Narasi

Hindari Ceramah Keagamaan yang Mengandung Ujaran Kebencian

Ada cerita yang menarik dibalik masyarakat sekitar menolak keberadaan Gereja Yasmin di Bogor beberapa tahun yang lalu. Ketika penulis pergi ke Gorontalo (18/07/2018), bertemu dengan salah satu aktivis yang bernama Bapak Jufry. Ia sudah lama berkecimpung dalam dunia advokasi, termasuk konflik Poso. Pada saat bertemu dengannya, ia bercerita tentang konflik yang terjadi di gereja Yasmin di Bogor beberapa tahun yang lalu.

Ia menyampaikan fakta yang menarik, kenapa masyarakat sekitar menolak keberadaan Gereja Yasmin, dan seringkali salah satu organisasi masyarakat melakukan intimidasi di sana. Setelah diusut, ceramah keagamaan di sekitar gereja tersebut adalah orang-orang Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). Bukan hanya itu, ketua RW, RT pun sudah dikuasai oleh mereka, sehingga itu yang menimbulkan warga masyarakat menolak keberadaannya Gereja Yasmin tersebut.

Sedikit kisah dari Bapak Jufry tersebut menarik untuk kita lihat sebagai fenomena ujaran kebencian kemudian menyebabkan dorongan untuk melakukan diskriminasi dan kekerasan. Ujaran kebencian atau hate speech yang dilakukan oleh seorang tokoh organisasi masyarakat tertentu, apabila dilakukan berulang-ulang dan dilakukan di hadapan publik akan mendorong terjadinya konflik sosial. Masyarakat yang seharusnya berdamai dan bersaudara tanpa melihat identitas primordial, kemudian adanya ujaran kebencian orang mudah untuk terbawa konflik.

Hasil kajian dari Ahmad Zainul Hamdi yang dijadikan landasan Jaringan Gusdurian membuat plafform kabarkan.org, platform yang menampung informasi ujaran kebencian dan diskriminasi menarik kita lihat sebagai fakta yang terjadi di masyarakat. Dampak yang dihasilkan dari ujaran kebencian adalah perendahan harkat dan martabat manusia. Ujaran kebencian juga dapat mendorong kebencian kolektif, pengucilan, diskriminasi, kekerasan, penghilangan nyawa, bahkan genosida. Ahmad Zainul Hamdi juga menjelaskan, bahwa ujaran kebencian juga dapat merongrong prinsip berbangsa dan bernegara (Bhinneka Tunggal Ika). Dampak ujaran kebencian juga dapat berpeontensi memunculkan konflik sosial yang meluas.

Apalagi kalau ujaran kebencian dilakukan oleh para tokoh agama, pun dengan tokoh masyarakat sekitar, akan menjadikan konflik sosial meluas. Kalau ujaran kebencian semakin kita biarkan di ruang publik, kebencian kolektif, kekerasan, diskriminasi dan perendahan harkat dan martabat manusia akan semakin merebak di Indonesia. Awalnya suatu daerah tentram, namun ketika ada ujaran kebencian yang merebak akan menuai konflik sosial yang meluas.

Cerdas dengan Ceramah Agama

 Pesan dari agama, termasuk juga Islam adalah sebagai jalan petunjuk bagi umat manusia. Sebagaimana yang familiar kita ketahui, bahwa nabi Muhammad Saw., diutus untuk menyebarkan agama Islam untuk menyempurnakan akhlak. Awalnya masyarakat Arab yang memakai hukum rimba, menggunakan cara-cara yang keji dalam setiap aktivitasnya, kemudian Islam muncul dibawa oleh Nabi Muhammad Saw. sebagai petunjuk manusia agar lebih baik lagi dalam kehidupannya.

Kalau ceramah keagamaan mengarahkan munculnya kekerasan dan kebencian, kita akan kembali pada zaman jahiliah. Budaya truth claim dan eksklusivisme menjadi salah satu faktor yang menyebabkan ujaran kebencian itu merebak. Ujaran kebencian yang mengarahkan kepada diskriminasi akan berdampak buruk terhadap korban.

Penulis pernah menemui korban diskriminasi karena dia berbeda agama di desanya, di Probolinggo. Ia adalah seorang yang beragama Kristen, berbeda dengan masyarakat lainnya yang beragama lain. Suatu ketika ia pernah disiram air panas dengan teman-temannya. Masyarakat memandang mereka adalah suatu hal yang aneh karena berbeda sendiri dengan masyarakat pada umumnya, karena ia adalah Kristen.

Dari diskriminasi yang dialaminya tersebut ia hampir mengurung diri selama 20 tahun di rumah. Ia tidak bermain dengan teman-temannya di sekitarnya, ketika pulang sekolah ia hanya berdiam diri di rumah. Baru ia sedikit bangkit dari keterpurukan akibat diskriminasi ketika kuliah di Yogyakarta, mempunyai banyak teman.

Ujaran kebencian dampaknya sangat bahaya untuk stabilitas bangsa kita yang beragam. Kalau kita membiarkan ujaran kebencian dan diskriminasi di sekitar kita, makan konflik sosial akan merebak di mana-mana. Masyarakat harus cerdas untuk mencerna ceramah agama, apalagi yang menyebabkan ujaran kebencian dan diskriminasi yang menyebabkan konflik sosial.

This post was last modified on 19 Juli 2018 1:41 PM

Nur Sholikhin

Penulis adalah alumni Fakultas Ilmu Pendidikan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Saat ini sedang aktif di Majalah Bangkit PW NU DIY.

Recent Posts

Ruang Maya Sehat, Demokrasi Kuat

Menjelang Pilkada Serentak 2024, ruang digital di Indonesia menjadi semakin sibuk. Media sosial, yang telah…

12 jam ago

Mencegah Mudharat “Jualan Agama” Pada Pilkada 2024

Tahun 2024 adalah tahun politik. Pesta demokrasi melalui Pemilu telah. Kini masyarakat siap menyambut pemilihan…

12 jam ago

Prinsip Teo-Antroposentrisme Kuntowijoyo, Jembatan antara Dimensi Ilahi dan Realitas Sosial

Kelompok konservatif seperti Hizbut Tahrir Indonesia selalu menjadikan agama sebagai palang pintu terakhir segala problematika…

12 jam ago

Politik dan Kesucian: Menyimak Geliat Agama di Pilkada 2024

Dunia politik, pada dasarnya, adalah sebuah dunia dimana orang menjadi paham akan manusia dengan segala…

12 jam ago

Potensi Ancaman Pilkada 2024; Dari Kekerasan Sipil ke Kebangkitan Terorisme

Sebuah video rekaman detik-detik “carok” di Sampang, Madura beredar di media sosial. Kekerasan itu terjadi…

2 hari ago

Mencegah Agenda Mistifikasi Politik Jelang Pilkada

Dalam ranah politik jelang Pilkada 2024, kita dihadapkan pada fenomena yang mengkhawatirkan, yakni potensi meningkatnya…

2 hari ago