Narasi

Di Manakah Korelasi Antara Khilafah dengan Nasionalisme Palestina?

Semangat Nasionalisme masyarakat Palestina, sejatinya jauh berbeda dengan semangat khilafah yang “sebagian orang” Indonesia promosikan di jalan-jalan. Gerakan ideologi khilafah pada mulanya memang lahir di negeri Palestina itu sendiri yang disuplai oleh Ormas Hizbut Tahrir. Tetapi, sejak dulu, pemerintah Timur Tengah khusus-nya Palestina itu menolak dan bahkan melarangnya.

Karena, Taqiyudin al-Nabhani, salah satu funding father Hizbut Tahrir (HT) yang selalu membawa mercusuar ideologi khilafah ini, sejatinya memiliki “kepentingan politis” di atas kepentingan politik masyarakat Palestina itu sendiri. Artinya, ideologi khilafah yang digaungkan, itu justru tidak ada “korelasi” yang klop, tepat, satu arah dan satu kepentingan dengan apa yang diharapkan oleh masyarakat Palestina.

Misalnya, ideologi khilafah ini mengacu kepada konsep negara syariat Islam “versi mereka”. Ideologi ini seperti memiliki otoritas kebenaran Islam yang perlu ditegakkan. Padahal, ideologi ini hanya sebatas membawa “poster Islam” untuk dijadikan pengikat agar masyarakat Palestina tertarik. Karena sebetulnya, ideologi khilafah ini tidak lain bukan sebuah basis ajaran keagamaan. Melainkan murni sebagai misi politis yang bertujuan untuk mengejar kekuasaan.

Sedangkan misi politik masyarakat Palestina secara nasional ingin merdeka sepenuhnya. Ingin hidup berdampingan, hidup tanpa konflik, serta hidup tanpa saling membunuh. Sebagaimana harapan masyarakat Palestina itu murni demi tanah-kelahiran-nya bersih dari penjajah Israil Zionis. Bahkan, dalam hal Agama, mereka menginginkan di dalam bumi Palestina itu hidup agama-agama lain layaknya Kristen dan Judaism.

Dari pemahaman ini, justru akan semakin memperjelas pemahaman kita. Bahwa sebetulnya khilafah dengan semangat nasionalisme Palestina itu sama sekali tidak ada korelasi yang klop, tepat dan sesuai. Karena ideologi khilafah ini memiliki basis, konsep dan misi yang condong untuk menguasai. Tentu, hal demikian-lah yang sebetulnya ditolak oleh masyarakat Arab di Timur Tengah khususnya di Palestina.

Karena, ideologi khilafah ini sama saja dengan “penjajahan kedua” setelah Israil Zionis. Memang, mereka secara lembut dan mapan membawa embel-embel Islam. Tetapi, ketahuilah jika mereka memiliki peluang, walau-pun sedikit saja di Palestina. Mungkin mereka akan berkuasa dan semena-mena terhadap rakyat Palestina. Karena dari pemahaman tadi, bahwa ideologi khilafah ini bukan tentang agama, Tetapi ini sebagai misi politik praktis yang dibuat oleh Taqiyudin al-Nabhani untuk menguasai secara geopolitik di tanah-tanah Arab.

Hal demikianlah yang sebetulnya sangat kita sayangkan di negeri yang kita cintai ini. Bahwa, ideologi khilafah justru semakin subur, mapan dan banyak penggemarnya. Hal ini justru berbanding-terbalik di negara (tempat asal) ideologi khilafah ini hidup pertama kali. Di sana, ideologi ini justru sangat ditolak. Mereka begitu cerdas dan paham “akal busuk” ideologi ini. Karena mereka sepenuhnya memahami bahwa ini hanyalah sebuah misi politis yang sengaja dibuat, seolah ini tentang ajaran agama.

Kenapa demikian? Pertanyaan ini mungkin kita akan mengacu kepada situasi dan kondisi di mana masyarakat kita kebanyakan haus akan ilmu pengetahuan agama tetapi masuk ke dalam wilayah yang salah. Mereka ingin belajar ilmu agama, tetapi mereka justru terjebak ke dalam permainan politik berbaju agama. Sehingga, mereka seperti disumbat pemahamannya. Lalu, “candu” terhadap hal yang berbau khilafah.            

Oleh sebab itulah, perlu kita jernihkan pikiran kita untuk benar-benar hati-hati dan memahami dengan sangat tepat. Bahwa tidak ada korelasi sedikit-pun antara khilafah dengan nasionalisme Palestina. Bahkan, ideologi khilafah ini justru bertentangan dengan semangat nasionalisme yang diharapkan oleh semua rakyat Palestina. Bahkan, mereka justru menolak ideologi khilafah. Karena mereka benar-benar menyadari, bahwa ideologi khilafah ini memiliki kepentingan politik di atas kepentingan politik masyarakat Palestina yang ingin merdeka.

This post was last modified on 27 Mei 2021 1:42 PM

Fathur Rohman

Photographer dan Wartawan di Arena UIN-SUKA Yogyakarta

Recent Posts

Makna Jumat Agung dan Relevansinya dalam Mengakhiri Penjajahan di Palestina

Jumat Agung, yang diperingati oleh umat Kristiani sebagai hari wafatnya Yesus Kristus di kayu salib,…

1 hari ago

Jumat Agung dan Harapan bagi Dunia yang Terluka

Jumat Agung yang jatuh pada 18 April 2025 bukan sekadar penanda dalam kalender liturgi, melainkan…

1 hari ago

Refleksi Jumat Agung : Derita Palestina yang Melahirkan Harapan

Jumat Agung adalah momen hening nan sakral bagi umat Kristiani. Bukan sekadar memperingati wafatnya Yesus…

1 hari ago

Belajar dari Kisah Perjanjian Hudaibiyah dalam Menanggapi Seruan Jihad

Perjanjian Hudaibiyah, sebuah episode penting dalam sejarah Islam, memberikan pelajaran mendalam tentang prioritas maslahat umat…

2 hari ago

Mengkritisi Fatwa Jihad Tidak Berarti Menormalisasi Penjajahan

Seperti sudah diduga sejak awal, fatwa jihad melawan Israel yang dikeluarkan International Union of Muslim…

2 hari ago

Menguji Dampak Fatwa Aliansi Militer Negara-Negara Islam dalam Isu Palestina

Konflik yang berkecamuk di Jalur Gaza sejak 7 Oktober 2023 hingga hari ini telah menjadi…

2 hari ago