Narasi

Indonesia Negaraku, Pancasila Ideologiku dan Ormas Intoleran ‘Musuhku’

Ormas intoleran sudah mulai bertebaran. Menyadari hal itu, pemerintah—melalui pertimbangan matang—tegas menindak ormas itu dengan cara melarang segala bentuk kegiatan dan yang berkaitan dengan ormas tersebut. Setelah HTI, kini FPI dilarang di Indonesia.

FPI secara blak-blakan memang telah menyatakan ketidak-sepakatannya dengan sistem demokrasi dan Pancasila sebagaimana dianut dan diterapkan Indonesia saat ini.  Terkait hal demikian, kita harus jujur katan bahwa tidak ada suatu sistem di dunia ini yang bisa memuaskan semua orang. Begitu pula demokrasi, akan selalu ada sisi negatifnya. Pun ideologi Pancasila. Apalagi khilafah di era saat ini; belum berdiri sudah ditolak sana-sini. 

Oleh sebab itu, cara yang paling arif bagi segenap penduduk bangsa ini adalah menerima Indonesia sebagai sebuah negara dan mengakui Pancasila sebagai dasar serta ideologi bangsa. Jika ada hal-hal yang kurang tepat, maka ayo kita perbaiki secara kolektif dan sinergis.

Demokrasi Pancasila adalah sistem yang sudah menjadi konsensus para pendiri bangsa yang ulung. Dengan demikian, mau tidak mau dan suka tidak suka, masyarakat Indonesia tanpa terkecuali harus menerima konsensus tersebut. Toh jika ada hal yang sekiranya kurang tepat dengan sistem itu, sekali lagi, marilah kita perbaiki bersama dengan cara yang santun dan bermartabat. 

Itulah sikap ksatria. Sistem demokrasi memang terdapat kekurangan di sana-sini. Meskipun demikian, sistem inilah yang paling kompatible dengan komposisi dan karakter bangsa Indonesia. Tegas kata, sistem demokrasi–tepatnya demokrasi Pancasila–merupakan sistem yang paling relevan diterapkan ketimbang sistem lain.

Sesuai dengan Kondisi Indonesia

Setidaknya ada beberapa alasan mengapa demokrasi Pancasila merupakan sistem yang paling relevan diterapkan di Indonesia. Pertama, sesuai dengan kepribadian bangsa. Hal ini dapat kita lihat dengan mudah pada praktek kehidupan sebagian besar masyarakat Indonesia, seperti gotong-royong, musyawarah dan taat beragama. Nilai-nilai inilah yang kemudian menjiwai demokrasi Pancasila (Adian Donny, Jakarta: 2008). 

Kedua, mampu mengakomodir kepentingan bangsa. Bangsa Indonesia bukan milik satu atau dua golongan dan agama, melainkan Indonesia adalah milik bersama, rumah kita semua. Sejarah memang menyebutkan bahwa kontribusi agama tertentu sangat besar tetapi agama, suku dan golongan lainnya juga sama-sama telah ikut kontribusi dalam memerdekaan Indonesia sehingga semua golongan masyarakat Indonesia sama sama mempunyai saham (Zulfikri, 2010: 33). Oleh karena itu, diperlukan sistem yang mampu mengakomodir kepentingan bersama, dan ia adalah demokrasi Pancasila. 

Ketiga, mampu menyatukan. Eksistensi bangsa Indonesia hari ini merupakan buah dari pelaksanaan demokrasi Pancasila. Kesaktian Pancasila kian teruji dalam menyatukan bangsa yang terdiri dari berbagai macam suku, agama, ras dan kepercayaan. Suparman dalam Pancasila (2012) menegaskan bahwa demokrasi Pancasila merupakan sistem yang digali dari nilai-nilai yang berjalan pada masyarakat Indonesia sehingga sistem ini mampu menyatukan seluruh elemen bangsa.

Misi Kelompok Radikal

Lain halnya di tangan kelompok radikal yang mempunyai misi mendirikan khilafah dan mengutuk demokrasi, mereka tidak akan bisa dan mau menerima sistem demokrasi Pancasila. Oleh karenanya, mereka selalu menciptakan kondisi dimana demokrasi seolah menjadi biang dari munculnya persoalan bangsa yang pelik seperti maraknya korupsi, tindakan kriminal, kemiskinan dan lain sebagainya. 

Narasi-narasi yang ‘memojokkan’ sistem demokrasi akan terus dihembuskan oleh kelompok radikal. Pada saat bersamaan, mereka menawarkan khilafah sebagai solusi atas sengkarut persoalan yang mengintai negeri ini. Dalam banyak literatur kelompok radikal disebutkan bahwa diantara penyebab umat Islam tidak bisa bersatu kembali adalah karena adanya demokrasi dan nasionalisme. Dua faktor itulah yang menyebabkab umat Islam terkotak-kotak pada wilayah atau negera tertentu.

