Persoalan kebencian di dalam media sosial adalah satu hal yang acapkali mengganggu perdamaian kita, seakan media sosial menjadi alat untuk memusuhi dan mengurai persaudaraan dan persatuan anak bangsa. Kita bisa melihat akhir-akhir ini, berbagai ujaran kebencian, narasi-narasi yang menjurus kepada ranah perpecahan, fitnah yang tak lagi sekejam pembunuhan padahal itu termasuk hadits yang sering disabdakan dalam mimbar-mimbar khutbah, sekarang tak lagi dihiraukan. Hal itu yang kemudian menjadi sorotan tajam bagi para penulis, bagaimana akhirnya kita mampu mereduksi dan melaporkan narasi kebencian itu yang jelas dapat menganggu jalannya interaksi dan komunikasi yang adem nan damai.
Indikasi dari maraknya narasi kebencian tersebut membuat bangsa ini tidak seimbang, bagaimana mungkin kita mewariskan kepada generasi berikutnya sebuah perdamaian jika sikap dan tindakan kita seakan mengarah kepada perpecahan meskipun itu berupa narasi dan ujaran kebencian di dalam media sosial. Ini yang harus kita pikirkan beribu-ribu kali sebelum janur kebencian itu melengkung dan menjadi benalu yang dapat menimbulkan kehancuran dan kekacauan bangsa ini di kemudian hari. Sudah cukup penderitaan kita akibat para penjajah negri ini dan jangan sampai penjajahan itu berlangsung oleh kita sendiri, meskipun pernah disinggung oleh Bung Karno; perjuangan kalian akan lebih berat dibanding aku, aku melawan penjajah demi kemerdekaan bangsa ini sedangkan kalian akan melawan bangsa kalian sendiri.
Apa yang disampaikan oleh bapak Proklamator itu sekarang sudah terjadi, banyaknya cacian, ujaran kebencian, narasi yang tidak sehat, bahkan fitnah pun dilayangkan tanpa melihat sisi persaudaraan sebangsa, seiman dan setanah air. Seorang ustdadz yang kita kenal adalah seorang pengayom, pendidik, dan contoh bagi kaum muslimin itu yang seharusnya. Tetapi apa yang terjadi sekarang ini? Hilangnya marwah ustadz akibat politik yang membabi buta, vanatisme dalam pilihan politik membuatnya demen mengupload fitnah, ujaran yang kebencian yang diarahkan kepada lawan politiknya. Padahal mereka bersorban dengan gelar mulia made in arab, “Ustadzun”.
Patahkan Arus Kebencian dengan Siskamling dalam Media Sosial
Arus kebencian yang semakin deras membuat kita terkadang mual dan lupa arah tujuan kapal kita akan berlabuh, cita-cita kemajuan negri terhambat oleh gelombang kemarahan dan permusuhan yang semakin hari menjadi-jadi dan itu terjadi selama empat tahun terakhir ini. Inilah yang perlu diperhatikan secara layak oleh semua rakyat indonesia, terlebih mereka yang suka memamerkan “kebodohan” dalam media sosial maka pantas kiranya siskamling dalam media sosial dikampanyekan guna mematahkan narasi kebencian dan fitnah yang keji.
Baca juga : Ronda Online: Cara Generasi Smart Digital Natives Meredam Hatespeech
Siskamling itulah yang diharapkan dalam mengurai benang kusut antara pihak yang bersebrangan, tentu dengan kedamaian dan cara-cara yang mengedepankan nilai persatuan dan kerukunan semua kalangan di indonesia. Dalam media sosial kita sering dihadapkan pada sebuah narasi yang berisi berbagai macam kekerasan kata, argumen yang menyulut amarah, bahkan foto yang diupload sangat tidak mendidik bagi generasi kita.
Di arena ini banyaknya akun media sosial yang dibuat secara mudah, instan, dan anonymous yang acapkali memproduksi dan menyebarkan berbagai konten yang tidak kredible bahkan menyesatkan. Bahkan bisa dikatakan bahwa media sosial justru menjadi instrumen untuk menviralkan sesuatu yang belum jelas validitas dan kredibilitas konten dan sumbernya. (jalandamai:2019)
Kutipan diatas adalah bentuk kekecewaan terhadap pengguna media sosial bahwa mereka terlalu ganas dalam memviralkan sesuatu yang bersifat absurd dan jauh dari kata aspektasi. Hadirnya media sosial bukan untuk dijadikan bumerang dalam merangsang sesuatu yang tidak berguna bagi bangsa ini, tetapi media sosial adalah jalan penyambung silaturrahim.
Selanjutnya, siskamling dalam media sosial bisa kita artikan sebagai upaya untuk meredakan arus kebencian dimedia sosial dan itu bukanlah sesuatu yang mudah untuk dilakukan perlu partisipasi dari semua penghuni negri ini. Karena bagaimanapun media sosial adalah lingkungan kedua bagi kita untuk memupuk tali persaudaraan hingga dijadikan toko online untuk menambah pemasukan keuangan (bisnisonline). Maka himbauan untuk memantau dan mereduksi narasi kebencian di media sosial, bukan semata-mata himbaun biasa melainkan suatu ajakan untuk menuju indonesia yang lebih baik dan aman.
Agama dan politik di Indonesia selalu menjadi isu yang sensitif sekaligus penting. Keduanya memiliki kekuatan…
Sesungguhnya, agama tidak pernah bertentangan dengan politik. Agama dan politik itu sifatnya integratif. Agama dapat…
Pada mulanya politik adalah sebuah jalan untuk mencapai tujuan yang mulia. Politik adalah seni untuk…
Menjelang Pilkada Serentak 2024, ruang digital di Indonesia menjadi semakin sibuk. Media sosial, yang telah…
Tahun 2024 adalah tahun politik. Pesta demokrasi melalui Pemilu telah. Kini masyarakat siap menyambut pemilihan…
Kelompok konservatif seperti Hizbut Tahrir Indonesia selalu menjadikan agama sebagai palang pintu terakhir segala problematika…
View Comments