Bulan suci Ramadan akan berlalu dan umat Islam akan merayakan Hari Raya Idul Fitri atau Hari Kemenangan. Hari Kemenangan biasa disambut dengan suka cita. Akan tetapi, adaya pandemi Covid-19 yang masih belum berakhir hingga saat ini membuat momentum lebaran tahun ini menghadirkan suasana tersendiri yang berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya.
Wabah yang masih menyebar membuat berbagai ritual keagamaan sepanjang Ramadan hingga Hari Raya Idul Fitri nanti harus dilakukan secara berbeda. Pembatasan fisik demi mencegah penularan virus membuat berbagai ibadah yang biasanya dilakukan bersama-sama kini dihimbau dilakukan sendiri bersama keluarga di rumah. Mulai dari salat tarawih sepanjang Ramadan ini, hingga shalat Ied di Hari Raya nanti.
Begitu juga berbagai tradisi khas masyarakat Indonesia terkait lebaran, mulai mudik ke kampung halaman hingga silaturrahmi, halal bi halal, kini juga dihimbau tak dilakukan. Masyarakat diarahkan untuk menyambung silaturrahmi dan saling memaafkan secara daring atau online.
Meski beribadah dan bersilaturrahmi dengan suasana berbeda, kita tetap bisa berefleksi, evaluasi diri, dan memaknai keadaan secara tepat dan bijak untuk “meraih” makna kemenangan di Hari Raya Idul Fitri ini. Adanya pembatasan keramaian demi mencegah penularan Covid-19 ini, justru membawa kita pada keadaan yang memaksa kita untuk lebih banyak melakukan permenungan dalam keheningan, sehingga ada kesempatan lebih banyak untuk menyelami makna dan subtansi dari ibadah yang kita lakukan: salat, puasa, dzikir, zakat, dan sebagainya.
Pandemi telah meniadakan sementara hal-hal yang bersifat ritual-seremonial-formal atau kegiatan yang melibatkan banyak orang. Pandemi membawa kita pada kesendirian dan keheningan yang bisa mendekatkan kita pada substansi dan inti dari setiap ibadah. Jika seseorang sudah bisa memaknai, menghayati, dan menyelami ibadahnya secara ikhlas dan didasari ketakwaan kepada Allah Swt, maka saat itulah ia telah menjadi orang yang pantas meraih kemenangan di hari Lebaran nanti.
Kemenangan milik mereka yang sabar
Di tengah ujian wabah Covid-19 ini, kita juga belajar untuk sabar. Di tengah segala keterbatasan interakasi dan kesulitan akibat pandemi, kita belajar tetap bersabar sehingga tidak terjerumus dalam emosi, amarah, perdebatan, atau bahkan keputusasaan yang membuat situasi ini semakin sulit. Kita bersabar dan menjaga harapan dengan terus berupaya menjaga jarak fisik, menjaga kebersihan, hingga gotong royong membangun kepedulian dengan membantu sesama yang membutuhkan.
Baca Juga : Hakikat Kemenangan Idul Fitri Di Musim Pandemi
Kesabaran menghadapi ujian pandemi ini juga bisa menjadi salah satu jalan meraih makna kemenangan di Hari Raya Idul Fitri. Kita tahu, dalam Islam, kita diajarkan untuk bersabar dalam menghadapi ujian, cobaan, tekanan, dan kondisi sesulit apa pun. Kepada orang-orang yang memiliki sifat sabar, Allah Swt menjanjikan keberuntungan dengan surga dan keselamatan dari api neraka. Bahkan, kesabaran begitu lekat dengan kemenangan. Allah berfirman, “Sesungguhnya Aku memberi balasan kepada mereka pada hari ini, karena kesabaran mereka. Sesungguhnya mereka itulah orang-orang yang menang” (QS Al-Mu’minun [23]: 111)
Sabar dan bangkit
Sabar bukan berarti pasrah. Di dalam kesabaran, ada semangat mengubah keadaan. Menurut KH M Kamaluddin Al-Maulidy Abdullah (Republika.co.id, 25/3/2019), ada dua kekuatan yang bersemayam di dalam psikis manusia, khususnya yang beriman. Pertama, semangat untuk maju (progresif). Kedua, kekuatan untuk bertahan (defensif). Dan rasa sabar terletak di antara keduanya. Di satu sisi, kesabaran bermanfaat bagi diri dan lingkungan, sehingga orang tak gegabah dalam melampiaskan tekanan. Di sisi lain, kesabaran pun dapat menjadi strategi defensif, yakni menahan diri dari hal-hal yang membahayakan.
Di dalam konteks menghadapi ujian pandemi Covid-19 ini, mentalitas sabar penting dimiliki setiap orang. Pandemi harus disikapi dengan hati-hati. Wabah tak bisa disikapi dengan gegabah. Wabah mesti dihadapi dengan kewaspadaan, kecermatan, kehati-hatian, dan kesabaran. Dengan kesabaran, kita tak gegabah bersikap atau melakukan tindakan-tindakan negatif yang justru memperburuk keadaaan. Seperti menyebarkan amarah, provokasi, hoaks, kecemasan, dan kebencian yang justru kontraproduktif di tengah wabah ini.
Kesabaran adalah jalan kemenangan. Dengan dilandasi kesabaran, secara istiqamah kita terus berikhtiar mencegah penularan Covid-19 dan memaksimalkan upaya-upaya penanganan, termasuk menguatkan semangat saling berbagi, tolong-menolong, dan solidaritas pada sesama.
Tanpa adanya kesabaran, semua upaya penanganan dan pencegahan tersebut bisa berhenti di tengah jalan. Tanpa kesabaran, masyarakat hilang kepedulian. Seperti disuarakan para tenaga medis beberapa waktu lalu lewat tegar #IndonesiaTerserah, karena banyak masyarakat masih abai terhadap bahaya penularan Covid-19 dengan masih berkerumun dan bergerombol di berbagai tempat.
Ekspresi kekecewaan tenaga medis tersebut mesti menjadi bahan evaluasi dan lecutan bagi kita semua, baik pemerintah maupun masyarakat agar bisa kembali membulatkan tekad untuk semaksimal mungkin mencegah penularan Covid-19, dengan terus bersabar dan istiqamah dalam menjalankan Physical Distancing dan berbagai protokol kesehatan yang ditetapkan demi mengatasi pandemi ini. Dengan semangat meraih kemenangan di hari Lebaran, serta spirit kebangkitan nasional, kita galang bersama-sama gerakan #IndonesiaBangkit dari Covid-19. Kita berdoa, semoga kesabaran dan ikhtiar tersebut bisa mengantarkan kita meraih kemenangan dari pandemi ini.
This post was last modified on 26 Mei 2020 7:05 PM
Agama dan politik di Indonesia selalu menjadi isu yang sensitif sekaligus penting. Keduanya memiliki kekuatan…
Sesungguhnya, agama tidak pernah bertentangan dengan politik. Agama dan politik itu sifatnya integratif. Agama dapat…
Pada mulanya politik adalah sebuah jalan untuk mencapai tujuan yang mulia. Politik adalah seni untuk…
Menjelang Pilkada Serentak 2024, ruang digital di Indonesia menjadi semakin sibuk. Media sosial, yang telah…
Tahun 2024 adalah tahun politik. Pesta demokrasi melalui Pemilu telah. Kini masyarakat siap menyambut pemilihan…
Kelompok konservatif seperti Hizbut Tahrir Indonesia selalu menjadikan agama sebagai palang pintu terakhir segala problematika…