Keagamaan

Demokrasi Bertentangan dengan Islam; Ini Bukti Demokrasi Diilhami Kitab Suci

Demokrasi memang bukan sebuah sistem pemerintahan yang paling ideal, tetapi demokrasi dianggap pilihan terbaik dalam konteks negara bangsa (nations state) seperti di Indonesia sebagai negara dengan tingkat keragaman penduduk yang sangat tinggi.

Demikian pula sistem pemerintahan yang lain tidak menjamin lebih ideal dari sistem demokrasi. Baik monarki, teokrasi, autokrasi, khilafah dan demokrasi tidak ada yang bisa menggaransi sebagai sebuah sistem paling ideal.

Islam tidak pernah mengatakan dan menunjuk sebuah sistem pemerintahan sebagai sistem yang disuarakan dari langit dengan dalil yang sharih (jelas). Sebagaimana dimaklum, kehadiran negara dalam pandangan Islam bukanlah tujuan (ghayah), melainkan sebagai sarana untuk mencapai tujuan (wasilah).

Karenanya, tidak mengherankan kalau dalam teks agama Islam tidak menyebutkan secara tersurat dan terperinci tentang bentuk negara atau sistem pemerintahan. Al Qur’an maupun hadits tidak mengatakan secara jelas tentang suatu sistem pemerintahan yang harus dipedomani oleh umat Islam.

Tujuan kehadiran negara adalah untuk mewujudkan kemaslahatan manusia lahir dan batin; di dunia dan akhirat. Maka apapun nama dan bentuk sistem pemerintahan yang dipakai, selama mewujudkan tujuan tersebut, layak disebut sebagai sistem pemerintahan yang Islami karena nilai-nilai ajaran Islam telah terinternalisasi di dalam sistem tersebut.

Demokrasi dalam al Qur’an

Kalau mencari kata demokrasi dalam al Qur’an maupun hadits tidak akan ditemukan. Yang ada hanya padanan katanya saja, yakni syura. Syura (prinsip musyawarah) banyak sekali dibicarakan dalam al Qur’an. Konsep syura ini yang mengandung prinsip-prinsip al hurriyyah (kebebasan), al musawa (kesamaan), al tasamuh (toleransi) dan al ‘adalah (keadilan).

Syura dalam al Qur’an disebutkan dalam beberapa ayat; diantaranya (QS. 6: 94) yang berbicara tentang kebebasan dan tanggung jawab individual, (QS. 18: 29) tentang kebebasan eksprimen, (QS. 16: 125) tentang sikap kebijaksanaan, (QS. 5: 58, 4: 135) tentang keadilan, dan (QS. 3: 159, 42: 38) yang berbicara tentang musyawarah. Nilai-nilai universal ini yang menguatkan bahwa Syura atau demokrasi sejatinya adalah konsep dari al Qur’an.

Syura adalah ajaran al Qur’an. Dengan demikian, ia menjadi kekhasan umat Islam. Bermusyawarah adalah sifat orang mukmin (QS. al Syura: 38). Pada ayat ini Syura diapit oleh dua kewajiban umat Islam; shalat dan zakat yang merupakan rukun Islam. Dalam kajian ilmu balaghah, kalimat Syura yang berada di tengah antara shalat dan zakat bermakna bahwa Syura merupakan kewajiban umat Islam meskipun kadarnya tidak menyamai wajibnya zakat dan shalat.

Makna lain, hal ini membuktikan bahwa Islam bukan hanya shlat dan zakat, sekalipun keduanya adalah rukun Islam. Karena itu, mukmin yang taat selayaknya menjadikan Syura sebagai sebuah sistem. Baik di lingkungan keluarga, kelompok masyarakat tertentu dan bahkan dalam bernegara. Sebagaimana tidak boleh meninggalkan shalat dan zakat, seperti itu juga tidak boleh mengalfakan Syura.

Oleh karena itu, Allah memuji orang-orang mukmin yang menjadikan Syura, atau sistem musyarawah, atau sistem demokrasi sebagai Undang-undang dan prilaku hidupnya. Ini merupakan pengertian (QS. al Syura: 38). Hal ini kemudian lebih dipertegas oleh Nabi. Ibnu Abi Syaibah dalam Mushannafnya menulis sebuah hadis yang mendorong manusia untuk selalu bermusyawarah dalam upaya mencari solusi suatu problem.

Syura (musyawarah) sangat penting dalam relasi antar manusia. Dalam segala hal, musyawarah sangat dibutuhkan untuk menemukan dan menentukan keputusan terbaik. Ia memiliki peran penting dalam kehidupan manusia. Termasuk dalam sistem tata kemasyarakatan atau politik. Sebab, semua sistem atau pengorganisasian semuanya bertujuan untuk mencapai kebaikan dan kejayaan.