Lebih jauh lagi, lihatlah beberapa ulasan dan pemberitaan, baik di kanap portal yang dikelola kelompok radikal maupun di beranda-bereanda media sosial milik mereka. Narasi seperti “Jalan perubahan hakiki, menegakkan khilafah, khilafah memanusiakan manusia”, dan masih banyak lagi. 

Mereka tidak bersyukur atas nikmat dan karunia yang diberikan Sang Maha Kuasa, yakni negeri Indonesia, yang merdeka. Tapi apa daya, mereka tetep kekeh mencap Indonesia sebagai negara yang mengikuti sistem thagut; negara kafir dan lain sebagainya.

Dari sedikit paparan di atas, kita akan menjadi lebih mudah menebak arah kelompok radikal. Bisa dipastikan bahwa mereka akan selalu ‘memusuhi’ dan mencari-cari kesalahan rezim atau negara yang menganut sistem selain khilafah, seperti demokrasi dan lain sebagainya.

Indonesia Negaraku, Pancasila Ideologiku dan Ormas Intoleran Musuhku

Kelompok radikal akan selalu ‘kepanasan’ jika mendengar slogan-slogan seperti NKRI Harga Mati; Indonesia Negaraky, Pancasila Ideologiku; Bhinneka Tunggal Ika, UUD 1945 dan sejenisnya. Dalam konteks ini, penulis akan mengupas dalam perspektif kenegaraan, tepatnya Indonesia sebagai sebuah negara yang menjadikan Pancasila sebagai dasar dan ideologi bangsa ini.

Ideologi secara sederhana dapat diartikan sebagai kumpulan ide-ide yang dijadikan sebagai pedoman hidup guna meraih cita-cita bersama (Bagus Takwin, 2015: 12). Dalam konteks Pancasila sebagai ideologi, setidaknya mempunyai beberapa fungsi.

Pertama, memperkokoh persatuan bangsa. Kedua, mengarahkan bangsa Indonesia menuju tujuannya dan menggerakkan serta membimbing bangsa ini dalam melaksanakan pembangunan. Ketiga, memelihara dan mengembangkan identitas bangsa. Keempat, menjadi standar nilai dalam melakukan kritik mengenai kondisi bangsa dan negara (Subakti, 2018).

Begitu agung ideologi Panncasila. Pun jika ditinjau dari perspektif agama, akan saling bertalian, bahkan senafas. Adalah sebuah kebodohan jika ada orang atau kelompok bahwa ideologi Pancasila bertentangan dengan agama tertentu.

Selain itu, ormas di Indonesia sejatinya memiliki peran dan kontribusi yang luar biasa bagi Indonesia. Posisinya pun sangat strategis karena mempunyai pengikut yang ‘fanatik’ sehingga bisa diarahkan untuk membangun persatuan pada satu sisi. Namun di sisi yang lain, justru ormas bisa menjadi sumber kehancuran karena mereka bertindak intoleran. Terhadap ormas yang intoleran ini, kita tidak boleh lengah dan kasih nafas sedikitpun.

This post was last modified on 8 Januari 2021 2:53 PM

Ahmad Ali Mashum

Peminat Kajian Keagamaan dan Kebangsaan, Tinggal di Jawa Tengah

Recent Posts

Demistifikasi Agama dan Politik Inklusif untuk Kemanusiaan

Agama dan politik di Indonesia selalu menjadi isu yang sensitif sekaligus penting. Keduanya memiliki kekuatan…

3 jam ago

Merawat Hubungan Agama dan Politik yang Bersih dari Politisasi Agama

Sesungguhnya, agama tidak pernah bertentangan dengan politik. Agama dan politik itu sifatnya integratif. Agama dapat…

3 jam ago

Agama (Tidak) Bisa Dipisahkan dalam Politik?

Pada mulanya politik adalah sebuah jalan untuk mencapai tujuan yang mulia. Politik adalah seni untuk…

3 jam ago

Ruang Maya Sehat, Demokrasi Kuat

Menjelang Pilkada Serentak 2024, ruang digital di Indonesia menjadi semakin sibuk. Media sosial, yang telah…

1 hari ago

Mencegah Mudharat “Jualan Agama” Pada Pilkada 2024

Tahun 2024 adalah tahun politik. Pesta demokrasi melalui Pemilu telah. Kini masyarakat siap menyambut pemilihan…

1 hari ago

Prinsip Teo-Antroposentrisme Kuntowijoyo, Jembatan antara Dimensi Ilahi dan Realitas Sosial

Kelompok konservatif seperti Hizbut Tahrir Indonesia selalu menjadikan agama sebagai palang pintu terakhir segala problematika…

1 hari ago