Ketangguhan masyarakat nyata terlihat dalam menghadapi serangan masif virus korona yang menyebabkan Covid-19. Virus yang telah hinggap pada jutaan manusia di dunia ini (termasuk lebih dari dua puluh ribu warga Indonesia) begitu berbahaya. Rakyat Indonesia pun menolak pasrah pada pandemi yang berdampak pada berbagai sektor kehidupan. Jiwa-jiwa pejuang pun hadir secara sederhana. Orang-orang ini memang tidak mengangkat senjata untuk mengusir penjajah, tetapi apa yang dilakukan merepresentasikan patriotisme dalam bentuk yang berbeda. Alih-alih menunggu virus tersebut menyampirinya, inisiatif perlawanan dilakukan. Simpul-simpul untuk menghadangnya mencuat di berbagai tempat. Hal ini membuktikan, modal sosial yang dimiliki masyarakat cukup besar dan tidak pudar oleh perputaran waktu.
Dalam berbagai upaya mengusir virus korona, tidak lepas dari spirit dan praktik yang selama ini telah menghujam di bumi Indonesia: gotong royong. Menjadi spirit karena merupakan landasan dan dorongan bagi seseorang untuk melakukan kebaikan. Dan menjadi praktik karena dilakukan secara bersama-sama dengan untuk menghasilkan suatu tujuan. Banyak contoh perilaku gotong royong masyarakat saat pandemi ini. Salah satunya saat warga membuat gerbang maupun portal untuk mengurangi interaksi orang luar dengan warga sekitar. Pembuatan gerbang dan portal ini dikerjakan secara bersama-sama dengan modal swadaya. Dilakukan dengan cara kerja bakti. Orang tua, anak muda, laki-laki, dan perempuan, saling berkontribusi. Ada yang menyumbang dana, memberikan tenaga, mengajukan diri menjadi petugas piket gerbang, dan sebagainya.
Contoh lainnya, gotong royong di masyarakat untuk membantu sesama yang terkena dampak tidak langsung Covid-19. Seperti orang-orang yang penghasilannya menurun karena diberhentikan dari pekerjaannya, pedagang yang sepi pengunjung karena omset turun, UMKM yang terpaksa mengikuti aturan pemerintah, dll. Upaya membantu mereka yang kesulitan dilakukan dengan berbagai cara. Misalnya, ada kampung yang menyediakan tempat untuk menaruh donasi makanan siap santap maupun bahan makanan. Jika ada yang membutuhkan makanan atau ingin memasak, bisa mengambil donasi tersebut. Uniknya, mereka yang berdonasi tidak sepenuhnya orang yang memiliki kemampuan di atas rata-rata. Banyak juga yang hidupnya biasa, atau bahkan sebenarnya masih kekurangan, tetapi tetap berdonasi untuk sesama. Ada juga sekumpulan mahasiswa yang membuat dapur umur dan mendistribusikannya dalam area yang cukup luas.
Baca Juga : Pasca-puasa dan Tantangan Hidup New Normal
Fenomema kuatnya gotong royong tersebut patut diapresiasi sekaligus dipertahankan. Tidak bisa dibayangkan, bagaimana jika spirit tersebut telah pudar dari keseharian masyarakat Indonesia. Masing-masing hanya memikirkan kepentingan pribadi dan tidak peduli dengan kepentingan bersama. Bayangkan jika tidak ada warga yang mau kerja bakti membangun gerbang kontrol, maka masyarakat sendiri yang akhirnya terancam. Setelah mendapatkan akibatnya kemudian menyalahkan pihak lain karena tidak bisa melindungi dirinya. Pikirkan, apa jadinya ketika masyarakat tidak peka dengan kondisi orang lain. Ada yang lapar dibiarkan. Ada yang kehilangan pekerjaan, dicampakkan. Kondisi ini dapat menimbulkan masalah sosial baru seperti kekerasan, kriminalitas, dsb.
Penjelasan di atas menunjukkan pentingnya Pancasila dapat dijadikan teladan dan perilaku dan perbuatan sehari-sehari. Pancasil menjadi prinsip dalam seluruh aspek hidup manusia Indonesia. Dalam pidato promosi honoris causa terhadap Bung Karno pada tanggal 19 Sepetember 1951 di Yogyakarta, Notonagoro menyatakan Pancasila -seperti yang disimpulkan dalam kata-kata Soekarno- merupakan pendirian dan pandangan hidup. Pancasila bukan hanya konsepsi politis, tetapi hasil dari perenungan jiwa yang dalam dan hasil penyelidikan cipta yang teratur di atas basis pengetahuan dan pengalaman yang luas.
Peringatan hari lahir Pancasila 1 Juni perlu dijadikan pengingat agar spirit Pancasila selalu hadir di Indonesia. Pancasila yang merupakan pelita dan memancarkan cahaya bagi jalan hidup bangsa ini. Pancasila yang nilai-nilainya bersifat universal hingga selalu kompatibel dengan masa. Pancasila yang tidak hanya menjadi wacana kehidupan berbangsa dan hiasan belaka, tetapi Pancasila yang menghidupkan perjalanan seluruh masyarakat Indonesia. Pancasila yang tidak selesai hanya di bibir dalam setiap upacara dan seremonial, melainkan Pancasila sebagai sikap dan kesatuan dalam perkataan, tindakan, dan perbuatan. Dengan cara inilah, Pancasila dapat selalu tegak di bumi pertiwi dan menjadi kebanggaan negeri ini.
This post was last modified on 2 Juni 2020 3:09 PM
Menjelang Pilkada Serentak 2024, ruang digital di Indonesia menjadi semakin sibuk. Media sosial, yang telah…
Tahun 2024 adalah tahun politik. Pesta demokrasi melalui Pemilu telah. Kini masyarakat siap menyambut pemilihan…
Kelompok konservatif seperti Hizbut Tahrir Indonesia selalu menjadikan agama sebagai palang pintu terakhir segala problematika…
Dunia politik, pada dasarnya, adalah sebuah dunia dimana orang menjadi paham akan manusia dengan segala…
Sebuah video rekaman detik-detik “carok” di Sampang, Madura beredar di media sosial. Kekerasan itu terjadi…
Dalam ranah politik jelang Pilkada 2024, kita dihadapkan pada fenomena yang mengkhawatirkan, yakni potensi meningkatnya…