Narasi

Dakwah Washatiyah; Melahirkan Dai Penjaga NKRI

Indonesia merupakan negara yang memiliki latar belakang keragaman, budaya, serta agama. Masing-masing bersatu padu disertai rasa saling menghargai dan menghormati yang terangkum dalam sebuah ideologi bernama Pancasila. Dalam catatan sejarah, perjuangan bangsa Indonesia dalam mendirikan negara ini bukanlah suatu hal yang mudah, bisa ditilik dari dinamika perdebatan dalam perumusan landasan ideologi yang harus menyesuaikan kondisi masyarakat yang beragam. Sebuah keseriusan yang kemudian melahirkan ideologi negara yang mampu mempersatukan berbagai elemen kebudayaan dan juga keagamaan yang ada di dalamnya.

Seiring berkembangnya zaman, tidak bisa dipungkiri perlahan keragaman tersebut ternyata menimbulkan banyak konflik. Karena masyarakatnya mudah di sulut oleh isu SARA. Alhasil bagi mereka yang tidak benar-benar membaca sejarah Indonesia dengan utuh, atau kurangnya pemahaman tentang perjalanan peradaban bangsa Indonesia, mereka akan gampang tersulut emosi dan menimbulkan unsur kebencian dalam kelompoknya kepada golongan lain. Terlebih ada pihak ketiga yang berusaha mencampuri unsur keberagamaan yang ada di bangsa Indonesia. Bisa dikatakan hal ini dimanfaatkan kaum fundamentalis dalam misi menghancurkan bangsa Indonesia dan menggantikannya sebagai negara khilafah.

Menyikapi hal tersebut, dakwah washatiyah menjadi solusi dalam menjaga keseimbangan dalam berbangsa dan bernegara. Menjadi sebuah jembatan dalam menyebarkan pentingnya beragama yang berlandaskan persatuan dan kesatuan. Sesuai dengan konsep yang diusung bangsa Indonesia, bahwa yang paling utama menjadi Indonesia bukan dari mana asalmu, melainkan bagaimana komitmenmu dalam menjaga Indonesia. sebagaimana yang tertuang dalam Bhinekka Tunggal Ika.

Islam moderat yang didengungkan oleh banyak kalangan dan pemerintah tentunya bukan hanya sebatas konsep dan wacana belaka, akan tetapi wajib diimplementasikan di tataran kehidupan. Ia harus menjadi gerakan dengan teladan nyata dari para pemimpin, ulama, dan para cendekia, bahwa Islam benar-benar mengedepankan tasamuh, toleransi, sampai dengan menjadi manusia yang ummatan washato (menjadi umat yang bisa memberikan contoh kebaikan). Dengan tujuan membawa Islam ke jalur pemahaman yang menyenangkan, sesuai dengan misi awalnya rahmat bagi setiap manusia. Sebab, ketika membaca perjalanan dalam penyebaran yang diajarkan oleh Nabi Muhammad Saw, Islam senantiasa menjadi agama yang sejuk dan membawa rahmat bagi seluruh manusia, tanpa harus memandang perbedaan.

Sebagaimana sebuah kisah yang tidak familiar lagi, bahwa pada masa hidupnya Rasulullah pernah menyuapi seorang pengemis buta dengan kepercayaan Yahudi yang selalu mengolok-olok dirinya. Bahkan sikap menyuapinya ini menjadi rutinan Rasulullah setiap pagi, meskipun setiap menyuapi orang buta tersebut selalu mengatakan “Jangan pernah engkau dekati Muhammad. Dia itu orang gila, pembohong dan tukang sihir”. Tindakan yang dilakukan oleh orang buta tersebut tidak pernah membuat Rasulullah untuk membencinya, dengan kesantunan akhlaknya Rasulullah selalu menyempatkan untuk menyuapinya sampai akhir hayat beliau.

Sepenggal kisah ini memberikan sebuah jawaban, yang paling utama dalam hidup bukan bagaimana kita beragama, melainkan bagaimana mempraktikkan ajaran agama tersebut dalam hidup bersosial. Sebagaimana yang terkandung dalam al-Quran surah al-Hujuraat bahwa sesungguhnya manusia diciptakan dari laki-laki dan perempuan agar menjadi manusia yang berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya saling kenal-mengenal. Karena sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Tuhan ialah orang paling takwa di antara kamu.

Dakwah santun seperti inilah yang seharusnya disebarluaskan dalam hidup sekarang, tidak hanya sebatas teori atau wacana semata, melainkan sebuah tindakan yang bisa mengantarkan seseorang mengedepankan pentingnya sebuah kemanusiaan. Kemudian dari sinilah kita bisa mengerti bagaimana Indonesia berdiri dengan kokoh dan tegaknya. Karena para pendahulu kita bisa saling merangkul untuk sebuah kemajuan bangsa Indonesia. Untuk itu, jadilah dai yang siap menjaga keutuhan NKRI, sebarkan pesan-pesan kebaikan yang diajarkan oleh agama dan jangan pernah membatasi atau menyalahkan apa yang dianut oleh agama lain. Sebab, setiap tindak dan tanduk yang kita lakukan tidak selalu benar. Baik menurut kita belum tentu benar untuk orang lain.

This post was last modified on 15 September 2020 3:38 PM

Suroso

Recent Posts

Masjid Rasa Kelenteng; Akulturasi Arsitektural Islam dan Tionghoa

Menarik untuk mengamati fenomena keberadaan masjid yang desain arsitekturnya mirip atau malah sama dengan kelenteng.…

2 bulan ago

Jatuh Bangun Konghucu Meraih Pengakuan

Hari Raya Imlek menjadi momentum untuk mendefinisikan kembali relasi harmonis antara umat Muslim dengan masyarakat…

2 bulan ago

Peran yang Tersisihkan : Kontribusi dan Peminggiran Etnis Tionghoa dalam Sejarah

Siapapun sepakat bahwa kemerdekaan yang diraih oleh bangsa Indonesia tidak didominasi oleh satu kelompok berdasarkan…

2 bulan ago

Yang Diskriminatif adalah yang Jahiliyah

Islam melarang sikap diskriminasi, hal ini tercermin dalam firman Allah pada ayat ke-13 surat al-Hujurat:…

2 bulan ago

Memahami Makna QS. Al-Hujurat [49] 13, Menghilangkan Pola Pikir Sektarian dalam Kehidupan Berbangsa

Keberagaman merupakan salah satu realitas paling mendasar dalam kehidupan manusia. Allah SWT dengan tegas menyatakan…

2 bulan ago

Ketahanan Pangan dan Ketahanan Ideologi : Pilar Mereduksi Ekstremisme Kekerasan

Dalam visi Presiden Prabowo, ketahanan pangan menjadi salah satu prioritas utama untuk mewujudkan kemandirian bangsa.…

2 bulan ago