Narasi

Hijrah Ke Peradaban Yang Pancasilais

Pada momentum peringatan  1 Muharram 1439 H yang tepat jatuh pada tanggal 21 September 2017 atau disebut sebagai tahun hijrah. Pada peristiwa hijrah ini selalu dikaitkan  atas hijrahnya Rasulullah SAW dari Mekkah ke Madinah. Dalam sejarah  kebudayaan Islam. Sebenarnya, Hijrah Rasullullah SAW sendiri terjadi pada awal bulan Rabi’ul Awal, ketika Nabi Muhammad SAW melakukan perjalanan hijrah dari Mekah ke Madinah dimulai pada akhir bulan Safar dan sekitar 12 hari, kemudian pada tanggal 9 Rabi’ul awal beliau sampai ke Quba.

Inilah perjalanan hijrah Rasulullah  yang terkenal dalam sejarah Islam yang kemudian berdampak dalam berdakwah dan perkembangan agama Islam. Demikian pentingnya peristiwa ini sehingga khalifah Umar bin  al Khattab menetapkan sebagai awal  tahun Islam yang sekarang  sudah mencapai 1438 tahun hijriah.

Hijrah Rasulullah janganlah dimaknai secara fisik hanya berpindahan dari kota Mekkah ke Madinah. Akan tetapi, secara ontologi, sejatinya yang perlu diambil dari peristiwa Hijrah itu adalah bagaimana perubahan peradaban Jahiliyah menuju peradaban yang terang benderang ke arah perbuatan yang beradab sesuai dengan ajaran Islam. Hijrah dari keburukan  menuju kebaikan dengan cara menghindarkan diri dari semua yang dilarang Allah swt.

Intisari dari hijrah Rasulullah adalah bahwa manusia harus menghindari dari perbuatan yang dilarang dalam ajaran Islam. Maksudnya, bila sebelumnya seseorang itu mempunyai kebiasaan  minum-minuman keras, maka setelah hijrah kegiatan tersebut harus segera dihentikan. Kalau dulu menjadi orang yang suka melakukan korupsi, sekarang ini perbuatan korupsi harus sudah dihentikan. Inilah makna secara substansial dari peristiwa hijrahnya Rasulullah.

Hijrah Ke Peradaban yang Pancasilais

Dalam konteks bangsa Indonesia saat ini, makna hijrah tersebut dapat direlevansikan dengan persoalan kebangsaan, kemanusiaan dan perilaku manusia Indonesia. Hijrah secara definitif adalah perpindahan dari suatu tempat ke tempat lain. Dalam hal ini Hijrah dapat dimaknai perpindahan dari peradaban yang gelap buruk menuju peradaban yang terang.

Bukan menjadi rahasia umum, bila negara Indonesia  saat ini memiliki peradaban yang buruk (the bad of civilization), kita lihat saja merebaknya perbuatan korupsi, kolusi, nepotisme, perbuatan zina, perbuatan dzolim, kaki yang dusta, tangan yang rekayasa, mulut yang berbohong, perbuatan meminta upeti dan banyaknya tawuran, konflik komunal, dan terorisme serta pencurian, perampokan uang negara ini mengindikasikan bangsa Indonesia mengalami  keruntuhan (declination).

Kenichi Ohmae dalam karyanya “The End of The Nation State” (1996), menyatakan lebih ekstrim, banyaknya perilaku manusia yang koruptif, minum-minuman keras, berzina, judi atau taruhan, tawuran, kekerasan dan bentrokan antar masyarakat menjadi salah satu Indikasi berakhirnya negara bangsa (nation state), bangsa Indonesia akan mengalami kehancuran. Karena itu, proses berakhirnya negara bangsa (nation state) harus diselesaikan dengan cara hijrah ke dalam nilai-nilai pancasila.

Karena itu, pada momentum satu muharram ini, bangsa Indonesia sudah semestinya harus hijrah ke peradaban yang sesuai dengan ajaran Islam dan nilai-nilai Pancasila sebagai pilar peradaban bangsa Indonesia yang lebih baik. Pancasila bagi bangsa Indonesia memiliki arti makna yang berarti (meaningfull) terhadap manusia Indonesia dan umat Islam. Pancasila juga merupakan petunjuk dalam berperilaku bagi kehidupan berbangsa dan bernegara. Pancasila adalah kepribadian suatu bangsa Indonesia. Agar Pancasila mampu diresapi, dihayati dan diamalkan dalam kehidupan masing-masing anggota  masyarakat Indonesia, mendasari komunikasi antar sesama warga negara Indonesia, dan menjadi pedoman hubungan antar masyarakat.

