Categories: Keagamaan

Deradikalisasi Dalam Keluarga

Deradikalisasi dalam keluarga pada hakekatnya telah ditunjukkan oleh para nabi-nabi Allah yang diutus ke muka bumi. Mereka diutus oleh Allah untuk menyampaikan pesan-pesan tuhannya kepada umat manusia dan dibekali mukjizat yang membuat kaumnya ta’jub dan percaya sepenuhnya bahwa ia adalah Nabi dan Rasul yang diutus oleh Allah untuk menyampaikan pesan-pesan tentang ketuhanan, kemanusiaan dan alam sekitarnya.

Mereka tidak revolusioner dan lemah lembut terhadap kaumnya dan penguasa yang ada pada masanya serta berdakwah secara bijaksana. Bahkan diantara mereka ada yang dicaci maki, dihina dan dihukum akan tetapi mereka tetap konsisten menjalankan perintah-perintah Allah mengajak kaumnya ke jalan yang benar. Mereka tidak melakukan pengrusakan, tindak kekerasan di hadapan umum dan pembunuhan. Sebaliknya mereka menunjukkan sifat-sifat terpuji dan penuh ramah dan kebijaksanaan dalam menghadapi setiap orang sehingga menarik kaumnya untuk mempercayainya dan mengikutinya.

Mereka itu tidak membunuh keluarganya dan kaumnya yang bertolak belakang dengan dakwahnya dan sepenuhnya hanya menyerahkan kepada tuhannya apa yang telah mereka lakukan, padahal diantara para nabi itu memiliki keluarga yang jelas-jelas menentang dan menolak dakwahnya, akan tetapi tidak melawan dengan kekerasan dan justru mendoakan dan memaafkannya dan terus mengajak mereka agar mengikuti jalan yang benar sebagaimana yang dilakukan oleh Nabi Nuh As terhadap anaknya yang kafir dan Nabi Muhammad Saw terhadap penduduk Thaif dan pamannya Abi Tholib. Orang tua Nabi Ibrahim tidak sepaham dengan Nabi Ibarhim dan menolak mengikuti ajakan Nabi Ibrahim akan tetapi Ibrahim tidak membunuh ayahnya bahkan mendoakannya agar orang tuanya diberikan petunjuk. Nabi Nuh memiliki anak yang kafir dan tidak mau mengikuti dakwah ayahnya akan tetapi Nuh As juga tidak memenggalnya dan tetap mengakui sebagai anaknya walaupun Tuhan mengatakan bahwa sesungguhnya ia bukanlah keluarga kamu. Bukan saja anaknya yang durhaka terhadap Nuh As akan tetapi juga istrinya tetapi Nuh tetap sabar menghadapinya. Demikian pula Nabi Luth As yang istrinya mengkhianati dan tidak mengindahkan dakwah suaminya yang melarang homeseksual akan tetapi Luth juga tidak membunuh istrinya. Yang paling segar dalam sejarah adalah contoh deradikalisasi yang ditunjukkan Nabi Muhammad Saw dalam berdakwah dimana ia tidak pernah melakukan kekerasan terhadap siapapun yang didakwainya. Ia tidak membunuh pamannya Abi Tholib yang belum masuk Islam bahkan Rasulullah menemaninya dan memintanya agar mengucap kalimat syahadat tapi sayang hal itu tidak terjadi bagi diri Abi Tholib hingga ia menghembuskan nafas terakirnya.

Dari kisah nyata para Nabi-Nabi Allah ini sesungguhnya tersirat sebuah pesan bahwa keimanan dan keyakinan adalah petunjuk Allah Swt terhadap hambanya sehingga seseorang tidak bisa mengambil tindakan apapun terhadap siapapun hanya karena masalah keyakinan. Selain itu, kisah ini memberikan pelajaran bahwa sesungguhnya jiwa dan raga itu adalah milik Allah sehingga tidak ada satupun yang berhak menghilangkan nyawa seseorang hanya karena perbedaan keyakinan.

Nabi saja yang sudah jelas-jelas mendapat wahyu dari Allah untuk menyampaikan risalah Allah dimuka bumi tidak berani mengambil tindakan apapun terhadap siapapun yang menolak dakwahnya bahkan tidak melakukan sesuatu yang menyakiti terhadap keluarganya yang menentang dakwahnya. Bahkan tetap menghadapinya dengan penuh kesabaran, ketabahan dan tawakkal kepada tuhannya. Manusia hanya sebatas menyampaikan wasiat-wasiat tuhan dan tidak memiliki legalitas untuk menghukum seseorang sebagai orang kafir, toghut, murtad dan lain-lainnya sebagainya karena yang demikian itu adalah urusan tuhan dengan hambanya.

Lalu bagaimana dengan kita sekarang ini yang suka saling menyalahkan bahkan yang paling menyedihkan karena sering kali dalam keluarga kita sendiri saling tidak cocok hanya karena berbeda pemahaman terhadap agama? wajarkah kita menuduh orang lain kafir, toghut, halal darahnya lalu dibunuh dan diperangi hanya karena tidak sepaham dengan kita padahal saudara-saudara kita telah menyatakan kalimat syahadat yang merupakan ukuran utama dalam Islam. Sungguh sebuah ironi bagi kita saat ini masalah yang begitu kecil membuat kita saling bertentangan padahal sesungguhnya apa yang kita perdebatkan bukanlah sesuatu yang esensi dalam agama.

Suaib Tahir

Suaib tahir adalah salah satu tim penulis pusat media damai (pmd). Sebelumnya adalah mahasiswa di salah satu perguruan tinggi timur tengah. Selain aktif menulis di PMD juga aktif mengajar di kampus dan organisasi

Recent Posts

Makna Jumat Agung dan Relevansinya dalam Mengakhiri Penjajahan di Palestina

Jumat Agung, yang diperingati oleh umat Kristiani sebagai hari wafatnya Yesus Kristus di kayu salib,…

2 hari ago

Jumat Agung dan Harapan bagi Dunia yang Terluka

Jumat Agung yang jatuh pada 18 April 2025 bukan sekadar penanda dalam kalender liturgi, melainkan…

2 hari ago

Refleksi Jumat Agung : Derita Palestina yang Melahirkan Harapan

Jumat Agung adalah momen hening nan sakral bagi umat Kristiani. Bukan sekadar memperingati wafatnya Yesus…

2 hari ago

Belajar dari Kisah Perjanjian Hudaibiyah dalam Menanggapi Seruan Jihad

Perjanjian Hudaibiyah, sebuah episode penting dalam sejarah Islam, memberikan pelajaran mendalam tentang prioritas maslahat umat…

3 hari ago

Mengkritisi Fatwa Jihad Tidak Berarti Menormalisasi Penjajahan

Seperti sudah diduga sejak awal, fatwa jihad melawan Israel yang dikeluarkan International Union of Muslim…

3 hari ago

Menguji Dampak Fatwa Aliansi Militer Negara-Negara Islam dalam Isu Palestina

Konflik yang berkecamuk di Jalur Gaza sejak 7 Oktober 2023 hingga hari ini telah menjadi…

3 hari ago