Sebuah sistem atau organisasi dari yang terkecil sampai yang terbesar, seperti pemerintahan, selalu mengidealkan untuk mencapai  keadilan melalui kerjasama sosial, prinsip saling membantu dan persamaan. Berkeinginan untuk mencapai satu tujuan, yakni kemuliaan, kehormatan, keamanan, kesejahteraan dan kemakmuran. Tidak ada kedzaliman, tidak ada dominasi kelompok tertentu, dan tidak ada kesewenang-wenangan.

Konsep Syura atau musyawarah, yang dalam istilah pemerintahan dikenal dengan sistem demokrasi menjadi alternatif paling mungkin untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut. Hanya dengan sistem demokrasi fakta-fakta bisa diungkap sebab semua orang bebas mengungkapkan pendapat. Setiap individu memiliki hak setara dan diterima masukannya.

Demokrasi mengidealkan keterbukaan,  menerima kebenaran, pikiran yang sehat, gotong royong, persamaan dan persatuan rakyat. Konsep Syura dalam Islam akan mencipta relasi kehidupan yang melembagakan kasih sayang dalm interaksi sosial, saling mencintai, tolong menolong dan saling menasehati serta bergandengan tangan dalam menyelesaikan suatu persoalan.

Konsep Syura menghantarkan manusia pada capaian kebahagiaan, kemuliaan, dan kesuksesan di dunia dan akhirat. Syura akan menciptakan persatuan rakyat yang erat dan negara yang kuat. Syura memercikkan sikap tenggang rasa dan saling tolong menolong. Bersama-sama memakmurkan tanah air dan tentunya mengharapkan ridho Tuhan.

Berdasarkan hal ini, jelas bahwa Islam adalah agama yang mengajarkan untuk bermusyawarah dalam mengambil suatu keputusan (Dein al Ijtima’i) dan mengajarkan toleransi. Islam tidak mengajarkan kediktatoran. Ia agama yang menginginkan terbangunnya sistem pemerintahan yang konsultatif dan tidak otokratif. Memberikan kebebasan untuk menyampaikan pendapat atau aspirasi. Maka, Syura merupakan bagian dari kaidah syariat Islam dan akhlak yang harus dimiliki orang beriman.

Dalam konteks bernegara, sistem pemerintahan yang mengedepankan musyawarah, saat ini disebut demokrasi, merupakan sistem ideal karena menolak kediktatoran dan kesewenang-wenangan. Sistem demokrasi menjadi persemaian tumbuhnya rasa kasih sayang, saling mencintai dan menghormati.

Karenanya, menilai sistem demokrasi bukan ajaran Islam merupakan sesuatu yang mengada-ada. Meskipun sistem demokrasi bukan suatu sistem yang final dan paling ideal untuk menterjemahkan al Syura, setidaknya telah membuktikan keagungan agama Islam sebagai agama yang mengajarkan keadilan, musyawarah, toleransi, kebebasan beragama, persamaan hak dan menolak kediktatoran dan segala bentuk tirani.

This post was last modified on 7 Februari 2023 12:36 PM

Faizatul Ummah

Recent Posts

Demistifikasi Agama dan Politik Inklusif untuk Kemanusiaan

Agama dan politik di Indonesia selalu menjadi isu yang sensitif sekaligus penting. Keduanya memiliki kekuatan…

18 jam ago

Merawat Hubungan Agama dan Politik yang Bersih dari Politisasi Agama

Sesungguhnya, agama tidak pernah bertentangan dengan politik. Agama dan politik itu sifatnya integratif. Agama dapat…

19 jam ago

Agama (Tidak) Bisa Dipisahkan dalam Politik?

Pada mulanya politik adalah sebuah jalan untuk mencapai tujuan yang mulia. Politik adalah seni untuk…

19 jam ago

Ruang Maya Sehat, Demokrasi Kuat

Menjelang Pilkada Serentak 2024, ruang digital di Indonesia menjadi semakin sibuk. Media sosial, yang telah…

2 hari ago

Mencegah Mudharat “Jualan Agama” Pada Pilkada 2024

Tahun 2024 adalah tahun politik. Pesta demokrasi melalui Pemilu telah. Kini masyarakat siap menyambut pemilihan…

2 hari ago

Prinsip Teo-Antroposentrisme Kuntowijoyo, Jembatan antara Dimensi Ilahi dan Realitas Sosial

Kelompok konservatif seperti Hizbut Tahrir Indonesia selalu menjadikan agama sebagai palang pintu terakhir segala problematika…

2 hari ago