Pancasila sebagai pilar kehidupan berbangsa dan bernegara tentunya harus dijadikan perhatian secara penuh oleh setiap umat Islam di Indonesia. Di dalam nilai-nilai pancasila diajarkan bagaimana cara bersikap, berucap, dan bertindak pada setiap umat manusia. Pancasila sebagai dasar negara Indonesia memiliki nilai-nilai luhur, budi pekerti, etika dan moral bagi setiap umat Islam, dalam merangkai rasa kebangsaan dan rasa persatuan, kemanusiaan.

Pancasila itu dipancarkan dari sila pertama yakni Ketuhanan Yang Maha Esa, secara otomotis, sila kedua, sila ketiga, sila keempat dan sila kelima, harus selalu memancarkan sifat-sifat Tuhan, yang maha pengasih, penyayang, pemurah. Oleh karena itu, Pancasila dapat juga dijadikan titik tolak oleh manusia Indonesia.

Ada beberapa faktor sebagai upaya mengatasi peradaban neojahiliyah yang saat ini terjadi dalam bangsa Indonesia.  Pertama, manusia Indonesia harus melakukan taubat dan berhenti mengeruk uang negara dengan cara yang koruptif, baik jumlahnya kecil dan besar. Sebab, perbuatan tersebut jelas melanggar ajaran Islam dan nilai-nilai Pancasila.Umat Islam harus kembali hijrah sesuai dengan ajaran Islam yang tertera dalam Al Qur’an dan Hadits. Umat Islam sebagai bangsa Indonesia juga perlu hijrah untuk selalu mengimplementasikan nilai-nilai pancasila.

Kedua,  dengan adanya pancasila sebagai falsafah hidup bangsa Indonesia, tentunya umat Islam di Indonesia juga harus  mengamalkan nilai-nilai pancasila secara praksis dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Sehingga dengan mengimplementasikan nilai-nilai pancasila akan dapat dicegah yang namannya benih-benih kebencian antara umat beragama yang satu dengan yang lain, kelompok agama tertentu dengan kelompok agama yang lain.

Ketiga, nilai-nilai Pancasila yang melahirkan rasa kebangsaan, rasa kewarganeraan dan rasa persatuan dapat dijadikan sebagai upaya menuju peradaban yang terang benderang yang lebih baik. Nilai-nilai pancasila itu harus ditopang melalui kesadaran dalam bathin dan pikiran melalui tindakan secara praksis, ternyata peranan pancasila sangat berarti bagi pertumbuhan, perkembangan dan peradaban bangsa Indonesia sehingga menghasilkan rasa persaudaran, perdamaian, hidup rukun. Nilai-nilai pancasila ini dapat menyemaikan persatuan dan kesatuan.  

Dengan demikian, Pancasila juga harus dijadikan pijakan dalam membangun masyarakat Indonesia yang berperadaban  sebagai upaya benteng pertahanan dalam mencegah aksi tindakan yang koruptif, aksi terorisme, dan perbuatan yang dzolim. Dengan begitu, bangsa Indonesia perlu hijrah ke Pancasila dengan tujuan untuk merangkai rasa kebangsaan, rasa keharmonisanan dan meneguhkan sikap toleransi serta menuju manusia Indonesia yang berperadaban secara etis dan bermoral. Semoga.

Syahrul Kirom, M.Phil

Penulis adalah Alumnus Program Master Filsafat, Fakultas Filsafat UGM, Yogyakarta.

Recent Posts

Demistifikasi Agama dan Politik Inklusif untuk Kemanusiaan

Agama dan politik di Indonesia selalu menjadi isu yang sensitif sekaligus penting. Keduanya memiliki kekuatan…

3 jam ago

Merawat Hubungan Agama dan Politik yang Bersih dari Politisasi Agama

Sesungguhnya, agama tidak pernah bertentangan dengan politik. Agama dan politik itu sifatnya integratif. Agama dapat…

3 jam ago

Agama (Tidak) Bisa Dipisahkan dalam Politik?

Pada mulanya politik adalah sebuah jalan untuk mencapai tujuan yang mulia. Politik adalah seni untuk…

3 jam ago

Ruang Maya Sehat, Demokrasi Kuat

Menjelang Pilkada Serentak 2024, ruang digital di Indonesia menjadi semakin sibuk. Media sosial, yang telah…

1 hari ago

Mencegah Mudharat “Jualan Agama” Pada Pilkada 2024

Tahun 2024 adalah tahun politik. Pesta demokrasi melalui Pemilu telah. Kini masyarakat siap menyambut pemilihan…

1 hari ago

Prinsip Teo-Antroposentrisme Kuntowijoyo, Jembatan antara Dimensi Ilahi dan Realitas Sosial

Kelompok konservatif seperti Hizbut Tahrir Indonesia selalu menjadikan agama sebagai palang pintu terakhir segala problematika…

1 hari ago