Narasi

Idealisme Pers Tangkal Hoax dan Ujaran Kebencian

Pers memiliki dua arti. Arti sempit dan arti luas. Dalam arti sempit pers hanya menujukan kepada media cetak berkala seperti, surat kabar, tabloid, dan majalah. Sedangkan arti pers yang luas tidak hanya berbentuk media cetak saja melainkan juga mencakup media elektronik auditif dan media elektronik audiovisual berkala seperti radio, televisi, film, dan media online internet. Pers dalam arti luas dapat disebut juga sebagai media massa.

Mengutip dalam buku Jurnalistik Indonesia karya AS Haris Sumandiria menjelaskan pers dari kacamata yudiridis formal, seperti dinyatakan dalam pasal 1 ayat (1) UU Pokok Pers No. 40/1999, pers adalah lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengelola, dan menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan gambar, serta data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, media elektronik, dan segala jenis saluran yang tersedia.

Berbicara mengenai jenis saluran lain yang tersedia pada masa sekarang yang serba digital media-media baru sangat menjamur dimana-mana mulai dari media lokal sampai nasional, portal berita yang banyak ini semakin memperlihatkan bahwa arus informasi semakin cepat bahkan hanya hitungan sedetik satu isu saja bisa menyebar kebeberapa media dan khalayak mendapatkan informasi dengan sangat mudah tanpa menunggu waktu lama, hanya klik langsung mendapatkan informasi yang khalayak inginkan.

Melihat fenomena tersebut tentu saja ada dampak positif dan dampak negatif, dampak positifnya bahwa masyarakat luas cepat untuk mendapatkan informasi dari manapun dan kapanpun secara cepat, pengetahuan masyarakat juga akan meningkat karena arus percepatan informasi tersebut, kemudian dampak negatifnya adalah informasi-informasi tersebut pula dapat mejerumuskan masyarakat kedalam hoax dan ujaran kebencian seperti terjadi akhir-akhir ini di Indonesia terkhusus pada tahun politik.

Baca juga : Mengembalikan Peran Pers dalam Merawat Narasi Pemersatu Bangsa

Arus yang cepat ini juga menjadikan masyarakat merespon dengan cepat tanpa memverifikasi informasi tersebut benar atau tidak, hal ini lah yang sangat membahayakan persatuan dan kesatuan, kemudian munculah sebuah kecurigan terhadap setiap kelompok-kelompok yang memiliki kepentingan untuk memanfaatkan hoax dan ujaran kebencian sebagai alat untuk mendapatkan dukungan dari masyarakat luas.

Jika terjadi demikian tentu saja harus ada peran yang penting bagi orang-orang yang memiliki media pers terutama media arus utama (mainstream) karena ini menjadi tantangan bagi mereka untuk mengedepankan pers yang ideal, kalo berkaca dalam idealisme pers maka pasti akan menjelaskan mengenai peran pers yang dikutip dalam pasal 6 UU Pokok Pers No.40/1999 dinyatakan bahwa peran pers nasional sebagai berikut : (a) memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui, (b) menegakkan nilai-nilai dasar demokrasi dan hak-hak asasi manusia serta menghormati kebhinekaan, (c) mengembangkan pendapat umum berdasarkan informasi yang tepat, akurat, dan benar, (d) melakukan pengawasan, kritik, koreksi, dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan umum, dan (e) memperjuangkan keadilan dan kebenaran.

Dari kelima pokok tersebut ada tiga point yang menarik menurut penulis dalam mengedepankan idealisme pers yaitu point (b), (c) dan (e). dari ketiga point tersebut menjelaskan bahwa informasi harus mengormati kebhinekaan dan kebenaran informasi, sehingga peran ini lah yang harus diutamakan dalam membangun kembali persatuan dan kesatuan masyarakat yang saat ini tengah mengalami krisis toleransi dalam perbedaan, terkhusus untuk saat ini adalah beda pilihan politik yang menghiasi tahun politik.

Tentu saja sudah sangat jelas untuk menangkal berita hoax dan ujaran kebencian adalah dengan pers yang dapat memiliki dan mengemban idealisme. Karena idealisme adalah cita-cita, obsesi, sesuatu yang terus dikejar untuk bisa dijangkau dengan segala daya dan cara yang dibenarkan menurut etika dan norma profesi yang berlaku serta diakui oleh masyarakat dan Negara. Dari idealisme yang kokoh, pers akan memiliki keperibadian terpercaya yang dihargai serta disegani siapapun.

This post was last modified on 14 Februari 2019 1:57 PM

Abdul Raufian

Penulis merupakan anggota Surosowan Duta Damai, dan merupakan Mahasiswa Uin Sultan Maulana Hasanuddin Banten. Fakultas Dakwah Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam

View Comments

Recent Posts

Ruang Maya Sehat, Demokrasi Kuat

Menjelang Pilkada Serentak 2024, ruang digital di Indonesia menjadi semakin sibuk. Media sosial, yang telah…

20 jam ago

Mencegah Mudharat “Jualan Agama” Pada Pilkada 2024

Tahun 2024 adalah tahun politik. Pesta demokrasi melalui Pemilu telah. Kini masyarakat siap menyambut pemilihan…

20 jam ago

Prinsip Teo-Antroposentrisme Kuntowijoyo, Jembatan antara Dimensi Ilahi dan Realitas Sosial

Kelompok konservatif seperti Hizbut Tahrir Indonesia selalu menjadikan agama sebagai palang pintu terakhir segala problematika…

20 jam ago

Politik dan Kesucian: Menyimak Geliat Agama di Pilkada 2024

Dunia politik, pada dasarnya, adalah sebuah dunia dimana orang menjadi paham akan manusia dengan segala…

20 jam ago

Potensi Ancaman Pilkada 2024; Dari Kekerasan Sipil ke Kebangkitan Terorisme

Sebuah video rekaman detik-detik “carok” di Sampang, Madura beredar di media sosial. Kekerasan itu terjadi…

2 hari ago

Mencegah Agenda Mistifikasi Politik Jelang Pilkada

Dalam ranah politik jelang Pilkada 2024, kita dihadapkan pada fenomena yang mengkhawatirkan, yakni potensi meningkatnya…

2 hari ago