Narasi

Interelasi Ulama dan Umara dalam Membangun Masyarakat Madani

Masyarakat madani merupakan sebuah sistem sosial yang tumbuh berdasrkan prinsip moral yang menjamin keseimbangan antara kebebasan individu dengan kestabilan masyarakat. Ciri utama masyarakat madani adalah kemajemukan budaya, hubungan timbal balik, dan sikap saling memahami dan mengahrgai.

Dalam masyarakat madani, warga negara saling bekerja sama membangun ikatan sosial, jaringan produktif dan soliudaritas kemanusiaan. Lebih lanjut, dasr utama masyarakat madani adalah persatuan dan integrasi sosial yang didasarkan pada suatu pedoman hidup, menghindarkan diri konflik dan permusuhan yang menyebabkan perpecahan dan hidup satu persaudaraan.

Dalam menciptakan masyarakat medani, diperlukan kerja sama antara individu dan masyarakat. Terutama pada ulama dan umara , kedua belah pihak ini harus saling interelasi dalam membangun masyarakat yang terintegritas satu salama lain. Ulama sebagai individu yang ahli pengatahuan agama, sedangkan umara merupakan oleh yang dipilih masyarakat atau memiliki integeritas dalam memimpin.

Ulama dan umara’ tidak dapat dipisahkan satu sama lain dalam menjalan tugasnya, kedua belah ini saling mengisi satu sama lain. Ketika salah satu hilang dalam kehidupan masyarakat, maka akan terjadi kepincangan dalam tatanan masyarakat. Semisal, dalam masyarakat hanya terdapat umara’ tanpa adanya ulama, maka tidak ada seseorang yang menjadi panutan dalam keseharian. Ulama disini sebagai seseorang yang menjadi tolak ukur dalam akhlak.

Ulama yang berperan penting di tengah masyarakat yang disebut figure cultural (cultural figure). Ulama memiliki kepribadian wibawa, kharismatik dan dihormati masyarakat karena keluhuran akhlaknya. Ulama dianggap sebagai benteng moralitas (morality figure) karena kesederhanaan dan kejujuran yang mereka lakukan. Bahkan   secara   sosiologis   kehadirannya   dapat   dipandang   sebagai   salah   satu   agen perubahan sebab masyarakat dalam banyak hal hampir selalu mendasarkan kegiatannya pada petunjuk ulama.

Sedangkan umara’ merupakan seseorang yang dapat mengeluarkan kebijakan. Kebijakan yang dikeluarkan harus sesuai dengan moral dan kepentingan masyarakat. Ketika umara’ mengeluarkan kebijakan maka ia harus meminta pertimbangan, agar kebijakan yang dikelaurga sesuai kepentingan bersama.

Dengan pertimbangan tersebut, ulama dan umara’ harus bekerjasama dalam menciptakan masyarakat yang madani. Hubungan kerjasama ulama dan umara’ digambarkan dalam sosok Nabi muhammad, beliau mencontohkan sebagai pemimpin agama dan juga pemimpin negara. Di sinilah akan terjadi take an give, al-Akhdzu wal Atho’, saling asah saling asih dan saling asuh, antara ulama dan umara’ sehingga hubungan keduanya menjadi dinamis, idealis dan harmonis sehingga menciptakan masyarakat madani.

Dalam kasus baru-baru ini, kebijakan pembatalan atau penundaan ibadah haji pada tahun ini, umara’ tidak serta merta memutuskan dengan sepihak, tetapi harus dipertimbangan demi keselamatan bersama. Menelisik lebih lanjut, para ulama yang diwadahi dalam Kementerian Agama dan MUI sudah menimbang secara matang mengenai kebijakan pembatalan haji pada tahun.

Interelasi antara ulama dan umara’ akan menciptakan masyarakat madani, seperti yang dicontohkan dalam permasalahan tersebut, setidaknya pembatalan haji mementingkan kemaslahatan masyarakat luas. Sebab ketika ibadah haji tetap dilaksanakan, dikawatirkan virus covid akan menyebar lebih luas dan akan mudah terpapar ke jamaah haji yang dikumpulkan dalam satu tempat. Ketika terpapar virus yang belum ada obatnya, ketika pulang akan membahayakan masyarakat yang ada di sekitarnya.

Pertimbangan sederhana ini, ulama dan umara’ harus bersinergi dan saling melengkapi satu sama lain dalam menciptakan maryarakat yang madani.

This post was last modified on 9 Juni 2021 2:21 PM

Novita Ayu Dewanti

Fasilitator Young Interfaith Peacemaker Community Indonesia

Recent Posts

Kesiapsiagaan Merupakan Daya Tangkal dalam Pencegahan Terorisme

Ancaman terorisme yang terus berkembang bukanlah masalah yang dapat diselesaikan dengan pendekatan konvensional atau sekadar…

3 hari ago

Zero Attack; Benarkah Terorisme Telah Berakhir?

Dalam beberapa tahun terakhir, dunia tampak lebih tenang dari bayang-bayang terorisme yang pernah begitu dominan…

3 hari ago

Pembelajaran dari Mitologi Kuda Troya dalam Ancaman Terorisme

Di tengah sorotan prestasi nihilnya serangan teror dalam beberapa tahun terakhir, kita mungkin tergoda untuk…

3 hari ago

Jejak Langkah Preventif: Saddu al-Dari’ah sebagai Fondasi Pencegahan Terorisme

Dalam hamparan sejarah peradaban manusia, upaya untuk mencegah malapetaka sebelum ia menjelma menjadi kenyataan bukanlah…

3 hari ago

Mutasi Sel Teroris di Tengah Kondisi Zero Attack; Dari Faksionalisme ke Lone Wolf

Siapa yang paling diuntungkan dari euforia narss zero terrorist attack ini? Tidak lain adalah kelompok…

3 hari ago

Sadd al-Dzari’ah dan Foresight Intelijen: Paradigma Kontra-Terorisme di Tengah Ilusi Zero Attack

Selama dua tahun terakhir, keberhasilan Indonesia menangani terorisme dinarasikan melalui satu frasa kunci: zero terrorist…

4 hari ago