Bagi umat muslim, Nabi Muhammad saw., adalah figur sentral yang jadi panutan. Selain karena ia merupakan seorang rasul yang tentu punya posisi dan peran yang amat penting, yakni sebagai rahmat bagi semesta alam sebagaimana termaktub dalam Q.S. al-Anbiyaa’ [21]: 107. Secara personal, ia pun punya teladan baik (uswatun hasanah) sebagaimana disebutkan dalam Q.S. al-Ahzaab [33]: 21.
Keteladanan Nabi saw., tak hanya dalam urusan teologis, melainkan menyangkut berbagai aspek kehidupan, seperti sosial, ekonomi, bahkan soal politik sekalipun. Hal ini bisa dilihat dari kuatnya penggunaan hadis di tengah umat muslim sebagai hujjah.
Mengikuti jalan (ittibaa’) Nabi saw adalah cita-cita seluruh umat Islam. Mungkin saat ini tidak satupun umat Islam yang hidup pernah melihat langsung bagaimana Rasulullah berbicara atau bertindak. Walaupun dalam kitab-kitab sejarah telah digambarkan sikap-sikap beliau, namun itu tidak cukup untuk memberi gambaran yang utuh, mengingat terpautnya jarak dan waktu yang jauh dan panjang antara rasulullah dan muslim kekinian.
Melalui berbagai ragam cara sesuai dengan referensi dan keyakinan umat Islam berusaha menjadikan Rasulullah sebagai model utama. Secara garis besar, model-model tersebut bisa ditarik ke dalam dua pola. Pertama, mereka yang berusaha untuk meniru/meneladani segala bentuk tindakan dan perilaku Nabi secara keseluruhan dengan pola pemahaman literal-tekstual. Asal ada teks hadis atau riwayat yang mengatakan bahwa Nabi itu begini atau begitu, Nabi itu seperti ini atau seperti itu, maka mereka berusaha sekuat tenaga untuk menirunya secara persisi.
Kedua, mereka yang menerjemahkan ittibaa’ur rasuul dengan pengertian bahwa yang diteladani adalah etika dan semangatnya tanpa harus meniru secara persisi simbol dan citranya. Kelompok ini berusaha meniru Rasulullah pada hal-hal yang menurutnya substasial. Kelompok ini merasa mustahil untuk meniru tindakan dan perilaku Nabi secara keseluruhan nan persisi. Maka ketika ada teks hadis yang mengatakan begini atau begitu, mereka akan menelaahnya dan dengan mengambil pesan moral dan semangat dari teks tersebut untuk dijadikan pegangan dalam kehidupan mereka.
Tulisan ini mencoba menerjemahkan empat sifat dasar Nabi: shiddiq, amanah, tabligh dan fathanah sebagai basis filosofis etika kehidupan sosial. Adapun pembahasannya terbagi ke dalam empat poin: (1) sifat shiddiq sebagai basis keimanan, (2) amanah sebagai basis nilai, (3) tabligh sebagai basis metode, dan (4) fathanah sebagai basis rasionalitas. Keempat sifat ini akan kami tulis secara serial dan akan terbit dalam 4 edisi.
Semoga serial sifat-sifat wajib bagi rosul ini akan memberikan inspirasi bagi kita untuk senantiasa menjadi muslim dan muslimah yang benar-benar ahlu sunnah wal jamaah, ummat yang senantiasa meneladani Rosul dan cinta akan persatuan dan persaudaraan. Selanjutnya
This post was last modified on 18 Juni 2015 11:10 AM
Jumat Agung, yang diperingati oleh umat Kristiani sebagai hari wafatnya Yesus Kristus di kayu salib,…
Jumat Agung yang jatuh pada 18 April 2025 bukan sekadar penanda dalam kalender liturgi, melainkan…
Jumat Agung adalah momen hening nan sakral bagi umat Kristiani. Bukan sekadar memperingati wafatnya Yesus…
Perjanjian Hudaibiyah, sebuah episode penting dalam sejarah Islam, memberikan pelajaran mendalam tentang prioritas maslahat umat…
Seperti sudah diduga sejak awal, fatwa jihad melawan Israel yang dikeluarkan International Union of Muslim…
Konflik yang berkecamuk di Jalur Gaza sejak 7 Oktober 2023 hingga hari ini telah menjadi…