Secara jujur harus dikatakan, akhir-akhir ini kelompok yang secara kasat mata memiliki ideologi yang ingin menggulingkan dasar negara dan kesatuan dan persatuan kurang tegas diperhatikan. Negara masih saja terlihat lemah dengan memberikan ruang bagi kelompok yang jelas ingin mengusung falsafah dan sistem negara di luar republik dan Pancasila. Bahkan dalam beberapa kesempatan, kelompok-kelompok ini mendapatkan ruang istimewa. Kelompok ini telah menghirup udara Pancasila dan menikmati kebebasan NKRI, tetapi lamban laun ingin memugarnya.
Sangat ironis, mereka bebas berkoar-koar untuk mendirikan negara agama. Beberapa kelompok ini mulai mengharamkan hal yang berbau cinta tanah air. Kelompok ini adalah pendatang baru dengan keilmuan keislaman yang tentu saja baru didapatkan dari ustadznya. Mereka menjadi lupa bahwa negeri yang sudah merdeka ini diperjuangkan oleh ulama dan pemikir besar keislaman yang tidak memikirkan egoisme sekterian.
Dulu yang berusaha memecah perasaan kebangsaan kita adalah kolonialisme fisik. Sekarang kolonialisme pemikiran menjadi tantangan serius yang terus menerus menggerus persatuan bangsa ini. Tantangan ini memang sangat laten tetapi secara sistimatis baik samar dan terang-terangan mulai menginfiltrasi kehidupan berbangsa dari berbagai sektor baik lingkungan kecil, pendidikan, pengajian dan di dunia maya yang tanpa batas.
Propaganda Indonesia kafir, Pancasila thogut dan tuduhan keji lainnya kerap meluncur dari lisan mereka yang katanya sangat beragama. Kelompok ini mulai rajin menebar fitnah kepada siapapun yang tidak seide dengan mereka. Mengkafirkan adalah gaya baru kelompok ini yang secara tidak sadar melampuai kekuasaan Tuhan dalam menghukumi kesalehan seseorang hamba. Mereka juga lupa dengan kandungan ud’u ilaa sabilii robbika bil hikmah (QS: 16, 125). Hikmah, kebijaksanaan, keramahaman, kesopanan telah hilang dari cara dakwah mereka karena kepentingan hawa nafsu politik kekuasaan lebih besar dari pada nilai-nilai subtansial agama yang mereka emban.
Salah satu isu yang gencar mereka todongkan ke khalayak dalam rangka mencerai-beraikan kesatuan negara ini adalah dengan mengatakan nasionalisme, menghormati kebangsaan adalah syirik. Apakah mencintai negara ini sebagai perbuatan syirik? Sebenarnya perdebatan ini merupakan persoalan klasik dan sudah tuntas diperdebatkan oleh para ulama besar bangsa ini, bahkan para ulama di berbagai negara mayoritas muslim lainnya. Tetapi tidak ada salahnya kita dengungkan ulang untuk memberikan sedikit pencerahan terhadap mereka yang merasa selalu benar.
Nasionalisme: Teladan Para Nabi
Umumnya mereka yang menentang kecintaan terhadap tanah air selalu melabeli sikap nasionalisme dengan istilah ashabiyah. Ashabiyah berasal dari kata “isba”. Ashabiyah yang dilarang oleh Nabi adalah ta’ashub yaitu perasaan membela kelompoknya sendiri yang melakukan penindasan. Penyakit ashabiyah yang dilarang oleh nabi adalah fanatisme kelompok berdasarkan suku dan ras yang menganggap kelompok sendiri lebih unggul dari kelompok yang lain. Padanan dari istilah ini adalah primordialisme dan fanatisme kesukuan, bukan nasionalisme.
Sementara nasionalisme dengan pengertian mencintai negara dan bangsa yang ditinggali merupakan suatu paham kebangsaan yang tumbuh karena adanya persamaan etnis, ruang geografis, atau pengalaman sejarah, serta kepentingan untuk hidup bersama dalam satu kesatuan sebagai bangsa yang merdeka. Nasionalisme merupakan upaya penemuan identitas nasional bersama dalam kesetaraan yang tidak ada lagi fanatisme etnik, superioritas suku, absolutisme keyakinan, dan ego ta’ashub (sekterian) lainnya.
