

Tren Positif Kinerja Pemberantasan Terorisme dalam Satu Tahun Pemerintahan

Dalam satu tahun pertama pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka (20…

17 jam ago

Jihad Santri dalam Menyebarkan Islam Rahmatan Lil ‘Alamin di Panggung Global

Dalam sejarah panjang perjalanan bangsa Indonesia, santri memiliki peran yang tak terpisahkan dari perjuangan kemerdekaan.…

17 jam ago

Adab dan Fitrah Santri Menghadapi Era Digital

Pada tanggal 22 Oktober setiap tahunnya, Indonesia merayakan Hari Santri Nasional sebagai bentuk penghargaan terhadap…

2 hari ago

AI yang Mengubah Segalanya dan Bagaimana Santri Menyikapinya?

Dalam arus deras perkembangan teknologi, kecerdasan buatan (Artificial Intelligence/AI) telah menjadi bagian yang tak terpisahkan…

2 hari ago