Editorial

Hijrah : Memperingati Tahun Kelahiran Peradaban yang Mempersaudarakan

Setiap peradaban besar mempunyai titik tolak dan momentum yang diperingati yang dikenal dengan sistem kalender. Kalender Gregorian adalah yang identik dengan umat Nasrani dan paling umum dikenal secara internasional diperkenalkan  Paus Gregorius XIII pada tahun 1582 yang mengawali pada 1 Januari. Bangsa Yahudi dengan kalender Ibrani mengenal tahun baru Rosh Hashanah.

Ada juga peradaban Tionghoa berbasis siklus bulan yang dikenal dengan Imlek. Ada pula Kalender Persia yang dikenal sebagai Kalender Iran dengan tahun baru yang disebut Nowruz. Dan tentu saja, peradaban Islam yang dikenal dengan tahun baru Hijriyah, dimulai bulan Muharram.

Kenapa Islam akhirnya memutuskan harus mempunyai sistem kalender dan peringatan yang harus diperingati setiap tahun? Bukankah Nabi tidak mengajarkannya?

Pertama tentu kita tidak boleh berasumsi Islam dengan ijtihad pemikiran dan kebudayaannya sudah selesai ketika Nabi wafat. Banyak sekali tantangan dan kebutuhan yang harus dilalui dan dilampaui umat Islam. Inovasi, kreasi dan kebaruan bukan bid’ah yang tabu dalam memajukan Islam.

Adalah Khalifah Umar bin Khattab yang berinisiatif agar umat Islam mempunyai sistem penanggalan yang jelas karena ketiadaan catatan waktu dari dokumen untuk keperluan admistratif pemerintahan. Dipanggillah tokoh-tokoh untuk mendiskusikan sistem kalender dan awal mula tahun dalam Islam.

Singkat kata, Islam mengawali pada momentum perpindahan dari Makkah ke Madinah yang dikenal hijrah. Sistem kalender ini pun dikenal dengan Tahun Hijriyah. Bukan merujuk pada sistem kalender Romawi, Persia dan sebagainya. Bukan pula merujuk pada kelahiran atau wafatnya Nabi. Pilihan cerdas umat Islam adalah momentum hijrah.

Jenius dan tepat sekali ketika kalender Islam disandarkan pada momentum hijrah. Setiap tahun umat Islam diingatkan untuk kembali mengambil pesan dan semangat perpindahan mentalitas dan pemikiran dari kejumudan, fanatisme, dan kebencian menuju semangat komunitas Madinah yang dinamis, toleran, terbuka dan yang paling penting terikat dalam persaudaraan.

Hijrah Nabi ke Madinah bukan sekedar pelarian dan pencarian suaka politik sebagaimana hijrah sebelumnya. Hijrah kali ini berbeda. Ada misi penyelamatan umat dari cengkraman penyiksaan kaum Qurays sekaligus misi perdamaian di Madinah sebagaimana permintaan para suku-suku yang selalu terlibat pertikaian di sana.

Maka, yang paling sukses dan teringat dari hijrah ini adalah ikatan persaudaraan Madinah. Membangun sebuah peradaban yang diikat dengan tali persaudaraan. Tidak ada lagi kekerasan, kebencian dan ekslusifitas, tetapi semua berada dalam naungan konsitusi yang disusun dan diperjanjikan bersama.

Sangat brilian apa yang dilakukan Rasulullah dengan gerakan hijrah dan membangun Madinah. Tidak ada yang merasa tersisihkan. Pendatang tidak mengalahkan pribumi. Perbedaan suku dan agama bukan halangan untuk saling melindungi. Negara dengan ide demokrasi yang pada saat bersamaan daratan lain masih bermegah-megah dengan sistem kekaisaran dan kerajaan.

Dan tentu saja, tidak mengherankan ketika sahabat Umar, sang Khalifah dan mujtahid ini, tidak diragukan memilih momentum hijrah sebagai penanda awal tahun baru Islam. Bukan tanpa makna dan pesan. Umar tentu saja ingin umat Islam generasi berikutnya yang belum mengalami peristiwa hijrah mampu merasakan energi dan sensasi hijrah. Apa pesannya?

Umat Islam diajak untuk melakukan muhasabah. Intropeksi dan refleksi. Meninggalkan kebiasaan penuh dendam, benci dan permusuhan menuju semangat saling bersaudara.

Selamat Tahun Baru Islam, Mari Perkokoh Persaudaraan Kebangsaan Kita.

This post was last modified on 20 Juli 2023 6:33 AM

Redaksi

Recent Posts

Ruang Maya Sehat, Demokrasi Kuat

Menjelang Pilkada Serentak 2024, ruang digital di Indonesia menjadi semakin sibuk. Media sosial, yang telah…

19 jam ago

Mencegah Mudharat “Jualan Agama” Pada Pilkada 2024

Tahun 2024 adalah tahun politik. Pesta demokrasi melalui Pemilu telah. Kini masyarakat siap menyambut pemilihan…

19 jam ago

Prinsip Teo-Antroposentrisme Kuntowijoyo, Jembatan antara Dimensi Ilahi dan Realitas Sosial

Kelompok konservatif seperti Hizbut Tahrir Indonesia selalu menjadikan agama sebagai palang pintu terakhir segala problematika…

19 jam ago

Politik dan Kesucian: Menyimak Geliat Agama di Pilkada 2024

Dunia politik, pada dasarnya, adalah sebuah dunia dimana orang menjadi paham akan manusia dengan segala…

19 jam ago

Potensi Ancaman Pilkada 2024; Dari Kekerasan Sipil ke Kebangkitan Terorisme

Sebuah video rekaman detik-detik “carok” di Sampang, Madura beredar di media sosial. Kekerasan itu terjadi…

2 hari ago

Mencegah Agenda Mistifikasi Politik Jelang Pilkada

Dalam ranah politik jelang Pilkada 2024, kita dihadapkan pada fenomena yang mengkhawatirkan, yakni potensi meningkatnya…

2 hari ago