Salah satu contoh penemuan identitas bersama dan menghapus ta’ashub dalam kesatuan nation-state telah dipraktekkan oleh teladan agung Nabi Muhammad SAW. Komunitas Madinah, sebagaimana disebut oleh Thomas Arnold adalah negara bangsa (nation-state) pertama dalam sejarah dunia. Negara Madinah mampu meredam ego kesukuan, perbedaan agama dan sekterian yang memang sangat akut pada zaman itu. Komunitas Madinah yang dibangun Nabi dengan dasar Piagam Madinah merupakan cikal bakal konsepsi negara kebangsaan yang dibangun bukan atas dasar satu kelompok kesukuan dan etnik, tetapi rasa kebersamaan dalam perdamaian.
Pertanyaan berikutnya, apakah Nabi melarang mencinta negara, tanah air dan kawasan yang mereka tinggali? Pengungkapan kesetiaan dan kecintaan terhadap tanah air dan negara bukan sesuatu yang dilarang. Dalam sebuah Hadist nabi bersabda : “Ya Allah, jadikan kami mencintai Madinah seperti cinta kami kepada Makkah, atau melebihi cinta kami pada Makkah” (HR al-Bukhari 7/161). Nabi Ibrahim juga memberikan teladan bagaimana mengungkapkan doa dan kecintaan terhadap sebuah negara yang sejahtera dan makmur : “Dan (ingatlah), ketika Ibrahim berdoa: “Ya Tuhanku, jadikanlah negeri ini, negeri yang aman sentosa..” [QS: 2, 126].
Mencintai negara dan tanah air merupakan konsep bagaimana seorang hamba membela kemerdekaan, menjaga kesatuan dan merawat perdamaian serta bekerjasama dalam keberagaman suku, etnik, bahasa dan agama dalam satu teritori. Syeikh Rasyid Ridha dalam sebuah tanya jawab menyerukan bahwa kaum muda muslim untuk menjadi teladan bagi warga lain, apapun agamanya. Menjadi teladan dalam hal kerjasama dengan seluruh warga untuk memajukan bangsa. Membela nasionalisme bisa seiring dengan ukhuwah Islamiyah karena kemajuan bangsa sarana bagi kemajuan umat.
Nasionalisme dengan demikian ekspresi keteladan relijius sebagaimana para Nabi telah memberikan teladan untuk selalu mencintai dan membela negeri dari ancaman kerusakan. Para kelompok yang mengharamkan kecintaan terhadap negara atau mengatakan nasionalisme tidak ada dalil mungkin ia kurang bisa meneladani Rasul atau memang sengaja ingin merusak persatuan bangsa yang telah gigih diperjuangkan dengan jihad melawan penjajah.
Karena itulah, kalangan generasi muda, khususnya, akan terus dicecoki dengan pandangan sempit dan fanatisme kelompok oleh mereka yang tidak menyenangi republik yang telah diperjuangkan gigih seluruh umat beragama di nusantara ini. Mereka, kelompok penebar fitnah ini, ingin merebutnya secara gratis dengan cara memisahkan generasi muda dari kecintaan terhadap negara. Tujuannya hanya satu: merusak negara ini adalah dengan cara membunuh karakter bangsa.
Waspadalah terhadap para penebar fitnah ini. Tegaskan dalam keyakinan kita bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang merdeka yang diraih karena pengorbanan para syuhada; bangsa yang terhormat karena mampu mengayomi ribuan keragaman suku, etnik dan agama; dan bangsa yang agamis karena menempatkan keimaman terhadap Tuhan di atas segalanya. Cinta terhadap bangsa adalah bagian ekspresi keimanan kita.
This post was last modified on 15 Maret 2016 9:24 AM
Agama dan politik di Indonesia selalu menjadi isu yang sensitif sekaligus penting. Keduanya memiliki kekuatan…
Sesungguhnya, agama tidak pernah bertentangan dengan politik. Agama dan politik itu sifatnya integratif. Agama dapat…
Pada mulanya politik adalah sebuah jalan untuk mencapai tujuan yang mulia. Politik adalah seni untuk…
Menjelang Pilkada Serentak 2024, ruang digital di Indonesia menjadi semakin sibuk. Media sosial, yang telah…
Tahun 2024 adalah tahun politik. Pesta demokrasi melalui Pemilu telah. Kini masyarakat siap menyambut pemilihan…
Kelompok konservatif seperti Hizbut Tahrir Indonesia selalu menjadikan agama sebagai palang pintu terakhir segala problematika…