Narasi

Ideologi Radikal Tak Pernah Bubar, Mewaspadai Reinkarnasi Jamaah Islamiyah

Dalam beberapa minggu terakhir, pembubaran Jamaah Islamiyah (JI) sebagai sebuah organisasi menjadi sorotan publik. Berbagai pihak menyambut pembubaran ini dengan lega, menganggapnya sebagai akhir dari salah satu jaringan teror paling berbahaya di Asia Tenggara. Namun, euforia ini sebaiknya disertai dengan kewaspadaan tinggi akan reinkarnasi JI. 

Sejarah telah menunjukkan bahwa ideologi radikal tidak mudah padam. Pembubaran sebuah organisasi teroris sering kali hanyalah taktik yang bertujuan untuk bertahan dan beradaptasi. Dalam konteks ini, pembubaran JI harus disadari bisa saja hanyalah sebuah kamuflase atau strategi baru untuk mengelabui publik, yang menyiratkan perlunya kewaspadaan terus-menerus terhadap reinkarnasi JI dalam bentuknya yang lain.

Di satu sisi, pembubaran JI memang bisa dilihat sebagai langkah simbolis yang memberikan kesan keberhasilan dalam melawan terorisme. Namun, sejarah telah mengajarkan kita bahwa ketika tekanan terhadap kelompok teroris meningkat, mereka cenderung berubah bentuk, bersembunyi, dan menyebar ke dalam unit-unit lebih kecil yang sulit dideteksi. 

Proses di atas sering kali disebut sebagai bentuk “metamorfosis” sel-sel terorisme. Di mana kelompok teroris berusaha tetap hidup melalui jaringan rahasia yang terdesentralisasi, dan para anggotanya melanjutkan kegiatan mereka dengan cara yang lebih terselubung. JI, sebagai organisasi dengan ideologi radikal, memiliki kapasitas untuk melakukan itu. 

Pembubaran formal mereka bisa saja merupakan bagian dari strategi untuk menghindari sorotan publik dan otoritas keamanan, sambil tetap mempertahankan struktur inti dan semangat ideologis mereka. Kita harus ingat bahwa ideologi radikal tidak bergantung pada keberadaan organisasi formal; ia hidup melalui keyakinan dan tindakan individu-individu radikal. 

Membaca JI dari waktu ke waktu

Selama beberapa dekade terakhir, JI telah menunjukkan kemampuan adaptasi yang luar biasa dalam menghadapi tekanan. Mereka telah berulang kali membuktikan bahwa mereka bisa bertahan hidup melalui perubahan taktik dan strategi. Pada awal 2000-an, ketika tekanan internasional terhadap jaringan teroris global meningkat, JI berhasil merubah diri dan menyebar ke berbagai wilayah, memanfaatkan konflik lokal untuk memperkuat basis. 

Mereka menggunakan taktik ini untuk menghindari deteksi dan melanjutkan operasi mereka dengan cara yang lebih terselubung. Kemampuan JI untuk bertahan hidup melalui perubahan lingkungan menunjukkan betapa pentingnya kewaspadaan terus-menerus.

Pembubaran formal JI tidak boleh dilihat sebagai akhir dari ancaman, melainkan sebagai bagian dari siklus panjang perjuangan melawan terorisme. Kita harus siap menghadapi kemungkinan bahwa JI, atau elemen-elemen yang terinspirasi oleh mereka, akan muncul kembali dalam bentuk baru, dengan nama berbeda, namun dengan tujuan yang sama.

Salah satu alasan mengapa kita harus waspada terhadap reinkarnasi JI adalah kemampuan mereka untuk memanfaatkan media sosial dan teknologi digital untuk menyebarkan ideologi mereka. Di era digital ini, kelompok teroris tidak lagi memerlukan basis fisik yang kuat untuk merekrut dan menyebarkan ideologi radikal yang mereka anut. 

Mereka bisa mencapai ribuan, bahkan jutaan individu, melalui platform online, menyebarkan pesan radikal dengan cepat dan efisien. JI telah menunjukkan kemampuan untuk beradaptasi dengan teknologi ini, menggunakan internet untuk merekrut anggota baru dan menyebarkan propaganda mereka. Dalam konteks ini, pembubaran formal organisasi mereka tidak berarti bahwa ancaman telah hilang. Sebaliknya, ancaman radikalisme masih nyata. 

JI telah lama memanfaatkan ketidakpuasan sosial dan konflik lokal untuk merekrut dan memperkuat basis mereka. Ketika masyarakat menghadapi ketidakadilan, kemiskinan, dan ketidakstabilan politik, individu-individu cenderung lebih rentan terhadap pengaruh ideologi radikal. Karena itu, meskipun JI telah dibubarkan, infiltrasi mereka harus tetap diwaspadai. 

Pembubaran formal organisasi adalah langkah awal yang penting, tetapi tidak cukup. Kita harus tetap waspada dan siap menghadapi perubahan taktik dan strategi yang mungkin mereka adopsi. Kita harus memastikan bahwa kelompok JI yang hari ini telah membubarkan diri, tidak bereingkarnasi dalam bentuk yang lebih berbahaya dan sulit dideteksi. 

 

This post was last modified on 15 Juli 2024 2:14 PM

W Arrifki

Recent Posts

Demistifikasi Agama dan Politik Inklusif untuk Kemanusiaan

Agama dan politik di Indonesia selalu menjadi isu yang sensitif sekaligus penting. Keduanya memiliki kekuatan…

2 hari ago

Merawat Hubungan Agama dan Politik yang Bersih dari Politisasi Agama

Sesungguhnya, agama tidak pernah bertentangan dengan politik. Agama dan politik itu sifatnya integratif. Agama dapat…

2 hari ago

Agama (Tidak) Bisa Dipisahkan dalam Politik?

Pada mulanya politik adalah sebuah jalan untuk mencapai tujuan yang mulia. Politik adalah seni untuk…

2 hari ago

Ruang Maya Sehat, Demokrasi Kuat

Menjelang Pilkada Serentak 2024, ruang digital di Indonesia menjadi semakin sibuk. Media sosial, yang telah…

3 hari ago

Mencegah Mudharat “Jualan Agama” Pada Pilkada 2024

Tahun 2024 adalah tahun politik. Pesta demokrasi melalui Pemilu telah. Kini masyarakat siap menyambut pemilihan…

3 hari ago

Prinsip Teo-Antroposentrisme Kuntowijoyo, Jembatan antara Dimensi Ilahi dan Realitas Sosial

Kelompok konservatif seperti Hizbut Tahrir Indonesia selalu menjadikan agama sebagai palang pintu terakhir segala problematika…

3 hari ago