Categories: Keagamaan

Empat Pilar Ideologi ISIS (Bag.1)

Dalam sebuah seminar bertajuk ‘ISIS dan Dinamika Perkembangan Mutakhir Terorisme di Indonesia’, di Auditorium Gedung H Lt.4 Fakultas Psikologi UI, pada Rabu (17/9/2014) yang digelar oleh Pusat Kajian Terorisme dan Konflik Sosial Fakultas Psikolog Universitas Indonesia. Saya hadir sebagai pembicara utama atas nama Kepala BNPT, pembicara lainnya adalah Alwi Shihab, Sidney Jones, Robertus Robert (dosen psikologi UI), Solahudin (Peneliti ISPI), dan Ali Fauzi.

Prof. DR. Alwi Shihab mengungkapkan bahwa ada empat ‘pilar’ yang yang mendasari ideologi ISIS; Filsafat, Tasawuf, Syiah dan Nasrani. Keempat isu dan topik tersebut yang dijadikan sasaran dan aksi anarkis dalam membangkitkan semangat serta mewujudkan dan mendirikan khilafah oleh Abu Bakar al-Bagdadi, pimpinan ISIS. Ia adalah pelanjut pimpinan yang sudah tewas sebelumnya ketika memaksakan keinginannya untuk mendirikan khilafah. Khilafah ‘biadab’ yang menjadi cita-cita ISIS dapat diwujudkan dengan melenyapkan lebih dahulu empatpilar di atas.

Empat pilar yang disusun ISIS berbeda jauh dengan empat pilar yang dikembangkan dan disosialisasikan di Indonesia –Pancasila, UUD 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Bhinneka Tunggal Ika–, karena keempatnya merupakan pilar dasar, atau lebih tepat disebut sebagai empat konsensus dasar bernegara dan berbangsa. Keempat konsensus tersebut, lebih Islami dan manusiawi, khususnya bagi bangsa Indonesia, untuk dipertahankan dan dilestarikan oleh bangsa Indonesia, sebab sarat dengan nilai-nilai keberagamaan dan tidak satu pun muatannya yang bertentangan dengan unsur dasar dalam Islam yaitu; akidah, syariah, dan akhlak.

Menyimak empat unsur yang mendasari ideologi pemberontak ISIS, lahir sebuah pertanyaan, mengapa mereka sangat tidak senang dan membenci empat hal tersebut ? kelompok ISIS menjadikan empat hal tersebut sebagai sesuatu yang harus mereka lawan, dalam prakteknya mereka menghalalkan segala macam cara yang sangat kejidan tidak manusiawi. Mereka membakar banyak warga yang tidak berdosa atas nama jihad yang salah kaprah.

Pada satu sisi, mewaspadai pengaruh negatif berkembangnya ideologi ISIS yang menentang empat hal tersebut –hanya karena dianggap bertentangan dengan prinsip tauhid versi mereka, tidak serta merta melahirkan keberpihakan dan mendukung ideologi itu atas nama tauhid semata. Aspek tauhid sangat prinsipil dalam beragama, dalam alquran ada banyak firman Allah SWT yang menegaskan bahwa menduakan Tuhan masuk dalam golongan musyrik yang tidak dapat diampuni dosanya oleh Allah SWT. Namun Allah SWT memerintahkan hamba-Nya untuk memperbaiki hubungan dengan sesama makhluk ciptaanNya, bukan hanya kepada yang seakidah, akan tetapi juga kepada seluruh manusia dan bahkan kepada tumbuhan dan binatang, semuanyaharus dipelihara dan dilestarikan.

Namun pada sisi lain, jumhur ulama menguraikan komponen yang terdapat dalam ajaran Islam adalah tauhid, syariah dan akhlak. Ketiga komponen tersebut saling menguatkan antara satu dengan yang lainnya, akidah tanpa akhlak adalah seumpama sebatang pohon yang tidak dapat dijadikan tempat berlindung di saat kepanasan dan tidak pula ada buahnya yang dapat dipetik. Karenanya aksi brutal yang mengabaikan indahnya persaudaraan dan persatuan seperti yang dilakukan oleh anggota ISIS jelas mengotori konsep ketauhidan, terutama terkait dengan empat hal tersebut di atas.

Sebaliknya, akhlak tanpa akidah hanya merupakan bayangan bagi benda yang tidak tetap, yang selalu bergerak. Oleh karena itu Islam memberikan perhatian yang serius terhadap pendidikan akhlak. Rasulullah SAW dalam sabdanya menegaskan bahwa, “Aku diutus tidak lain dan tak bukan hanyalah untuk menyempurnakan akhlak”. Beliau diutus bukan untuk menyempurnakan pandangan, aliran, mazhab dan pendapat.

Irfan Idris

Alumnus salah satu pesantren di Sulawesi Selatan, concern di bidang Syariah sejak jenjang Strata 1 hingga 3, meraih penghargaan dari presiden Republik Indonesia pada tahun 2008 sebagai Guru Besar dalam bidang Politik Islam di Universitas Islam Negeri Alauddin, Makasar. Saat ini menjabat sebagai Direktur Deradikalisasi BNPT.

Recent Posts

4 Mekanisme Merdeka dari Intoleransi dan Kekerasan di Sekolah

Masa depan bangsa sangat ditentukan oleh mereka yang sedang duduk di bangku sekolah. Apa yang…

10 jam ago

Keterlibatan yang Silam Pada yang Kini dan yang Mendatang: Kearifan Ma-Hyang dan Pendidikan Kepribadian

Lamun kalbu wus tamtu Anungku mikani kang amengku Rumambating eneng ening awas eling Ngruwat serenging…

10 jam ago

Menghapus Dosa Pendidikan ala Pesantren

Di lembaga pendidikan pesantren, tanggung-jawab seorang Ustadz/Kiai tidak sekadar memberi ilmu kepada santri. Karena kiai/guru/ustadz…

10 jam ago

Sekolah Damai BNPT : Memutus Mata Rantai Radikalisme Sejak Dini

Bahaya intoleransi, perundungan, dan kekerasan bukan lagi hanya mengancam keamanan fisik, tetapi juga mengakibatkan konsekuensi…

2 hari ago

Dari Papan Kapur sampai Layar Sentuh: Mengurai Materialitas Intoleransi

Perubahan faktor-faktor material dalam dunia pendidikan merefleksikan pergeseran ruang-ruang temu dan arena toleransi masyarakat. Jarang…

2 hari ago

Pengajaran Agama yang Inklusif sebagai Konstruksi Sekolah Damai

Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) bekerjasama dengan Duta Damai BNPT telah berinisiasi untuk membangun Sekolah…

2 hari ago